7
Uban Dimana-mana
Perubahan Injili Baru Yang Tidak Disadari
Iklan televisi itu sangat memikat! Dengan sasaran jutaan orang yang rambutannya sudah beruban, mereka dengan berani menyatakan - "Secara bertahap uban akan menghilang. Rambut putih anda langsung terhapus". Dengan harga beberapa botol ramuan yang tepat, katanya orang bisa memperoleh kembali penampilan mudanya.
Nabi zaman dulu, Hosea, juga memperhatikan tentang rambut uban, namun dengan alasan yang berbeda. Dalam keluhan dengan hati yang hancur tentang bangsa yang dikasihinya, Israel, ia menulis: "Orang-orang luar memakan habis kekuatannya, tetapi ia sendiri tidak mengetahuinya; juga ia sudah banyak beruban, tetapi ia sendiri tidak mengetahuinya" (Hos. 7: 9). Uban merupakan sebuah tanda penuaan, tentang kekuatan yang menurun, dan dalam pengertian rohani yang digunakan Hosea adalah mengenai kehilangan vitalitas rohani. Catatan yang paling menyedihkan dalam keluhan ini adalah fakta bahwa bangsa itu tidak menyadari kehilangan tambatan rohaninya.
Seluruh Amerika dan dunia pada saat ini terdapat gereja-gereja yang sedang bergeser ke arah Injili Baru tanpa menyadari mereka sedang melakukannya. Mereka sedang digiring oleh angin perubahan yang berkompromi dan sejak saat itu meninggalkan posisi teguh yang alkitabiah yang didirikan oleh para pendahulu mereka. Gembala-gembala muda, banyak yang tanpa fondasi doktrinal yang kokoh, memimpin jemaat mereka meyakini bahwa untuk menjangkau masyarakat, mereka harus meninggalkan prinsip-prinsip kuno alkitabiah yang keras dan memegang posisi yang lebih fleksibel dan atraktif. Mereka telah berubah, namun mereka tidak menyadari bahwa mereka telah berubah. Banyak orang kudus, yang mendapat pengajaran kuat dari para gembala terdahulu dengan posisi yang jelas dan tanpa kompromi, kini kebingungan dan berpindah-pindah gereja untuk mencari sesuatu yang mantap.
Daya Tarik Injili Baru Terhadap Fundamentalis
Banyak fundamentalis masa kini terkena rayuan Injili Baru. Kelihatannya hal ini terutama mendorong anak-anak muda (walaupun secara eksklusif tidak demikian). Lahir dalam generasi yang berbeda dan secara pribadi tidak terlibat dalam pergumulan melawan bentuk-bentuk awal Injili Baru, ada yang tidak sabar dengan perselisihan itu, tidak melihat relevansi konflik itu, dan cenderung untuk mengadopsi sikap "berdiri di tengah". Apa yang kelihatannya menarik beberapa kalangan fundamentalis dari Injili Baru?
Mengurangi Ketegangan
Mendirikan dan mempertahankan pendirian fundamentalis yang kuat di dalam masyarakat masa kini sangat melelahkan secara emosional, fisik dan rohani. Orang harus terus waspada dan masuk dalam suatu peperangan yang kekal. Hal ini persis seperti yang diajarkan Kitab Suci. Menghadapi para penguasa kegelapan itu kita harus "bertempur" dan kita harus "tetap berdiri" (Ef. 6: 11-14). Kita harus menjawab tiupan sangkakala yang tak pernah menyerukan mundur. Kita telah bersumpah menjadi musuh kekal melawan kekuatan-kekuatan yang tidak benar; karena itu tidak ada kata mundur dari perang dimana kita sudah terlibat. Pertempurannya berat. Keadaan ini sangat tidak disukai, lebih-lebih jika harus berhadapan dengan saudara di dalam Tuhan. Banyak yang tidak sanggup menerima tekanan itu. Mereka berpikir, lebih baik mengambil posisi yang tidak begitu terikat, sehingga tidak terlalu banyak orang yang harus ditentang. Posisi Injili Baru kelihatannya menawarkan suatu kelepasan atas aspek-aspek konflik tertentu. Karena itu ia menjadi posisi yang sangat menggoda untuk dipertimbangkan. Pemazmur kelihatannya telah melihat masalah abad ke-20 itu ketika menulis, "Bani Efraim, pemanah-pemanah yang bersenjata lengkap, berbalik pada hari pertempuran" (Mzm. 78: 9). Betapa pengecutnya melarikan diri dari medan pertempuran, sementara nyawa orang lain dan masa depan bangsanya tergantung pada pada keberanian mereka di dalam pertempuran itu!
Jangan pikirkan kemenangan pertempuran,
Jangan pula meletakkan pakaian tempurmu,
Peperangan iman tak akan selesai,
Sampai engkau memenangkan mahkota.
Dengan sukacita dan kepuasan yang besar rasul Paulus menulis pada saat-saat akhir pelayanannya di bumi: "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik" (II Tim. 4: 7). Ia telah bertempur dengan penganut Yudaisme, para imam kepala dan pemimpin Yahudi, imam-imam penyembah berhala, beberapa pemimpin jemaat, dan bertempur dengan banyak kalangan yang menentang dan berusaha meruntuhkan pelayanannya. Ia tidak menghindari konflik, meskipun hal tersebut mengganggu jiwanya dan tak pelak lagi pada awalnya juga menyedihkan dirinya. Kita tidak berani mengambil jalan pintas, tetapi harus mengikuti Tuhan kita yang memikul salib penghinaan ke Golgota.
Hubungan Kerja Yang Lebih Luas
Beberapa fundamentalis merasa terganggu oleh fakta bahwa kelompok persekutuan mereka sangat terbatas karena sikap mereka yang tegas. Mereka bertemu dengan orang-orang dari kalangan Injili Baru yang menarik dan menyenangkan dan bertanya-tanya mengapa mereka tidak boleh bersekutu dan bekerjasama dengan mereka, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan theologis dan metodologi yang penting. Dalam persekutuan mereka, Injili Baru melampaui banyak denominasi dan jalur theologis, dan "gerakan kebebasan" ini kelihatannya menarik beberapa fundamentalis. Seorang pengajar Alkitab keliling yang terkenal ditanya oleh seorang sahabat saya, mengapa ia tidak pernah membahas masalah separasi atau tentang masalah Injili Baru di dalam konferensi besar dimana ia menjadi pembicaranya. Orang itu menjawab, "Itu akan menutup banyak pintu". Injili Baru memiliki banyak pintu kesempatan yang terbuka bagi mereka hanya karena mereka tidak mau secara terbuka membicarakan masalah-masalah "sulit" yang mungkin menyebabkan pintu-pintu tersebut tertutup. Kesetiaan pada kebenaran dapat menyebabkan seseorang mengalami kesepian yang mendalam. Paulus, yang gelisah di dalam jiwanya, mengatakan, "semuanya meninggalkan aku" (II Tim. 4: 16). Betapapun kesepian yang dialaminya, namun Allah tetap menyertainya!
Daya Tarik Lebih Besar Bagi Orang Banyak
Injili Baru membombardir kaum fundamentalis dengan tuduhan bahwa pendirian fundamentalis terlalu sempit dan cenderung menolak orang daripada menarik orang. Orang-orang yang berjejer di hadapan kita yang dijadikan model keberhasilan pertumbuhan gereja hampir semuanya berasal dari kalangan Injili Baru. Tidak heran jika para fundamentalis muda bertanya-tanya apakah mereka juga harus mengadopsi posisi Injili Baru, karena jelas mereka kelihatannya berhasil. Para pengkhotbah harus selalu ingat bahwa tugas mereka bukanlah untuk menjadi populer atau sukses, tetapi setia. Pandangan populer dari kebanyakan orang (bahkan fundamentalis) adalah konsep bahwa jika seseorang benar-benar dipenuhi Roh, maka ia akan mendirikan pekerjaan yang besar dan berhasil. Sementara di dalam pemeliharaan Tuhan, ada yang dapat mencapai hal ini, namun tidak semua akan mencapainya. Alkitab penuh dengan contoh orang-orang yang dengan setia mengikuti Tuhan, namun tidak berhasil dalam ukuran manusia. Yohanes Pembaptis dalam waktu yang singkat sangat berhasil, dan banyak orang bertobat dan dibaptis karena khotbahnya. Tetapi masa sulit melanda dirinya. Para pengikutnya mulai berkurang, dan akhirnya nyawanya dicabut oleh musuh-musuhnya. Namun ia menerima penghargaan yang tinggi dari Kristus yang menyebutnya "utusanKu" dan menyatakan bahwa tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis (Mat. 11: 10-11). Setiap hamba Allah yang setia kepada Tuannya, akan menerima apa yang menjadi haknya dari Tuannya. Ada orang yang sangat sukses dalam pandangan mata manusia dan menerima penghargaan, diundang untuk memberi ceramah tentang keberhasilannya, dan dihormati di dalam kalangan gerejawi. Di lain pihak, ada juga orang yang sama-sama setia, namun mengalami banyak kegagalan dan kesulitan, tidak pernah menghasilkan pekerjaan yang dianggap signifikan, bisa juga sepanjang pelayanannya sangat terbelakang. "Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga" (Yoh. 3: 27). Kita tidak boleh mengkompromikan kebenaran Allah dengan mengubah sesuatu yang tidak Allah kehendaki dalam diri kita. Kita harus bekerja untuk kemuliaan Allah tanpa memikirkan kepentingan diri.
Persepsi Bahwa Injili Baru Lebih Mengasihi
Ada seorang pemuda yang selama bertahun-tahun menjadi anggota sebuah gereja fundamentalis yang secara mendadak keluar dan bergabung ke sebuah jemaat Injili Baru. Ketika ditanyakan apa alasannya, sang gembala diberitahu bahwa Injili Baru jauh lebih mengasihi dibandingkan dengan fundamentalis, dan pemuda tersebut tertarik dengan alasan itu. Tidak ada pihak yang dapat memonopoli kasih, dan tidak diragukan bahwa banyak jemaat fundamentalis yang dapat semakin meningkatkan kasihnya kepada Tuhan, kepada sesama, dan kepada orang-orang dimana mereka hidup. Namun apa yang dipersepsikan dengan kasih dalam kenyataannya adalah kompromi. Banyak yang kacau dengan keterbukaan terhadap berbagai sikap doktrinal, gaya hidup, selera musik, dan metodologi sebagai suatu perwujudan kasih Kristen. Artinya, jika seseorang lebih terbuka dan lebih lunak, maka ia lebih mengasihi. Namun konsep ini tidak ada dasarnya di dalam Alkitab. Kebenaran dan kasih tidak dapat dipisahkan. Keduanya berjalan seiring dan saling mendukung. Ada yang percaya bahwa jika seseorang benar-benar mengasihi, maka ia tidak akan mencela maupun menilai negatif posisi pihak yang lain. Karena Injili Baru bersikap demikian, maka mereka dianggap lebih mengasihi daripada kaum fundamentalis, lebih baik, lebih ramah, dan lebih toleran. Tetapi kasih Allah bisa membenci, kelihatannya sungguh aneh. "Hai orang-orang yang mengasihi Tuhan, bencilah kejahatan" (Mzm. 97: 10). Kita harus "mengasihi di dalam kebenaran" (II Yoh. 1). Orang yang sungguh-sungguh memiliki kasih illahi akan mengecam kejahatan dan mengungkapkan kesalahan. Banyak kalangan secara salah mengartikan sikap menolak bicara terus-terang sebagai perwujudan kasih.
Secara Bertahap Tergelincir Ke dalam Injili Baru
David Beale memberi peringatan kepada mereka yang menyandang nama fundamentalis, namun pada dasarnya filosofi pribadi mereka adalah Injili Baru. "Berbeda dengan kaum Fundamentalis masa kini, mereka tidak menghargai pembelaan iman yang militan dan doktrin serta praktek kekudusan yang sepenuhnya sebagai sesuatu yang pada hakekatnya fundamental".[1] Dengan kata lain, ada fundamentalis yang telah berubah atau menjadi Injili Baru. Sebenarnya beberapa di antara mereka mengadopsi filosofi Injili Baru, sementara mereka juga masih menyatakan bahwa mereka bukan Injili Baru. Permasalahan utamanya adalah: Ketika berbicara mengenai Injili Baru, banyak fundamentalis yang merujuk kepada posisi dan tulisan orisinil dari para pendiri Injili Baru yang mula-mula, seperti Carl Henry dan Harold Ockenga. Baik sengaja maupun tidak sengaja, mereka benar-benar menolak pemikiran para pemimpin mula-mula tersebut, mereka tidak mau mengakui versi Injili Baru yang 'diperbaharui' itu. Lebih aman mencaci pengajaran dari mereka yang secara historis telah jauh di belakang daripada mengecam mereka yang saat ini sedang merundung gereja.
Dalam Institusi-institusi Pendidikan
Sekolah-sekolah tinggi Kristen dan seminari theologis memiliki dampak yang hebat terhadap gereja secara keseluruhan. Jemaat-jemaat lokal mencerminkan posisi dan sikap theologis yang mereka peroleh di sekolah-sekolah. Liberalisme theologis menyebar bagai virus ke seluruh gereja yang terkenal oleh para pengajar fasik dari sekolah-sekolah yang didukung oleh persembahan dari umat Allah. Demikian juga Injili Baru menyebar melalui pengaruh sekolah-sekolah dimana para pendukungnya mengajar. Dalam sebuah artikel penerangan berjudul "New Evangelical Churches Promoting Ecumenical Spirit" ("Gereja-gerja Injili Baru Menyebarkan Semangat Ekumenis"), seorang reporter menggambarkan latar-belakang pendidikan dari seorang gembala Injili Baru lokal: "Sebagian besar pembelajarannya diperoleh ketika sedang menyelesaikan program kedoktorannya di sebuah seminari inter-denominasi di Illinois ... Disana ia belajar untuk menghargai berbagai ketegangan Kekristenan. 'Menerima orang yang berasal dari berbagai tradisi bukanlah hal yang bisa terjadi dalam semalam'. Tetapi lambat-laun 'prasangka' luntur".[2]
Sayangnya, apa yang dianggap sebagai menghilangkan "prasangka" itu sesungguhnya merupakan pengikisan keyakinan alkitabiah. Ketika memperingati orang-orang yang berpura-pura, Schaeffer menyatakan hasil pengamatannya, "Mereka seharusnya tidak bersembunyi di balik institusi-institusi Kristen yang dibangun oleh kaum orthodoks Kristen, yang dipertahankan dengan darah, keringat, dan air mata perjuangan selama bertahun-tahun, kemudian menggunakan institusi-institusi tersebut untuk mendukung pandangan yang dapat mengguncang para pendiri institusi-institusi tersebut di alam baka".[3] Banyak pendiri sekolah-sekolah yang dulunya fundamentalis akan sungguh bersedih jika kembali dan mendapatkan apa yang diajarkan di institusi-institusi tersebut masa kini.
Beberapa institusi fundamentalis telah berubah posisi menjadi kompromistis karena tekanan keuangan. Secara historis, sekolah tinggi dan seminari fundamentalis harus berjuang dalam masalah keuangan. Ketika tekanan tersebut memuncak, para pengurus sekolah mempertimbangkan bagaimana mereka dapat menyelamatkan institusi. Mereka merasa harus memperluas basis pendukung mereka. Untuk itu mereka harus melonggarkan posisi mereka untuk menarik kelompok yang lain. Lambat-laun "perluasan" ini, tentu saja dalam segala hal, tampil atas nama penerangan dan perkembangan.
P
endidikan dari staf pengajar yang terus-menerus bisa menjadi 'tumit Achilles'¨ bagi sebuah sekolah fundamentalis. Agar bisa mengembangkan status akademik mereka, sekolah tinggi maupun seminari mendorong anggota-anggota staf pengajar mereka untuk mengejar gelar lanjutan. Kebanyakan sekolah-sekolah yang menawarkan gelar-gelar tersebut berasal dari kelompok Injili Baru. Sementara beberapa staf pengajar mampu belajar di institusi-institusi tersebut dan masih tetap memelihara keyakinan separatisnya, tetapi banyak yang tidak demikian. Banyak sekali institusi separatis yang mengaku fundamentalis yang terus-menerus dikompromikan oleh para staf pengajar yang pikirannya telah terkontaminasi oleh pandangan Injili Baru ketika mereka mengikuti program master dan doctor mereka.
Penekanan pada pemilikan gelar akademik yang bergengsi telah menghancurkan banyak institusi. Melalui pengalaman menjadi ketua sebuah sekolah tinggi Kristen dan juga ketua tiga seminari selama bertahun-tahun, penulis sangat memahami pentingnya kredibilitas akademik. Namun terlalu banyak pengurus institusi yang mengaku fundamentalis yang lebih tertarik untuk mengisi fakultasnya dengan para Ph.D daripada mencari orang-orang yang memiliki keyakinan doktrinal dan kerohanian yang mendalam. Banyak orang (bukan semuanya) yang memiliki gelar akademik yang tinggi, namun tidak memiliki komitmen pada separatisme fundamentalis. Mereka lebih tertarik dengan pekerjaan dan jauh lebih senang menyesuaikan keyakinan mereka dengan model yang cocok. Untuk mempertahankan sekolah fundamentalis yang kuat dibutuhkan anggota-anggota staf pengajar yang berdedikasi, yaitu orang-orang yang yakin dari dalam hatinya dan percaya dengan posisi institusinya dan tidak ragu mengindoktrinasi mahasiswa mereka menurut cara yang benar dari Tuhan. Injili Baru tidak mau mengindoktrinasi. Mereka mencemooh pihak yang mereka namakan "mentalitas sekolah Alkitab", yang mengemukakan sikap doktrinal khusus kepada para mahasiswa sebagai sesuatu yang otoritatif, bukan tentatif. Beberapa pengurus sekolah yang dahulunya fundamentalis mengembangkan pendekatan seperti itu ke dalam pendidikan, dan mengira diri mereka "progresif" serta mengajar para mahasiswa untuk berpikir, bukan menerima saja apa yang diajar oleh para dosen. Kita sepakat dengan upaya untuk membuat para mahasiswa berpikir. Tetapi mengembangkan proses pemikiran adalah bertentangan dengan pengajaran yang otoritatif.
Sekolah-sekolah yang mengaku fundamentalis dapat dilemahkan secara bertahap karena tidak memiliki suatu petunjuk sistematik yang diwajibkan mengenai kesalahan penyesatan seperti Injili Baru. Para pemimpin akademik kerapkali mempunyai asumsi, bahwa anak-anak muda yang datang ke institusi-institusi separatis telah mempunyai pengetahuan tentang sejarah dan fondasi alkitabiah mengenai gerakan separatis, padahal tidak. Beberapa tahun yang lalu seorang pengamat mengatakan, "Anda tidak bisa mempertahankan suatu sikap tanpa memiliki orang-orang cukup terlatih". Anak-anak muda dalam sekolah-sekolah separatis kita yang akan menjadi pemimpin jemaat-jemaat lokal kita di masa depan harus dipaparkan alasan-alasan adanya separatis.
Kebanyakan sekolah tinggi dan seminari masih memerlukan chapel. Namun banyak chapel terutama telah kehilangan pengajaran tentang separasi gerejawi (ecclesiastical separation). Sementara di satu sisi, kita tidak boleh menyajikan instruksi tersebut dengan keras, di sisi yang lain kita juga tidak boleh mengabaikan masalah tersebut. Para pemimpin institusi harus terus-menerus memberikan pengajaran mengenai pokok masalah ini, dan para pembicara tamu yang berkompeten juga harus didukung untuk melakukan hal yang sama. Banyak sekali institusi yang menyatakan diri kelompok separatis yang fundamentalis, tetapi permasalahan tersebut tidak pernah dibahas.
Sebuah institusi tidak lebih kuat dari para pengajarnya. Sebuah institusi separatis dapat memiliki staf pengajar yang mempunyai simpati tersembunyi terhadap Injili Baru. Puji Tuhan karena adanya kelompok pengajar yang melayani dengan penuh pengorbanan di dalam institusi-institusi separatis yang fundamentalis. Kebanyakan dari mereka merupakan pendukung penuh posisi dari institusi tersebut. Namun barangkali tidak semuanya demikian. Beberapa di antaranya merupakan pencari-kerja yang secara luar tidak membantah apa saja yang diminta agar mendapat pekerjaan, tetapi akan marah di dalam hati dengan sikap tegas mengenai separasi alkitabiah. Orang-orang demikian bisa memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap para mahasiswa. Hal ini tidak selalu terletak pada apa yang mereka katakan, namun terletak pada apa yang tidak mereka ucapkan. Kebanyakan suatu institusi yang mempunyai sikap yang tegas secara bertahap akan mengalami erosi dari para staf pengajar yang tidak memiliki komitmen sikap alkitabiah.
K
etidakmampuan membedakan Injili Baru yang historis dengan bentuk Injili Baru masa kini melemahkan kesaksian banyak sekolah theologi. Jika seorang gembala ditanya tentang sikap institusinya mengenai Injili Baru, ia akan menyatakan bahwa mereka berseberangan. Namun berdasarkan diskusi yang lebih mendalam kerapkali ditemukan bahwa institusi tersebut tidak benar-benar menentang Injili Baru yang kontemporer. Seperti yang sudah kita amati, Injili Baru telah bergerak terlalu jauh dari bentuk aslinya. Sekolah-sekolah separatis masa kini harus menyadari pernyataan Injili Baru masa kini, menjaga perbatasan dari gangguan mereka, dan siap-siap menghadapi peperangan yang militan dengan mereka.
Berbicara tentang militansi, perlu dicatat bahwa banyak institusi yang takut dianggap terlalu negatif atau suka berperang. Saya ingat ucapan seorang dekan dari sebuah sekolah fundamentalis pada suatu kesempatan, "Kami adalah sebuah sekolah separatis, tetapi kami tidak militan". Namun apa yang dikatakan oleh Rolland McCune sungguh benar ketika ia menyatakan, "Fundamentalisme yang historis senantiasa berkarakteristik militansi ... Militansi adalah berkaitan dengan keagresifan dan ketegasan".[4] Marsden memberi komentar, "Perbedaan utama antara fundamentalisme dengan injili mula-mula adalah kemilitanan mereka terhadap theologi modernis dan perubahan kultural".[5] Sikap (posisi) alkitabiah tidak mungkin dipertahankan tanpa militansi. Ketika pelayanan rasul Paulus sudah hampir selesai di dunia, ia menulis, "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik" (II Tim. 4: 7). Seluruh hidup dan pelayanannya dipenuhi dengan peperangan. Ia meletakkan baju zirahnya dan masuk ke hadirat komandan yang memimpinnya. Militan tidak berarti buruk, berkata-kata kasar, atau bermaksud jahat. Ketidakpahaman atas kebenaran ini menyebabkan beberapa kalangan menghina istilah "militan". Tidak ada yang lebih mengasihi daripada Rasul Paulus, namun tak ada yang lebih berani dan spesifik di dalam pertahanan iman dibandingkan dengan dirinya.
Dalam Persekutuan, Perkumpulan, atau Denominasi Gereja
Sementara banyak gereja lokal yang sama sekali tidak berafiliasi dengan suatu kelompok, gereja-gereja yang lain merupakan sebuah bagian dari suatu persekutuan gereja-gereja metropolitan, regional, negara atau nasional. Beberapa persekutuan nasional dirujuk sebagai "denominasi", walaupun tidak semua kelompok tersebut menyetujui istilah tersebut.
Ada keuntungan yang bisa diperoleh dari persekutuan antar-gereja, namun ada juga bahaya-bahaya yang potensial. Pada saat kesalahan mulai merasuk ke dalam kelompok gereja yang teroganisir, para anggota gereja lebih mudah terkontaminasi. Para pemimpin organisasi gereja merasa sulit untuk mengakui bahwa ada sesuatu yang keliru. Jika mereka mengaku, maka hal itu akan mempengaruhi kepemimpinan mereka dan menunjukkan bahwa mereka ceroboh. Oleh karena itu, para pemimpin akan ngotot menyangkal bahwa telah terjadi perubahan. "Kami tetap dalam posisi di tempat dimana kami selalu berdiri" menjadi ikrar yang memastikan. Sementara setiap pengamat yang obyektif dapat melihat jelas bahwa pendirian dari organisasi itu telah berubah, orang-orang yang bersungguh-sungguh melindungi citra kelompok tersebut dengan tegas akan menolak fakta tersebut. Sayangnya, para pemimpin dari beberapa organisasi yang telah disusupi oleh pemikiran Injili Baru begitu setianya dengan badan dimana mereka menjadi bagian, sehingga mereka buta dengan pergeseran yang semakin meningkat yang jelas terlihat oleh orang lain. Kita teringat dengan jemaat di Laodikia yang benar-benar lupa diri dengan kesesatan rohani yang dialaminya dan dengan yakin menyatakan bahwa mereka "tidak kekurangan apa-apa" (Why. 3: 17).
Injili Baru bisa masuk lewat pintu belakang persekutuan gereja dengan menumpang dalih toleransi terhadap perbedaan. Kerapkali juga diserukan untuk lebih terbuka. Mereka yang menyerukan agar lebih taat kepada standar alkitabiah diperingati dengan sungguh-sungguh bahwa hal tersebut akan melanggar "kebebasan jiwa" atau "otonomi gereja". Beberapa persekutuan gereja yang secara historis memegang teguh separasi alkitabiah telah dirusak oleh argumentasi seperti itu. Orang-orang yang memeang konsep dan praktek Injili Baru (walaupun mereka tidak menyebut dirinya demikian) diperbolehkan tetap di persekutuan, dan, lebih serius lagi, ditempatkan dalam posisi kepemimpinan yang dapat mempengaruhi yang lain.
Ketika muncul kritik dari suatu organisasi yang menunjukkan ketidakkonsistenan beberapa saudara di dalam kelompok, para pemimpin kelompok akan mengeluarkan peringatan sebagai "melukai tentara sendiri". Peringatan ini seringkali disertai dengan dalih untuk melupakan perbedaan-perbedaan yang tidak penting dan bersatu di dalam tugas penginjilan dunia. Namun, apa yang dipandang sebagai "perbedaan-perbedaan tidak penting" bisa saja menjadi perbedaan-perbedaan yang kritis. Gangguan filosofi dan praktek asing dan tidak alkitabiah yang dibawa masuk oleh beberapa laskar Tuhan harus ditentang.
Loyalitas kuat dalam persekutuan gereja dapat membutakan seseorang dari tanda-tanda jelas kelemahan yang semakin berkembang di dalam kelompok itu. Saya ingat bertahun-tahun yang lalu ketika beberapa di antara kami melawan serangan Injili Baru ke dalam gerakan Baptis Konservatif. Dalam konvensi tahunan kami di Detroit, Charles Woodbridge diminta untuk membahas masalah Injili Baru. Dengan bagus ia melukiskan sumber-sumber, perkembangan, dan karakteristik gerakan tersebut. Ketika sedang turun menggunakan sebuah elevator selesai pembahasan tersebut, seorang pemimpin seminari dan salah seorang jurubicara utama Injili Baru di dalam gerakan Baptis Konservatif ditanya apa pendapatnya mengenai pembahasan Woodbridge. Ia menjawab, "Ia memiliki banyak hal yang menarik, tetapi tidak satupun cocok dengan persekutuan Baptis Konservatif kita". Sebenarnya permasalahannya adalah, pada saat itu Baptis Konservatif sudah dilubang-lubangi oleh Injili Baru.
A
sumsi yang tidak bisa dipegang sering melemahkan kelompok-kelompok. Karena mereka didasarkan pada prinsip-prinsip separatis, banyak kelompok mengasumsikan bahwa semua anggotanya memahami dan menerima prinsip-prinsip itu. Sebenarnya tidak selalu demikian. Perlu petunjuk-petunjuk yang diberikan dengan tekun dan terus-menerus untuk menanamkan kebenaran ke dalam pikiran para generasi penerus. Allah sangat empati terhadap bangsa Israel, sehingga mereka dapat melihat bahwa setiap generasi diajarkan Firman Allah: "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun" (Ul. 6: 7). Jelas nasehat ini sesuai dengan petunjuk di dalam prinsip-prinsip separatis seperti halnya dengan semua kebenaran Firman Allah yang lain. Namun ada yang mempunyai gagasan, bahwa peperangan iman telah selesai dan bahwa kini kita bisa meneruskan hal-hal yang lain.
Nabi besar Elia merupakan seorang separatis yang terang-terangan. Tak ada persekutuan yang bisa ia ikat dengan Ahab yang sesat dan isterinya Izebel yang licik. Demikianlah, ketika Ahab bertemu dengan musuhnya itu, ia bertanya, "Engkaukah itu, yang mencelakakan Israel?" (I Raj. 18: 17). Sungguh suatu ironi! Disitu berdiri orang yang membawa bangsa Israel ke dalam penyembahan Baal, mendirikan tempat-tempat pemujaan illah-illah berhala yang menjijikkan, "sehingga ia menimbulkan sakit hati Tuhan, Allah Israel, lebih dari semua raja-raja Israel yang mendahuluinya" (I Raj. 16: 33). Namun tetap ia berani menyebut Elia sebagai 'biang kerok'. Orang-orang yang merupakan "nabi" rohani di dalam organisasi Kristen, yang menentang kecenderungan dan kompromi yang berbahaya, jarang yang populer dengan para pemimpin. Mereka dianggap sebagai 'biang kerok', 'tidak peka', 'tidak kooperatif', dan 'hiper-fundamentalis'. Memang benar ada sementara orang yang terlalu teliti sampai hal yang sekecil-kecilnya dan menjadi 'detektif hal-hal sepele', fakta ini tidak bisa digunakan untuk menyangkal keprihatinan yang sudah semestinya dinyatakan oleh mereka yang memiliki bukti sah atas pergeseran permasalahan yang penting. Memang benar, "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik" (I Kor. 15: 33). Martyn Lloyd-Jones memperingatkan , "Waspadalah dengan siapa anda berkumpul jika anda ingin berdiri teguh di dalam iman. Anda harus menghindari pengajaran sesat, menghindari kesalahan, menghindari praktek yang salah".[6] Penulis yang lain mengemukakan penelitian yang menarik: "Agar orthodoksi tetap tertutup rapat, maka harus ada 'kesadaran pencemaran' yang tinggi dan kemampuan untuk menolak pencemaran itu ketika tatanan moral dilanggar".[7] Banyak organisasi yang merasa tidak mungkin memelihara kemurnian mereka. Mereka tidak mampu "menolak pencemaran".
Dalam Badan-badan Misi
Ribuan misionari telah dikirim ke seluruh dunia melalui perwakilan badan-badan misi yang beriman pada Alkitab. Banyak badan misi beriman yang lahir dari konflik fundamentalis-modernis ketika kaum fundamentalis menolak pengaruh liberal di dalam berbagai denominasi dan mendirikan badan-badan independen yang bersih dari kendali denominasi sebagai saluran untuk mengirim misionari-misionari yang benar ke dalam ladang dunia. Namun, badan-badan misi itu tunduk pada seruan Injili Baru. Badan-badan yang pernah berdiri teguh di dalam posisi fundamentalis telah menyerah pada tekanan waktu dan juga menganut atau menjadi toleran terhadap Injili Baru.
T
ekanan finansial yang tak pernah selesai menyebabkan mereka mencari dukungan yang lebih luas sehingga memperlunak posisi mereka untuk menarik lebih banyak pribadi dan gereja. Para pemimpin harus senantiasa waspada dengan godaan yang halus untuk mengkompromikan suatu sikap demi mengisi koper seseorang. "Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu" (Mat. 6: 32). Selanjutnya dalam perikop yang sama, Kristus menghubungkan pekerjaan "kebenaran" dengan ketersediaan "semuanya itu" (kebutuhan material: Mat. 6: 33). Kewajiban utama kita bukan berusaha untuk mendapatkan kebutuhan material kita, tetapi memuliakan Allah dan melakukan yang benar. "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus" (Fil. 4: 19). Allah akan memelihara kita sementara kita taat kepada FirmanNya.
P
enerimaan mahasiswa dari sekolah-sekolah non-separaris dapat melemahkan struktur badan misi. Memang benar bahwa kadang-kadang para mahasiswa komit sebagai separatis, walaupun posisi institusi yang mereka ikuti itu lemah, hal ini merupakan suatu pengecualian dan bukan merupakan ketetapan. Badan-badan misi harus waspada dengan orang yang akan mereka tunjuk. Empat tahun belajar di dalam sebuah institusi yang kepemimpinan dan para pengajarnya bukan fundamentalis yang kuat akan membawa dampak, bahkan terhadap para mahasiswa yang terbaik dan paling berdedikasi sekalipun. Efek merugikan dari pendidikan demikian tidak bisa dihilangkan dalam beberapa jam kuliah seminar orientasi atau wajib baca beberapa buku. Oleh karena calon misionari yang potensial sama halnya dengan susunan umum badan misi dan menyetujui pernyataan doktrinalnya, maka mereka setuju saja dengan sikap separasinya yang ada saat ini, meski mereka tidak sungguh-sungguh memahaminya dan segala implikasinya. Ketika mereka menerima pelayanan di negara lain dan menghadapi masalah kritis, mereka tidak tahu bagaimana harus bersikap.
P
enjajaran yang tidak bisa diterima dan tidak bijak dengan kelompok-kelompok kompromi dapat menghancurkan kesaksian badan misi kaum separatis. Penjajaran tersebut bisa terjadi di dalam negeri maupun di ladang misi. Agar bisa memberikan pelayanan atau untuk memenuhi kebutuhan tertentu, kadang-kadang pemimpin misi membentuk hubungan kerjasama dengan organisasi-organisasi tertentu yang tidak sepaham, namun membantu memberikan kemudahan. Misi tersebut dapat menimbulkan pertanyaan dari para gembala dan gereja-gereja pendukung. Hal ini juga bisa menimbulkan permasalahan yang mengesalkan para misionari di lapangan yang keyakinannya tidak mengizinkan mereka untuk menjangkau lebih jauh dari tuntutan misi mereka demi persekutuan. Haruskah mereka mengkompromikan keyakinan mereka demi persatuan misi, atau haruskah mereka berbicara untuk mengoreksi keadaan sehingga mempertaruhkan aliensi sekutu misionari mereka seperti para pemimpin misi dan akhirnya mereka mungkin menarik diri dari misi? Hal ini merupakan permasalahan yang nyata bagi berbagai misionari. Karena badan misi mereka mengadopsi semangat kompromi, beberapa hamba Tuhan yang setia terpaksa harus mengambil keputusan yang menyakitkan dan meninggalkan badan yang telah mereka layani bertahun-tahun itu. Sementara ada yang menganggap bahwa perjuangan menentang Injili Baru berasal dari "Barat" sehingga tidak begitu relevan dengan badan misionari yang mendunia, hal ini tentu tidak benar. Penyimpangan doktrin dan praktek Firman Tuhan jelas membawa dampak terhadap pekerjaan penyebaran Amanat Agung.
Pemilihan atau penunjukan anggota-anggota badan misi yang lemah bisa membahayakan posisi sebuah perwakilan misi. Banyak orang "baik" yang memiliki perhatian pada misi dan siap melayani dalam sebuah badan misi. Namun, mungkin mereka tidak terlalu militan dan siap dalam masalah separasi gerejawi (ecclesiastical separation). Sebelum mendaftarkan seorang anggota badan misi, kita harus mengetahui catatan sepak-terjangnya. Apakah ia seorang separatis yang konsisten dan terang-terangan? Apakah ia terbukti memiliki keyakinan yang kuat? Banyak gembala dan orang biasa dimasukkan ke dalam badan misi karena mereka memimpin gereja-gereja besar dan makmur, atau karena mereka berpengaruh dan kaya. Kerapkali keyakinan mereka mengenai separasi kurang diperhatikan.
Dalam Jemaat Lokal
Dengan jelas Alkitab mengatakan bahwa gereja lokal adalah "tiang penopang dan dasar kebenaran" (I Tim. 3: 15). Pekerjaan Tuhan pada masa dispensasi kasih karunia ini dibebankan melalui perantaraan gereja lokal. Karena itu wajarlah Iblis akan berusaha dengan cara apapun untuk menyelewengkan dan melemahkan gereja lokal.
P
ara gembala yang tidak tahu atau acuh tak acuh pasti ikut dalam menyebarkan prinsip-prinsip Injili Baru kepada jemaat-jemaat lokal. Banyak gembala yang tidak pernah dibukakan tentang pengajaran mengenai masalah tersebut di sekolah tinggi dan seminar, sehingga mereka tidak tahu tentang sifat dan bahaya Injili Baru. Bahkan beberapa yang sudah pernah dibukakan mengenai pengajaran tersebut juga berpaling untuk memegang pemikiran Injili Baru. Jelas sebuah jemaat lokal akan mencerminkan pengajaran dari gembalanya. Banyak gereja yang dahulu merupakan pusat-pusat fundamentalis yang kuat kini secara bertahap merosot pendiriannya karena kepemimpinan yang lemah.
Banyak gembala yang sangat tertekan oleh anggota-anggota jemaatnya. Di antara anggota-anggota tersebut kemungkinan pindah dari gereja lain yang berpaham Injili. Yang lainnya terpengaruh oleh tulisan-tulisan Injili Baru yang sedang beredar. Ada lagi yang masih memiliki sahabat-sahabat yang memiliki kecenderungan Injili Baru. Banyak juga yang terpengaruh oleh stasiun radio Kristen lokal yang menyajikan pengajaran dan musik Injili Baru. Gembala separatis kerapkali merasa dirinya terkepung oleh kekuatan asing ketika berusaha menuntun jemaatnya ke arah yang benar. Banyak gembala merasa harus mengundurkan diri karena merasa tidak ada kepemimpinan gereja yang menyertai mereka ketika mereka berjuang menentang filosofi Injili Baru.
Seperti yang sudah kita singgung, afiliasi sebuah gereja lokal bisa menjadi sebuah berkat ataupun sebuah kutuk. Beberapa gereja baru menyadari mereka ada di dalam asosiasi gereja, padahal mungkin mereka sudah bertahun-tahun disitu. Namun pendirian fundamentalis asosiasi-asosiasi tersebut merosot, dan gereja-gereja yang tercakup di dalamnya terbawa oleh pengaruh buruk. Biasanya sulit membujuk sebuah jemaat untuk keluar dari sebuah kelompok asosiasi dimana mereka sudah lama berada. Posisi gembala akan terancam di dalam gereja tersebut, meski hanya sekedar mengusulkan hal itu. Namun, jika ada tendensi Injili Baru di dalam kelompok itu, maka jemaat-jemaat lokal akan tercemar melalui konferensi antar-gereja, majalah-majalah denominasional atau literatur lain yang mereka gunakan, dan pelayanan para pemimpin di dalam kelompok yang mengunjungi gereja mereka.
Kita telah melihat di bagian terdahulu bahwa obsesi terhadap perkembangan, kebesaran dan sukses menjadi ciri Injili Baru. Salah seorang pendiri mula-mula Injili Baru sendiri menunjukkan permasalahan itu:
Banyak orang injili kini mengukur pertumbuhan dengan patokan jumlah (angka); keistimewaan doktrin dan praktek ditempatkan lebih rendah, sementara kharismatik, Katolik, tradisi dan kelompok-kelompok injili lainnya disambut dengan luas. Perbedaan theologis diperkecil oleh para penerbit dan publikasi injili untuk menjangkau distribusi massal, dengan kemampuan daya tarik injili terhadap khalayak dan bahkan juga dengan festival penginjilan yang berusaha melibatkan sebanyak mungkin orang. Seminar pertumbuhan gereja bahkan melibatkan gereja-gereja "yang tumbuh secara ajaib" yang mengklaim bisa membangkitkan orang mati dan mengulang-kembali segala karunia kerasulan lainnya. Berbagai kebesaran telah menjadi wabah yang menular.[8]
Para gembala fundamentalis, karena terdorong oleh keinginan untuk mendapat pertumbuhan kuantitas, menghadiri "seminar pertumbuhan" yang hampir selalu dilayani oleh Injili Baru. Dalam proses yang disebut bagaimana belajar untuk "mengembangkan" gereja mereka, mereka juga meneguk filosofi-filosofi Injili Baru. Namun mereka melihat tidak ada masalah, karena "cara itu berhasil".
Mungkin penyebab paling dominan yang menimbulkan ketergelinciran ke dalam Injili Baru adalah pengenalan Musik Kristen Kontemporer. Para gembala gereja-gereja besar memberitahukan bahwa kita tidak bisa berharap untuk menarik orang banyak dengan musik gereja yang sudah kuno dan ketinggalan zaman. Kita harus mengubah gaya agar bisa menarik perhatian orang-orang yang tidak kenal Allah. "Kebaktian sering dilaksanakan untuk menghilangkan ketidaknyamanan sehingga mereka mulai menerima agama Kristen sebagai pengaruh yang tegas. Katanya, orang harus keluar dari gereja dengan perasaan yang nyaman, bukannya dipanggil untuk introspeksi diri, pertobatan yang sungguh-sungguh, dan iman kepada Tuhan".[9]
Salah satu cara utama untuk membuat gereja lebih "kontemporer" adalah dengan memperkenalkan musik kontemporer yang menawarkan banyak hal. Tak pelak lagi hal ini secara bertahap membawa pergeseran ke arah lain, sehingga seluruh gereja disusupi dengan gagasan dan program yang asing bagi sikap gereja yang asli.
P
esona terhadap apa yang dinamakan psikologi Kristen masa kini telah menyebabkan banyak jemaat jatuh ke dalam keterlenaan kompromi. Banyak sekali yang telah membahas penekanan ini. Buku-buku yang mendukung pandangan ini banyak sekali. Kita bisa memperoleh ratusan video yang menyajikan berbagai aspek psikologi yang mengaku didasarkan pada prinsip-prinsip Kekristenan. Keasyikan yang tidak pantas dengan masalah ini telah menyeret banyak anak Tuhan keluar dari kebenaran Alkitab yang mantap dan masuk ke dalam alam khayalan manusia yang tercipta dari ketergantungan pada teori psikologis sekuler. Kutipan beberapa ayat Alkitab bukan berarti membenarkan konsep psikologis yang berasal dari pikiran manusia yang belum diselamatkan. Penekanan pada psikologi telah mengakibatkan pikiran umum bahwa Alkitab baru menjadi penting jika sesuai dengan "kebutuhan yang kita rasakan". Hal ini menyebabkan theologi dan pelayanan yang berpusat pada diri manusia, bukan berpusat pada Allah.
Kini muncul suatu perhatian yang semakin marak dan populer di dalam gereja, tetapi berbahaya, yaitu kecenderungan untuk memandang gereja lokal hanya sebagai sebuah naungan persekutuan, bukan sebagai pusat pengajaran theologis. Tentu saja persekutuan Kristen memiliki tempat yang tepat. Namun ia tidak bisa menjadi "tujuan akhir dan menjadi segala-galanya" bagi eksistensi gereja. Banyak orang modern kini mencari "dukungan", bukan keselamatan, pertolongan atas permasalahan sehari-hari, bukan pertumbuhan hidup yang kudus, dan lingkaran kerohanian yang sama, bukannya mencari pengajar rohani yang otoritatif. Perhatian besar dicurahkan bagi perkembangan kelompok-kelompok kecil di dalam gereja untuk memberikan persekutuan yang bermakna bagi orang-orang kudus. Hal ini tidak dengan sendirinya merupakan sesuatu yang buruk, tetapi ia memiliki nada tambahan yang tak menyenangkan.
Yang banyak dicari adalah klub sosial rohani, yaitu sebuah institusi yang menawarkan hubungan yang ramah, namun menghindar dari mempengaruhi orang mengenai cara hidup mereka atau apa yang mereka yakini. Ketika gereja tidak menegaskan sikap orthodoks yang historis, maka orang tertentu yang mungkin bisa dibatasi perilaku pribadinya, tanpa memandang apa yang dipilihnya, maka gereja akan dituduh "tidak mampu" - karena keyakinan gereja ditentukan oleh suara mayoritas atau survei pasar. Para konsumen rohani bukan tertarik kepada apa yang dipertahankan, tetapi kepada apa yang dapat gereja berikan.[10]
Secara historis, gereja-gereja fundamentalis telah mempertahankan sikap yang tegas terhadap keduniawian. Namun kini dihadapan tuduhan bahwa sikap tersebut adalah 'legalistik', semakin banyak gereja memilih berpihak kepada pendapat umum, jika boleh memilih. Para pemimpin gereja telah kehilangan standar kepemimpinan yang melarang merokok dan minuman keras. Larangan tersebut telah diganti dengan pernyataan-pernyataan yang tidak jelas seperti, "Kita harus melakukan segala sesuatu untuk memuliakan Tuhan". Jika guru-guru sekolah minggu merasa mereka sekali-sekali boleh meminum minuman keras "untuk memuliakan Tuhan', maka mereka bisa menggunakan kebebasan Kristen untuk melakukannya. Para gembala yang takut dituduh sebagai "legalis", telah menyerah kepada tuntutan khalayak untuk melonggarkan standar yang tegas.
S
emangat akomodasi umum yang ditunjukkan dalam ekumenisme injili sudah sangat lazim. Sebuah artikel suratkabar yang berjudul, "Gereja-gereja Injili Baru Mengembangkan Semangat Ekumene" dengan jelas menyimpulkan kecenderungan ini:
Kini sebuah semangat ekumenis, kekuatan sama yang telah menarik denominasi-denominasi utama untuk bekerjasama, secara nasional sedang melanda jemaat-jemaat yang lebih injili dan konservatif... Hasil dari ekumenisme adalah saling menerima dan mendukung, dan hal itu menarik lebih banyak anggota, kata para pemimpin. Hal tersebut juga mengaburkan batas-batas denominasional, menarik banyak gereja menjadi lebih dekat kepada denominasi-denominasi utama, dan juga mempermudah orang Kristen untuk pindah dari suatu gereja konservatif ke gereja lainnya, dan dari gereja-gereja utama ke gereja-gereja injili.[11]
Kecenderungan-kecenderungan yang digambarkan di atas jelas terlihat di banyak gereja yang dahulu tidak merasa malu sebagai gereja lokal yang fundamentalis dan separatis. Banyak di antara mereka yang dengan keras menyangkal bahwa mereka bersimpati kepada Injili Baru. "Rambut uban" yang menandakan kemerosotan kekuatan dan kehilangan vitalitas telah muncul, namun "ia sendiri tidak mengetahuinya" (Hos. 7: 9). Kehilangan rohani yang tidak disadari - adalah sesuatu yang paling buruk. Tergelincir dari posisi alkitabiah yang kuat dan tidak menyadarinya merupakan sebuah tragedi dalam dimensi yang amat besar. Mundur, tetapi tidak sadar akan kemunduran itu, merupakan hal yang paling memalukan.
Kesimpulan
Apakah yang harus dilakukan oleh gembala, misionari dan anggota gereja yang ingin memuliakan Tuhan dan yang melihat bahaya maut Injili Baru? Ia harus mengambil "seluruh perlengkapan senjata Allah" dan "tetap berdiri" (Ef. 6: 13). Ini mengimplikasikan bahwa ada sikap yang harus dipertahankan, sebuah sikap wahyu illahi yang tidak boleh digeser. Hal ini mencakup konflik, sebuah peperangan yang tanpa akhir. Ia akan menyebabkan kontroversi dengan orang-orang percaya lain yang tidak berdiri teguh. Kontroversi ini harus berpegang pada kasih karunia Kristen dan dikendalikan oleh Roh Kudus, namun kontroversi tidak mungkin dihindari. Injili Baru merampas keakuratan theologis jemaat Kristus dan menyelewengkan karakter kudusnya. Kaum fundamentalis harus menentang serangan dan menantang pengajaran mereka. Kiranya hal tersebut menyenangkan Tuhan untuk membangkitkan banyak umatNya yang akan berjuang untuk kemuliaanNya.>
[1]David Beale, "In Pursuit of Purity", hal 26 dst.
[2]"New Evangelical Churches Promoting Ecumenical Spirit", Minneapolis Star-Tribune, 28 Mei 1989.
[3]Franky Schaeffer, "Bad News For Modern Man", hal. 80.
¨ Dalam mitologi Yunani, tumit Achilles merupakan bagian yang paling rentan atau lemah untuk diserang musuhnya, padahal Achilles adalah seorang jagoan yang sangat kuat; jadi 'tumit Achilles' merupakan ungkapan dari 'suatu titik terlemah' - penerjemah.
[4]Rolland McCune, "Fundamentalism in the 1980's and 1990's", tulisan yang tidak dipublikasikan, 1990.
[5]George Marsden, "Understanding Fundamentalism and Evangelicalism", hal. 66.
[6]Ian Murray, "David Martyn Lloyd-Jones: The Fight of Faith", hal. 608.
[7]Mary Douglas, "Purity and Danger", hal. 161.
[8]Carl Henry, "Confessions of a Theologian", hal. 387.
[9]Don Matzat, "A Better Way: Christ Is My Worth", Power Religion, diedit oleh Michael Scott Horton, hal. 253.
[10] Charles Colson, "Welcome to McChurch", Christianity Today, 23 Nopember 1992, hal. 30.
[11]
"New Evangelical Churches Promoting Ecumenical Spirit," Minneapolis Star-Tribune.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar