Sabtu, 15 November 2008

Healing Epidemic - Peter Masters & John C. Whitcomb (bagian 2)



2




Penyembuhan Okultisme Melahirkan




Gereja Terbesar Di Dunia



Pengaruh Paul Yonggi Cho



Ini adalah zaman pragmatis, dan jika sesuatu kelihatannya berhasil, orang-orang cenderung akan mengagumi dan menghormatinya. Bahkan orang-orang yang seharusnya lebih mengerti - orang-orang injili yang seharusnya berpikir dengan pedoman Alkitab - juga telah terjebak oleh semangat zaman ini. Jika ada metode baru atau fenomena mengesankan mereka, maka mereka akan berkata, 'Ya, hal yang terjadi ini berhasil dan banyak orang tertarik olehnya. Kenapa harus berusaha keras menyingkirkannya dengan jalan tradisional kita, jika dengan metode tersebut barangkali kita bisa lebih berhasil?'


Ketika sedang serius membaca setumpukan buku mengenai praktek-praktek kharismatik yang beredar baru-baru ini, termasuk kelompok-kelompok rumah, nubuatan dan kesembuhan, penulis mencatat bahwa banyak pendukung hal-hal tersebut sangat terkesan oleh pekerjaan Paul Yonggi Cho, gembala dari gereja terbesar di dunia, The Full Gospel Central Church ('Gereja Pusat Injil Sepenuh') di Seoul, Korea. Mereka benar-benar tidak bisa bungkam tentang dirinya. Bahkan pada saat orang sedang membaca buku-buku tersebut, gereja itu terus membesar; ia berkembang sangat cepat! Jika sebuah buku diterbitkan pada awal tahun 1980-an, penulis menceritakan bahwa gereja terbesar di dunia itu mempunyai 150.000 anggota dengan lebih dari 100 gembala pembantu. Buku terbaru mengatakan sudah 500.000 anggotanya. Gereja tersebut mengklaim ada 17.000 anggota baru perbulan, dan banyak orang injili Barat terpesona dengan informasi ini sehingga tidak sabar untuk merasakan metode Yonggi Cho itu.


Penyembuh Amerika John Wimber adalah salah satu contohnya. Sebelum ikut kesembuhan kharismatik, ia memberikan ceramah tentang pertumbuhan gereja dari gereja ke gereja. Ketika ia mempelajari masalah ini, ia semakin kecewa dengan evangelisme Barat yang kelihatannya tidak efektif jika dibandingkan dengan perkembangan fenomenal yang dialami oleh gereja-gereja kharismatik di negara Dunia Ketiga. Secara khusus ia sangat terkesan dengan pernyataan bahwa diperkirakan 70% dari seluruh pertumbuhan gereja di seluruh dunia dicapai oleh kaum kharismatik. Pertumbuhan luar biasa dari gereja Paul Yonggi Cho menarik perhatiannya, dan ia memang menyatakannya. Wimber menyadari bahwa pertumbuhan gereja ini terletak pada pelayanan tanda-tanda dan mujizat-mujizat, seperti mengusir roh jahat dan kesembuhan yang dramatis, dan ia menyimpulkan bahwa orang Kristen Barat sedang mengalami evangelisme yang tumpul karena mereka takut hidup dan melayani di dalam suatu suasana yang penuh dengan kuasa rohani.


Ia mengatakan - 'Melalui laporan tanda-tanda dan mujizat para mahasiswa Dunia Ketiga dan para misionari, serta melalui pemahaman yang lebih mendalam, bahwa betapa materialisme Barat telah merusak penerimaan hal-hal supranatural orang Kristen, saya mulai membuka hati bagi Roh Kudus. Saya ingin tahu, apakah tanda-tanda dan mujizat dan pertumbuhan gereja seperti yang dialami di negara-negara Dunia Ketiga itu mungkin terjadi di Amerika Serikat? Saya harus menjadi gembala lagi untuk mengetahuinya.'


Antusiasme John Wimber atas pekerjaan Dr. Paul Yonggi Cho diungkapkan dalam catatan seminar-seminarnya, Signs and Wonders and Church Growth ('Tanda-tanda dan Mujizat serta Pertumbuhan Gereja'): 'The Full Gospel Central Church berkembang dengan cepat, karena penekanannya kepadakesembuhan. Ketika Yonggi Cho berdoa untuk orang sakit di dalam kebaktian hari Minggu, banyak yang disembuhkan ...Setelah mereka disembuhkan oleh Allah, mereka menjadi orang Kristen dan penginjil yang baik ... inilah rahasia pertumbuhan gereja FGCC (Full Gospel Central Church).'


Sementara jelas bahwa Paul Yonggi Cho tidak bisa ditempatkan sebagai bapak kesembuhan baru yang tertinggi, tetapi ekspansi gerejanya yang luar biasa telah menyebabkan berbagai gembala dan pemimpin jemaat yang terkesan bertekuk lutut di bawah kakinya. Karena pengaruh 'kesuksesan'nya yang demikian besar terhadap banyak kalangan, dan juga metodenya, maka secara luas ia menjadi lambang bagi mega-gereja lainnya di Amerika Latin, sehingga jelas penting bagi kita untuk membiasakan diri dengan metode-metode tersebut. Buku Paul Cho yang paling terkenal, The Fourth Dimension ('Dimensi Keempat') mengungkapkan theologinya yang menandakan penyelewengan radikal dari Kekristenan yang historis.


Gembala Cho menceritakan bagaimana ia belajar berdoa. Ketika ia mulai menggembalakan jemaatnya di Seoul, ia sangat miskin dan tinggal di sebuah kamar. Kemudian ia ingin tahu apa yang harus dilakukan dengan mencoba bekerja tanpa ranjang, meja dan kursi, atau alat transportasi, dan ia mulai berdoa kepada Allah memohon hal-hal yang diperlukan. Ia sungguh-sungguh memohon sebuah meja, kursi dan sepeda, tetapi setelah enam bulan ia tidak memperoleh tiga benda itu dan ia menjadi sangat berkecil hati. Ia mengatakan -


"Kemudian saya duduk dan mulai menangis. Tiba-tiba saya merasa tenteram, sebuah perasaan yang tenang merasuki jiwaku. Ketika saya merasakannya, sebuah rasa kehadiran Allah, Ia selalu berbicara; maka saya menunggu. Kemudian suara yang hening, kecil, memancar di dalam jiwaku, dan Roh berkata, "AnakKu, Aku sudah lama mendengar doamu."


'Tanpa berpikir saya langsung berujar, "Lalu dimana meja, kursi dan sepedanya?"


'Kemudian Roh berkata, "Ya, itulah masalah yang engkau hadapi dan semua anak-anakKu. Mereka memohon kepadaKu, meminta segala permintaan, tetapi mereka memohon dengan cara yang tidak jelas, sehingga Aku tidak menjawabnya. Apakah kamu tidak tahu bahwa ada lusinan jenis meja, kursi dan sepeda? Namun jelas engkau memohon sebuah meja, kursi dan sepeda kepadaKu. Engkau tidak pernah menyebutkan sebuah meja, kursi dan sepeda secara spesifik."


'Itulah titik balik di dalam kehidupanku ...'


Yonggi Cho menceritakan bagaimana kemudian ia mulai menyebutkan secara spesifik ukuran meja (yang terbuat dari kayu mahogani Philipina), dan jenis kursinya (yang terbuat dari kerangka besi, dengan roda di bawahnya, sehingga ketika ia duduk di atasnya, ia dapat berputar 'bagai seorang jagoan'). Ia berpikir keras dan lama mengenai jenis sepeda yang diinginkannya sebelum ia menentukan jenis yang ideal dan memohon, 'Bapa, saya ingin mempunyai sebuah sepeda buatan Amerika, dengan gigi yang ada di samping ...'


Kemudian ia menceritakan bagaimana ia berdoa untuk kebutuhannya: 'Saya memesan barang-barang tersebut dengan cara yang begitu jelas, sehingga Allah tidak mungkin membuat kesalahan dalam memberikannya. Kemudian saya merasakan iman yang meningkat ... malam itu saya tidur nyenyak bagaikan seorang bayi.'


Paul Cho mengatakan bahwa Allah tidak akan pernah menerima doa-doa yang tidak jelas. Dengan menarik kejadian penyembuhan orang buta Bartimeus, ia menggunakan fakta bahwa Yesus dengan jelas bertanya kepada orang buta ini, 'Apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?' sebagai bukti bahwa Allah mengharuskan kita memohon permintaan-permintaan yang spesifik. Sebelum Bartimeus menyebut dengan spesifik, Yesus tidak menyembuhkannya. Sekilas gagasan permohonan yang sangat spesifik ini tidak merupakan kesalahan terbesar di dunia, namun Paul Cho terus mengajarkan bahwa orang percaya memperoleh permintaan-permintaan spesifik tersebut melalui visualisasi atas benda-benda itu dan kemudian mewujudkannya dengan iman!


Sangat penting untuk memahami hal ini karena disinilah titik dimana perkembangan kharismatik meninggalkan Kekristenan dan menyeberang ke dalam wilayah paganisme. Gagasan-gagasan seperti ini merupakan inspirasi dari gereja terbesar di dunia, yang ditiru oleh begitu banyak kalangan kharismatik Barat. Simak contoh berikut yang diberikan oleh Paul Yonggi Cho. Ketika selesai berkhotbah di sebuah gereja lain yang mengundangnya, ia diminta oleh gembala gereja tersebut untuk mendoakan seorang wanita lajang yang berumur lebih dari tigapuluh tahun, yang ingin menikah, namun saat itu belum menemukan calon suami yang prospektif. Gembala Cho bertanya kepadanya sudah berapa lama ia memohon seorang suami, dan ia menjawab bahwa sudah lebih sepuluh tahun. Kemudian ia berkata, 'Mengapa Tuhan tidak menjawab doamu selama sepuluh tahun lebih ini? Suami bagaimana yang engkau mohonkan itu?' Ia mengangkat bahunya dan menjawab, 'Ya, itu sih terserah kepada Tuhan. Tuhan tahu segala sesuatu.'


Cho menanggapi dengan berkata sebagai berikut: 'Itu adalah kesalahanmu. Allah tidak pernah bekerja sendiri, kecuali melalui dirimu. Allah adalah sumber yang kekal, namun Ia hanya bekerja melalui permohonanmu. Apakah engkau sungguh-sungguh ingin saya berdoa untukmu?' Sambil menyuruh wanita itu duduk dengan kertas dan pensil, ia lanjut bertanya serangkaian pertanyaan: 'Jika engkau menuliskan jawaban-jawaban atas pertanyaanku, maka saya akan berdoa bagimu. Nomor satu: coba, engkau sungguh-sungguh menginginkan seorang suami, tetapi suami bagaimana yang engkau inginkan - Asia, Kaukasus, atau Hitam?'


'Kaukasus.'


'Okey, tuliskan. Nomor dua: Apakah engkau ingin suami yang setinggi enam kaki, atau yang setinggi lima kaki?'


'Saya ingin mempunyai suami yang tinggi.'


'Tuliskan. Nomor tiga: apakah engkau ingin suami yang langsing dan tampan, atau yang gemuk menyenangkan?'


'Saya mau yang kurus.'


'Tulis yang kurus. Nomor empat: kamu ingin suami yang memiliki hobby apa?'


'Ya, yang senang musik.'


'Okey, catatkan yang musikal. Nomor lima: kamu ingin suami yang pekerjaannya apa?'


'Guru.'


'Tutuplah matamu. Kini bisakah engkau melihat suamimu?'


'Ya, saya dapat melihatnya dengan jelas.'


'Okey. Mari kita memohonkannya sekarang. Sebelum engkau melihat suamimu dengan jelas di dalam imajinasimu, engkau tidak bisa memohonkannya, karena Allah tidak akan menjawab. Engkau harus melihatnya dengan jelas sebelum mulai berdoa.'


Gembala Cho kemudian menumpangkan tangan ke atas wanita muda itu dan berdoa, mengatakan, 'O Tuhan, kini ia telah mengetahui suaminya. Saya melihat suaminya. Engkau tahu suaminya. Kami memohonkannya di dalam nama Yesus Kristus.' Kemudian ia menyuruh wanita itu menempelkan spesifikasi calon suaminya pada sebuah cermin di rumah, membacanya pagi dan malam dan berdoa kepada Tuhan agar memberikan jawaban pasti. Ia mengajarkan perlunya mental gigih untuk membayangkan yang diiringi dengan sebuah tekad yang bernyala-nyala dan keyakinan yang kokoh, sehingga tujuan bisa diselesaikan.


Dr. Cho menyebut proses ini: visualisasi tujuan, kemudian menetaskannya dalam wujud nyata dengan kekuatan iman - atau barangkali seperti kekuatan kehendak? Ia mengajarkan bahwa orang-orang percaya boleh meminta kekayaan dan sukses; segala sesuatu yang mereka inginkan sepanjang merupakan hal yang bermoral. Kunci untuk memperoleh hal-hal ini adalah seni mengkhayalkannya, karena Allah tidak dapat mewujudkannya, sebelum sang individu menetaskan gambaran itu. Jelas Dr. Cho 'merapikan' pengajarannya dengan mengatakan bahwa pertama orang harus berdoa kepada Allah mengenai apa yang Dia kehendaki mereka miliki sebelum mengkhayalkan dan menetaskan hal-hal tersebut menjadi kenyataan. Tetapi dalam kebanyakan contoh diberikannya (seperti wanita yang belum menikah itu), ia membuang perlunya merujuk kepada Allah untuk mendapat tuntunan mengenai hal-hal yang detail. Meskipun ia


berusaha memberikan beberapa pembenaran alkitabiah atas gagasan-gagasannya, ia mengatakan bahwa ia lebih dahulu mendapatkannya, karena Allah langsung menyampaikan kepadanya.


Ini merupakan penjelasannya sendiri tentang bagaimana ia memperoleh pengajarannya mengenai menetaskan jawaban atas doa dan penyembuhan penyakit. Ia menceritakan bahwa ia digerakkan untuk menemukan penjelasan tentang bagaimana para rahib Budha di Korea bisa melakukan mujizat yang lebih bagus dibandingkan dengan gereja-gereja Pentakostanya. Ia sangat kuatir karena banyak orang Korea memperoleh kesembuhan melalui meditasi yoga, dan dengan menghadiri pertemuan-pertemuan Soka Gakkai, yakni sebuah sekte Budha Jepang yang beranggota duapuluh juta orang. Menurut Cho, banyak orang tuli-bisu dan buta sudah dipulihkan pancainderanya melalui kelompok-kelompok religius tersebut.


Cho sangat iri dengan keberhasilan yang dimiliki oleh kelompok-kelompok agama lain dalam menarik para pengikutnya itu. Ia menulis: 'Padahal Kekristenan telah ada di Jepang lebih dari seratus tahun, tetapi hanya setengah persen populasinya yang menyatakan sebagai orang Kristen, Soka Gakkai mempunyai jutaan pengikut ...Tanpa melihat mujizat, orang tidak bisa puas bahwa Allah itu berkuasa. Engkaulah [orang-orang Kristen] yang bertanggungjawab untuk memberikan mujizat kepada orang-orang tersebut.'


Gembala-gembala Pentakosta Korea lainnya juga sangat kesulitan dengan penyembuhan-penyembuhan 'berhala' tersebut, karena para anggota gereja awam terus-menerus menyerang minta penjelasan. Jadi, Paul Yonggi Cho yang gelisah berpuasa dan berdoa, mencari Tuhan untuk mohon penjelasan. Penting diperhatikan, bahwa di dalam catatan pencarian pemecahannya, ia tidak pernah menyebut mencari jawaban di dalam Alkitab. 'Tiba-tiba' ia bercerita kepada kita, 'sebuah wahyu yang agung hadir di hatiku... penjelasan-penjelasan muncul dengan jelas bagaikan hari yang cerah.'[1] Dr. Cho menyatakan bahwa Allah yang berbicara kepadanya melukiskan dunia material itu ada di dalam dimensi ketiga. Pada mulanya alam tiga dimensi itu kacau-balau, tanpa bentuk dan hampa, tetapi Roh Allah (Yang dikatakan tinggal di dalam dimensi keempat) terus memikirkan, memvisualisasikan dan menetaskannya sehingga terwujud menjadi bentuk baru yang mengandung keindahan, rapi, berlimpah-limpah dan yang paling utama - kehidupan.


Kemudian Allah berfirman kepada Dr. Cho, bahwa oleh karena semua umat manusia adalah makhluk rohani (seperti juga halnya sebagai makhluk lahiriah), mereka memiliki dimensi keempat di dalam hati mereka, dan dengan mengembangkan seni konsentrasi visi dan mimpi di dalam imajinasinya, mereka dapat mempengaruhi dan mengubah dimensi ketiga (benda-benda material) seperti yang dilakukan Roh Kudus ketika Ia memikirkan bumi yang mula-mula. Menurut Cho, Allah berkata kepadanya bahwa kaum Budhis dan penganut yoga bisa melakukan penyembuhan 'mujizat' karena mereka menyelidiki dan mengembangkan kekuatan dimensi keempat manusianya, membayangkan gambaran kesehatan yang ada di pikiran dan menginginkannya hadir di dalam tubuh mereka. Allah berkata kepadanya bahwa semua umat manusia memiliki kekuatan untuk menggunakan penguasaan yang absah atas alam material melalui kegiatan dimensi keempat ini.


Cho menyatakan bahwa Roh Kudus berkata kepadanya, 'Lihatlah pada Soka Gakkai. Mereka milik Setan ... dan dengan dimensi keempat iblis, mereka menguasai tubuh dan keadaan mereka.' Kemudian Allah mengatakan kepadanya bahwa orang Kristen harus menghubungkan kekuatan rohani dimensi keempatnya kepada Allah sang Pencipta untuk mendapatkan kendali atas keadaan sekitarnya yang jauh lebih besar dari Soka Gakkai. Ia menyimpulkan: 'Soka Gakkai telah menerapkan hukum dimensi keempat dan melakukan mujizat; tetapi dalam Kekristenan hanya bicara tentang theologi dan iman saja!'


Dr. Cho berkata bahwa ketika Paulus berbicara tentang 'pribadi yang di dalam', sebenarnya ia merujuk kepada kekuatan dimensi keempatnya untuk memvisualisasikan benda dan menetaskannya ke dalam kehidupan. (Ia tidak menjelaskan mengapa Paulus sendiri tidak berkata apapun tentang masalah ini, ataupun mengapa Kekristenan harus menunggu 2.000 tahun sebelum hal ini disingkapkan melalui sebuah wahyu pribadi dari Allah kepada Dr. Cho). Pengajaran Paul Yonggi Cho merupakan sebuah sistem pemikiran terhadap benda atau hal (atau lebih jelasnya, imajinasi atas benda).


Dengan terus-terang ia mengakui bahwa sistem itu merupakan sebuah versi yang 'dikristenkan' dengan persis meniru metode-metode sama yang dipraktekkan oleh kaum Budhis, para eksponen yoga, dan pengikut berhala, serta sistem mistik dan okultisme lainnya. Perbedaan satu-satunya adalah kekuatan dimensi keempat mereka yang menerima kerjasama dari iblis, sementara yang Kristen dianggap memperoleh pertolongan dari Roh Kudus. Ia mengatakan bahwa sepanjang kita mempertahankan pikiran kita dari gagasan yang bodoh dan salah, kanvas imajinasi kita akan tetap bersih untuk dilukis Roh Kudus dengan benda-benda yang kita inginkan. Dengan kata lain, tuntunan Allah langsung akan datang tepat ke dalam pikiran kita. Sekali kita menerima komunikasi langsung ini - yang secara literal merupakan kehendak Allah atas apa yang akan kita miliki dan lakukan - maka kita harus mengaktifkannya dengan kekuatan fantasi dan mimpi kita. Dr. Cho meringkasnya dengan berkata - 'Keberhasilan atau kegagalan anda tergantung kepada pemikiran dimensi keempatmu: visi dan mimpi. Kita melihat prinsip ini bekerja sejak permulaan Alkitab.'


Abraham dinyatakan sebagai sebuah contoh dari proses ini. 'Bagaimana mungkin seorang pria berumur seratus tahun menjadi bapak keturunan yang demikian banyak?' tanya Paul Cho. 'Ia menggunakan pemikiran dimensi keempat. Ia dipenuhi visi dan mimpi. Ia belajar menetaskan di dalam iman ... Dengan mengawasi setiap petunjuk, ia mengisi imajinasinya secara konkrit dengan janji Allah. Ia tidak disuruh memejamkan mata ketika Allah berbicara kepadanya. Ia mencari sesuatu yang konkrit dan substantif... Jadi Allah mengharap kita juga aktif dalam menetaskan iman kita dengan memvisualisasikan hasil akhir atas janjiNya.'


Dr. Cho membuat pernyataan tegas yang mengherankan bahwa Allah menunjukkan teknik visualisasi dan inkubasi (penetasan) ini kepada Yakub agar ia bisa memperoleh kekayaan dari pamannya, Laban. Ketika Yakub berusaha membuat domba-domba 'berbintik-bintik' dengan dahan hijau dari pohon hawar, pohon badam dan pohon berangan, ia berdiri memandangnya, memvisualisasikan anak-anak domba yang berbintik-bintik dan berbelang-belang. Dengan memvisualisasikan sasaran yang diinginkan, Yakub mengaktifkan Roh Kudus Yang - 'memasukkan kunci yang tepat ke dalam gen yang penting' (kata-kata dari Dr. Cho), sehingga ternak Yakub mulai melahirkan keturunan yang berbintik-bintik dan berbelang-belang.


Dr. Cho mengatakan bahwa gereja raksasanya tumbuh seperti sekarang dan terus berkembang karena ia mengikuti prinsip visualisasi ini. Pada mulanya ia membayangkan gerejanya bertumbuh menjadi sebuah bentuk tertentu, dan kemudian ia memvisualisasikan semua permukaan dan menetaskan visi itu ke dalam kenyataan. Demikian juga ketika ia melakukan ekspansi pelayanan televisinya, ia membayangkannya telah diudarakan di Korea, Jepang, Amerika Serikat dan Kanada. Ia menancapkan paku-paku di peta atas negara-negara tersebut di kantornya dan kemudian mengembangkan suatu visi mental mengenai pemancar-pemancar yang mengudarakan program-program itu.


Ia memberitahukan bahwa Sara, seperti Abraham, harus memvisualisasikan anaknya menjadi kenyataan. Yonggi Cho memperhatikan bahwa pada awalnya ia tertawa dengan gagasan bahwa Allah akan membuat dirinya menjadi seorang ibu pada usia sembilan puluh, namun tidak lama kemudian, tegasnya, Sara turun ke visualisasi kembalinya masa mudanya. Dalam bagian Alkitab mana bisa kita baca bahwa Sara mulai memvisualisasikan kembalinya masa mudanya? Jawabannya adalah - tidak ada, namun seperti halnya penegasan ekstrim dari setiap penulis kharismatik lain seperti Paul Yonggi Cho, hal-hal yang paling luar biasa adalah 'membacanya dari' Alkitab. Pemikiran dan perbuatan harus terus-menerus merujuk kepada karakter alkitabiah, kecuali jika kitab suci tidak mengatakan apapun.


Dr. Cho memiliki versi tersendiri atas kejadian-kejadian itu ketika ia menceritakan bahwa pada saat Sara memikirkan janji Allah, perubahan fisik segera terjadi di dalam tubuhnya, sehingga Raja Abimelekh merasa wanita tua itu begitu menarik dan mencoba untuk menyuntingnya sebagai selirnya. Cho menyimpulkan - 'Jika seorang wanita mulai berpikir dirinya menarik, maka begitulah yang terjadi. Bukan saja akan terjadi perubahan fisik, tetapi citra dirinyapun akan berubah ...'


Pemulihan dapat dicapai dengan teknik yang persis sama, dan Gembala Cho menceritakan tentang seorang laki-laki yang ditabrak dan terluka berat oleh sebuah taksi ketika sedang belanja untuk perayaan Natal. Ketika sang gembala tiba di rumah sakit, laki-laki tersebut tidak sadar dan tidak mungkin bertahan sampai esok hari. Yakin visualisasi dimensi keempat itu penting bagi kesembuhannya, Cho berdoa agar laki-laki itu diberi kesadaran lima menit.


Seketika itu juga pria tersebut sadar dan Cho mulai bicara kepadanya dengan berkata, 'Saya tahu apa yang sedang engkau pikirkan ... engkau telah memimpikan kematian. Tetapi Allah ingin engkau mengambil bagian di dalam mujizat yang sedang terjadi. Alasan engkau sadar kembali adalah karena Allah ingin memakai kekuatan dimensi keempatmu dan mulai melukiskan gambar yang baru di atas kanvas hatimu. Saya ingin engkau mulai melukiskan sebuah gambar baru tentang dirimu di dalam imajinasimu. Engkau sedang dalam perjalanan pulang dan tidak ada kecelakaan yang terjadi. Engkau mengetuk pintu dan isteri tercintamu membukakannya. Ia kelihatan demikian cantik. Pada hari Natal ia membuka kadonya dan engkau merasa begitu bangga bisa memiliki perasaan yang demikian baik.


'Pagi esoknya engkau akan bangun dan menikmati sarapan pagi yang nikmat dengan keluargamu. Dengan kata lain, engkau menghapuskan kematian dari pikiranmu dan sedang melukiskan gambar baru kebahagiaan ... Serahkan doa itu kepadaku! Saya akan berdoa di dalam iman dan engkau sepakat denganku! Gunakan saja kemampuanmu untuk bermimpi dan memandang visi-visi kesehatan dan kebahagiaanmu!'


Inilah cara laki-laki itu diajar untuk menetaskan citra kesehatan. Kata Cho, kita harus belajar untuk selalu memvisualisasi hasil akhir, sehingga dapat menginkubasikan apa yang kita ingin Tuhan lakukan bagi kita. Ia menyatakan bahwa pada saat pria terluka itu berhenti memohon Allah untuk membiarkan dia hidup, dan mulai yakin bahwa Allah akan memulihkannya, ranjangnya mulai bergoyang dan Allah melakukan sebuah mujizat.


Paul Yonggi Cho mengajarkan bahwa semua orang Kristen harus mengarahkan diri untuk mensejahterakan tubuh, roh dan jiwa dan semua kesuksesan serta kegagalan ini sangat tergantung kepada gagal atau berhasilnya di dalam visualisasi. Ia menulis bahwa anggota-anggota jemaatnya telah membuktikan prinsip-prinsip kesuksesan tersebut, sehingga tidak ada kebangkrutan di dalam jemaatnya, dan keanggotaan mereka telah mengerjakan program pembangunan gedung gereja yang termahal dan terbesar sepanjang sejarah. Namun, kita tidak bisa sepenuhnya menerima pernyataan Dr. Cho, karena di tempat yang lain ia menulis mengenai betapa kebangkrutannya sendiri tidak terhindarkan, dan betapa ia berada di ambang bunuh diri karena proyek bangunan gerejanya hampir gagal. Akhirnya ia diselamatkan oleh anggota-anggota gerejanya yang melakukan tindakan-tindakan yang sangat simpatik, karena banyak yang menjual rumah dan benda-benda paling berharga mereka untuk mengatasi kesulitannya.


Tak diragukan, jika kita merujuk ke dalam Alkitab, kita tidak menemukan pengajaran-pengajaran atau gagasan-gagasan seperti itu. Kita sama sekali tidak menemukan nasehat mengenai visualisasi, inkubasi, imajinasi, atau teknik sihir apapun atau kekuatan-kehendak yang dirancang untuk menguasai Allah dan mengambil alih kedaulatanNya atas kehidupan umatNya. Di dalam Alkitab kita bahkan menemukan seorang rasul seperti Pauluspun diharuskan untuk memohon kepada Allah dengan rendah hati, dengan cara bersandar jika ia diperbolehkan untuk mengunjungi orang di sebuah jemaat tertentu - semuanya tergantung kepada kehendak Allah.


Rasul Paulus, jika dinilai dari sudut buku-buku Dr. Cho, merupakan kegagalan yang menyedihkan karena ia tahu bagaimana rasanya dihina, tabah menghadapi kekerasan dan menemui kesulitan yang banyak sekali. Demikian banyaknya peristiwa terjadi bukan menurut kehendak atau usahanya sebagai seorang hamba Kristus. Paulus jelas telah melakukan kesalahan karena berpikir negatif - menerima pencobaan dan


penganiayaan. Secara keseluruhan ia gagal dengan menyedihkan dalam memakai kekuatan dimensi keempatnya, dan tidak pernah terbukti berhasil memfantasikan atau mewujudkan sesuatu menjadi kenyataan.


Untuk memperoleh tuntunan atau berkat Allah, Dr. Cho mengajarkan bahwa kita harus memohon Allah mewahyukan kehendakNya dengan menempatkan sebuah keinginan akan sesuatu benda/hal ke dalam hati kita. Kemudian Allah diminta untuk memberikan sebuah tanda untuk menegaskan bahwa 'keinginan' itu berasal dariNya. (Tanda ini bisa dalam arti apa saja! Sebuah kebetulan sudah cukup.) Kemudian, jika kita merasa sejahtera mengenai hal yang kita inginkan, kita harus 'melompat bangun dan pergi ...' mujizat demi mujizat akan mengikuti engkau ... terus-meneruslah melatih diri untuk memikirkan hal tentang mujizat.' Keyakinan absolut kepada gagasan yang muncul di dalam pikiran sebagai 'keinginan' merupakan ciri-ciri Dr. Cho. Iman, menurut pengajarannya, bukan sekedar percaya bahwa Allah akan melakukan hal-hal yang telah Ia janjikan di dalam FirmanNya. Iman didefinisikan kembali sebagai memiliki keyakinan yang absolut pada keinginan yang datang secara subyektif ke dalam pikiran seseorang, karena gagasan itu dianggap merupakan komunikasi langsung dari Allah, dan oleh karena itu kita harus mengembangkan keyakinan yang tak tergoyahkan tersebut. Jika kita mengambil gagasan tersebut dan mengimajinasikannya dan menetaskannya ke dalam kenyataan, maka kita diberi janji 'mujizat', dan hal ini akan menjadi pengalaman seumur hidup kita.


Paul Yonggi Cho segera menambahkan tahapan berikut ke dalam proses visualisasi dan penetasan mujizat - 'kuasa penciptaan dari firman lisan.' Ia berkata bahwa di dalam 'layar pikiran'nya ia selalu melihat sejenis televisi tentang gambar pertumbuhan yang menghilang, orang-orang lumpuh yang membuang tongkat penopangnya, dan seterusnya. Kemudian ia menyatakan, Allah berfirman kepadanya: 'Engkau bisa merasakan kehadiran Roh Kudus di dalam gerejamu ... tetapi tidak ada yang terjadi - tidak ada jiwa yang diselamatkan, tidak ada rumah-tangga hancur yang dipulihkan, sebelum engkau mengucapkan firman itu. Jangan hanya memohon dan meminta apa yang engkau inginkan. Ucapkanlah firman itu...'


Cho menjawab, 'Tuhan, saya mohon maaf. Sejak hari itu saya mengucapkannya.' Sejak saat itu jika ia melihat orang-orang cacat disembuhkan atau tumor menghilang di dalam pikirannya, ia akan berbicara, dengan mengatakan, 'Ada orang disini yang telah disembuhkan dari ini dan itu,' dan ia menyebutkan nama penyakit itu. Ia menyatakan bahwa ratusan orang disembuhkan setiap hari Minggu ketika ia memejamkan matanya dan menyebutkan semua kesembuhan yang ia lihat di dalam pikirannya. Menariknya, visi atau wahyu yang dinyatakan menuntun dirinya kepada teknik ini secara mencolok serupa dengan apa yang dinyatakan (beberapa tahun kemudian) oleh John Wimber, seorang pengagum pelayanan Cho yang diakui. Seperti halnya dengan semua 'penyembuh', Dr. Cho terpaksa harus mengakui bahwa tidak setiap orang berhasil disembuhkan oleh perkataannya. Ia tidak bisa meyakinkan kesempurnaan Tuhan Yesus Kristus dan para RasulNya. Ia mengakui banyak kegagalan yang menyulitkan, tetapi ia menyatakan bahwa hal tersebut selalu disebabkan karena kurangnya iman di pihak para penderita.


Dr. Cho mengungkapkan kekecewaaannya bahwa banyak orang Barat yang melompati Kekristenan dan mencari kuasa-kuasa mujizat di kuil-kuil Timur yang telah ia dan lainnya sediakan di dalam gereja-gereja Kristen! Ia mengatakan, 'Orang-orang Kristen injili semakin memahami bagaimana menggunakan imajinasi melalui belajar bagaimana berkata-kata dalam bahasa Roh Kudus - visi dan mimpi.'


Berdasarkan semua fakta ini, kelihatannya kita tidak sulit mengidentifikasi untaian yang membentuk agama 'synthesis' baru Paul Cho. Orang Korea mempunya agama kuno yang disebut Sinkyo, yang melihat dunia sebagai sebuah 'arena religius yang dihuni oleh roh-roh'. Tragedi, kesulitan dan penyakit dapat disembuhkan oleh sang Mudany, seorang pendeta wanita yang bisa berinteraksi dengan roh-roh. Ia merupakan 'dukun pengobatan' lokal, yang menggabungkan peran sebagai seorang perantara dan peramal (nabiah). Ia mengetahui hal-hal gaib, dapat kerasukan, mengusir roh jahat dan menyembuhkan penyakit.


Korea selama berabad-abad juga sangat terpengaruh oleh Budhisme, terutama tentang bentuk yang telah disebutkan yang sangat menekankan kesembuhan dan ramalan. Diajarkan bahwa manusia tidak perlu terikat oleh lingkungannya; dengan perilaku yang benar, dengan konsentrasi, dan dengan menyatukan alam kekal, mereka sanggup mengatasi penderitaan dan penyakit. Kecondongan orang Korea itu dimanfaatkan dan dieksploitasi oleh 'Kekristenan' Paul Yonggi Cho yang dengan mencolok memadukan sihir, hal luar akal-sehat, kepentingan diri, Sinkyo, Budhisme Jepang dan Kekristenan. Namun (tindakan) menggabungkan gagasan-gagasan berhala dan praktek-prakteknya dengan agama Kristen yang murni dikutuk oleh Alkitab sebagai dosa pemberhalaan yang keji. Hal ini merupakan perkawinan Kekristenan dan okultisme, dan itu dilarang dengan perkataan Paulus - Bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Dan - Apakah hubungan bait Allah dengan berhala?


Apakah yang melahirkan gereja terbesar di dunia itu? Jawabannya adalah, sebuah perpaduan pemberhalaan antara pengajaran Alkitab dengan teknik pemikiran berhala. Kedaulatan Allah dicabut dari kehidupan orang percaya, dan otoritas Alkitab digantikan dengan otoritas perintah-perintah langsung yang dianggap dari Allah dan hasil dari imajinasi. Inilah jenis gereja yang telah menarik kumpulan-kumpulan pengajar Kristen di seluruh dunia, sehingga ikut membonceng rombongan pemenang kesembuhan-nubuatan itu.


Lihatlah buku-buku yang ditulis oleh kaum kharismatik dan kaum neo-evangelicals (Injili Baru). Mereka memuji hal-hal tersebut. Lihat para pendukung kesembuhan seperti John Wimber. Mereka demikian terkesan dengan hal-hal tersebut. Itulah pengajaran-pengajaran yang mengikat pikiran mereka! Ini adalah jenis Kekristenan Dunia Ketiga yang begitu ingin mereka kejar. Apakah yang harus kita katakan tentang hal-hal tersebut? Ingatlah dengan orang-orang Yahudi!>












[1]
The Fourth Dimension, hal. 37.

Tidak ada komentar:

Supported By

Share Link

IFB KJV Directory