Senin, 29 Desember 2008

Bab 10

Hukum Akal-Sehat yang Tertib

Perjanjian Baru Menekankan Kewaspadaan, Akal-Sehat Yang Rasional


 


Dalam bab ini, kita merujuk kepada hukum iman Kristen yang fundamental, yaitu bahwa akal-sehat rasional kita harus selalu mengendalikan pikiran dan perbuatan kita, dan bahwa akal-sehat harus sepenuhnya tunduk kepada Firman Tuhan sebagai sumber eksklusif pengajaran yang otoritatif dari Tuhan. Revolusi kharismatik benar-benar melecehkan hukum ini, yang kita sebut hukum akal-sehat yang tertib (the law of a sound mind) , sebuah terminologi yang diambil dari perkataan Paulus di dalam 2 Tim. 1: 7 – Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.


Kaum kharismatik menyatakan bahwa dengan mempertahankan kendali rasional atas akal-sehat dan perbuatan kita, maka kita menentang dan memadamkan pekerjaan Roh Kudus. Mereka mengatakan bahwa orang-orang percaya harus siap untuk melepaskan kendali rasional agar mereka bisa langsung dibukakan jalan kegiatan illahi, baik dalam penyembahan maupun pelayanan Kristen. John Wimber mengamati dengan prihatin bahwa – 'Takut kehilangan kendali menghantui kebanyakan orang Kristen Barat.' Ia berkeras bahwa kita harus mengatasi rasa takut kita, karena kendali rasional bisa menghalangi terjadinya bahasa lidah; menghalangi sensasi ekstatik yang dirasakan di dalam penyembahan; menghambat firman Allah untuk diterima langsung ke dalam pikiran dan terjadinya peristiwa-peristiwa mujizat, seperti kesembuhan dan pemulihan.


Jika kesembuhan illahi terjadi, maka orang-orang yang berkarunia kesembuhan harus menghapuskan kendali rasional (akal sehat) dan pikiran sehat, sehingga bisa dibukakan 'firman' dari Allah, atau gambar 'TV' di dalam pikiran, yang menuntun mereka untuk mendiagnosis penyakit dan kekacauan, dan mengatakan kepada mereka apa yang Allah ingin mereka lakukan terhadap setiap penderita. Jumlah penyembuh yang meningkat terus itu mempraktekkan teknik yang membuat orang-orang sakit dalam keadaan tidak sadar, sehingga menghancurkan daya kendali akal-sehatnya. Si penderita maupun si penyembuh harus melepaskan indera rasionalnya agar bisa memperoleh suatu berkat yang dikatakan berasal dari Allah.


Kebanyakan pertemuan kharismatik kini mulai berusaha keras untuk menolong orang untuk melepaskan kendali akal-sehatnya dan bersikap sama sekali tanpa hambatan. Tujuannya adalah agar para penyembah bisa 'terbuka' menerima segala sesuatu yang terjadi, betapapun anehnya, tidak dapat dipahami atau seganjil apapun. Irama musik yang menghentak dan keras membentuk basis penyembahan, dan semua yang hadir didorong untuk bergabung dengan tangan melambai, tubuh yang berayun, kaki menghentak, dan bahkan menari dan berjingkrak-jingkrak. Kendali akal-sehat dengan cara apapun harus dihapuskan, karena apa yang terjadi tidak boleh diganggu, diuji atau dinilai oleh akal-sehat pikiran, demikian pengetahuan yang tertulis di dalam Firman Allah.


Dengan membuang hukum akal-sehat yang tertib (perlindungan yang diberikan oleh indera akal-sehat) kaum kharismatik telah membuat diri mereka sangat mudah tertipu di hadapan pengajaran sesat, hal yang dibesar-besarkan dan kebohongan. Mereka menjadi rentan, terutama dengan para dukun dan penjahat
religius, seperti yang ditunjukkan dalam krisis televisi religius Amerika pada tahun 1987 (yang dikuasai kharismatik). Emosionalisme merajalela di antara mereka, dan oleh karena semuanya bebas untuk melakukan apa yang kelihatannya baik dalam pandangan mereka sendiri, maka ketiadaan hukum rohani yang serius semakin meluas. Hal tersebut merupakan akibat yang tak terelakkan karena mengesampingkan standar obyektif Firman Allah, indera pertimbangan dan daya pengendalian diri, yang semuanya harus digunakan dengan akal-sehat yang aman.


Jelas bahwa jika pengajaran injili tradisional yang alkitabiah yang menekankan bahwa indera rasional harus tetap dalam keadaan sadar sepanjang hari, maka seluruh kancah kharismatik dengan berat tidak akan berfungsi dan bertentangan dengan kehendak Allah yang telah dinyatakan. Dapatkah standar tradisional dibuktikan dengan Kitab Suci? Fakta yang tidak dapat dibantah adalah bahwa Alkitab penuh dengan perikop yang dengan pasti menyatakan bahwa kewajiban kita adalah mempertahankan pengendalian yang tegas atas akal-sehat di dalam semua penyembahan kita dan kegiatan rohani lainnya. Begitu banyaknya dan demikian tegasnya perintah-perintah tersebut mengenai pengaruh ini, sehingga sulit dipercaya jika orang-orang Kristen dewasa masih bisa terpedaya ke dalam jalur kharismatik, yang mengatakan bahwa pengendalian akal-sehat merupakan penghalang kehidupan yang dipenuhi Roh. Kita akan meninjau sejumlah besar ayat 'yang tidak bisa dibantah' yang menegaskan hukum akal-sehat yang tertib, dan kemudian mempertimbangkan beberapa alasan mengapa mempertahankan akal-sehat yang rasional dan aman demikian kuat dan terus-menerus diperintahkan di dalam Alkitab.


 

  1. Kata-kata Mengenai Pikiran Yang Sehat


    Kelompok ayat pertama yang akan dipertimbangkan mengandung kata Yunani sophron, yang di dalam Authorized Version (AV) biasanya diterjemahkan dengan waras, kadang-kadang kepala dingin, dan satu kali bijaksana/berhati-hati. Kata Yunani berasal dari sozo (menyelamatkan/memelihara) dan phren (akal-sehat), dan secara literal berarti pikiran yang sehat. Karena itu, waras (seperti yang digunakan di dalam AV) umumnya berarti dalam keadaan pikiran yang sehat, dapat mengendalikan diri, rasional dan bijak. Kita dapat melihat bahwa Paulus menggunakan kata ini untuk mengutuk bagian pokok pemikiran kharismatik – yang mengatakan bahwa pengendalian rasional harus sering ditinggalkan agar bisa memperoleh berkat rohani.


    Di dalam 1 Tim. 3: 2 Paulus menyatakan bahwa penilik jemaat haruslah orang yang senantiasa memelihara kewaspadaan indera rasionalnya dan terkendali. Ia mengatakan -- ... penilik jemaat haruslah seorang yang ... dapat menahan diri [PIKIRAN SEHAT; MENGENDALIKAN DIRI], bijaksana, sopan [TERTIB]. Pikiran sehat yang menjadi syarat seorang penilik ditekankan oleh kata Yunani yang diterjemahkan dengan tertib, atau sesuai aturan (well ordered). William Hendriksen menunjukkan bahwa pengaruh dari kata-kata tersebut adalah bahwa para penilik jemaat (penatua) harus senantiasa 'layak, seimbang, tenang, waspada, teguh dan bijaksana.' Apakah hal ini memberikan keleluasaan kepada mereka untuk sengaja meninggalkan pengendalian akal-sehat? Tentu saja tidak! NIV menerjemahkan persyaratan penilik jemaat itu dengan kepala dingin/tenang/sabar/tidak memihak (temperate), menguasai diri (self-controlled), terhormat/terpandang (respectable) dan NASB memasukkan – bijaksana (prudent). Seorang penilik jemaat haruslah seorang pribadi yang bijaksana, cerdas, berpikiran baik, dan diberkati dengan kecerdasan dan ketajaman rohani.


    Di dalam Titus 1: 8 Paulus mengulangi kualifikasi penilik jemaat dengan kembali menggunakan kata Yunani yang berarti berpikiran sehat. (AV menerjemahkannya: bijaksana [sober], NIV: menguasai
    diri [self-controlled], NASB: berpikiran sehat [sensible]. Dalam Titus 2: 2 Paulus mengembangkan standar ini kepada semua orang yang lebih tua, dengan memerintahkan bahwa mereka seharusnya bijaksana atau berpikiran sehat. Agar kita tidak mengira bahwa akal-sehat yang dimaksudkan ini hanya diperuntukkan kepada orang-orang yang memegang jabatan dan orang-orang tua, Paulus kemudian melanjutkan perintah bahwa hal yang sama juga berlaku bagi perempuan-perempuan tua , dan – dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda... hidup bijaksana (Titus 2: 4-5). Perempuan-perempuan muda juga harus diajar untuk berpikiran sehat ( bijaksana dalam terjemahan AV), mempertahankan penguasaan diri, baik secara mental maupun emosi.


    Dalam Titus 2: 6 Paulus mengembangkan patokan itu lebih lanjut dengan mengatakan kepada Titus, Demikian juga orang-orang muda; nasehatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam

    segala hal. Penerjemah lain menggunakan: penguasaan-diri [self-controlled], berpikiran sehat [sensible], bijaksana [prudent]. (Kata asli Yunani yang dimaksud disini adalah sophroneo – dalam keadaan berpikiran benar; rasional dan berpikiran sehat.) Bagaimana mungkin orang bisa dengan sengaja menyamakan perintah ini dengan melepaskan pengendalian bicara, atau menyerahkan diri ke dalam keadaan tidak sadar atau menyebabkan diri 'berkhayal' di dalam ekstasi emosional?


    Kata yang sama digunakan oleh Petrus di dalam perintah dan instruksinya tentang doa yang sejati: Karena itu kuasailah dirimu [BERPIKIRAN SEHAT; RASIONAL] dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa (1 Ptr. 4: 7). Karena itu NIV menerjemahkan: Karena itu berakal-sehatlah dan kuasailah dirimu, supaya kamu dapat berdoa [Therefore be clear minded and self-controlled so that you can pray]. Apakah ayat ini kedengaran seperti sebuah izin untuk berdoa dalam bahasa lidah, atau berdoa untuk menanggapi penampakan liar dan perintah-perintah aneh yang diperkirakan terbersit ke dalam pikiran? Doa, menurut Kitab Suci, merupakan sebuah kegiatan pikiran (akal-sehat) yang terkendali dan rasional yang berseru memohon berkat kepada Allah di dalam iman.


    Bentuk lain dari terminologi akal-sehat muncul di dalam Titus 2: 12 – Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. Disini, kata bijaksana atau berakal-sehat (Yunani: sophronos) mengindikasikan menahan diri. Indera rasional adalah ditujukan untuk memelihara pengendalian terhadap segala hasrat, pikiran dan napsu kita. Allah memanggil orang-orang tebusan untuk menyembahNya, yang menghampiri hadiratNya dengan indera dan perasaan yang sepenuhnya terkendali. Tentu saja Roh akan mengangkat kita ke dalam ketinggian kasih rohani dan penyembahan, tetapi kita sama sekali tidak boleh melepaskan penguasaan diri kita. Sebagai manusia yang mengemban citraNya, kita harus menyembah Allah!


    Terjemahan lain memberi makna bijaksana dalam teks ini dengan terminologi alternatif berikut: pantas (sensibly); dapat mengendalikan diri; dengan penguasaan diri. Kelompok kata yang berakar kata sophron semuanya mengandung unsur-unsur yang sama – akal-sehat yang tertib (atau terkendali atau terkekang). Jadi setiap orang yang disinggung dalam ayat-ayat yang dikutip tersebut bersaksi dengan kuasa penuh tentang hal utama mengenai indera rasional yang selalu sadar dan aktif di dalam kehidupan orang percaya.


     

  2. Kata-kata Mengenai Penguasaan Diri


    Kelompok kata Yunani sangat penting lainnya menegaskan sangat perlunya orang percaya memelihara penguasaan akal-sehat dengan sadar atas semua pikiran, perkataan dan perbuatannya. Kelompok kata ini mencakup kata kerja, kata benda dan kata sifat yang ditarik dari kata kratos, yang berarti kekuatan, daya/kuasa atau berkuasa. Semua perkataan ini mengindikasikan penguasaan diri.


    Kata kerja enkrateuo digunakan Paulus dalam 1 Kor. 9: 25 ketika bicara tentang penguasaan diri yang keras yang merupakan hal yang utama dalam kehidupan orang Kristen: Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal... Terjemahan NASB mengatakan – melakukan penguasaan diri dalam segala hal. Atlit merupakan gambaran yang sempurna untuk orang Kristen. Mereka tidak pernah melepaskan penguasaan rasionalnya untuk tunduk kepada napsu makan atau bermalas-malasan ataupun meninggalkan program yang sudah dirancang. Bentuk kata benda dari kata ini muncul di dalam dua perikop kunci tentang pengudusan. Dalam Gal. 5: 23 sifat kekuatan rasional atau penguasaan diri ini disebutkan sebagai bagian dari buah Roh – penguasaan diri. (Versi modern kebanyakan menyebutnya 'penguasaan diri'.)


    Dalam 2 Ptr. 1: 5-6 penguasaan diri muncul dalam rangkaian kehidupan saleh yang sudah tidak asing lagi. Petrus mengatakan – Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, dan kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan. Sekali lagi ditegaskan bahwa orang-orang percaya harus selalu berada dalam penguasaan panca indera mereka. Penguasaan akal-sehat yang ketat tidak boleh dimatikan atau dilangkahi karena ia merupakan hal yang utama di dalam perjalanan kekudusan.


    Kata sifat penguasaan diri muncul di dalam Titus 1: 8-9. Kita telah mencatat bahwa penilik jemaat harus bijaksana atau berakal-sehat, namun Paulus juga mengatakan bahwa mereka harus – menguasai

    diri dan berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasehati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya. Ia tidak perlu tidak sadarkan diri ataupun mengharapkan komunikasi langsung dari Allah dengan cara mendapat kata-kata hikmat atau pengetahuan. Ia harus memelihara penguasaan akal-budi, pikiran rasional dan tetap tinggal di dalam Firman Tuhan yang diteruskan generasi apostolik kepadanya. Ia tidak boleh menambahinya, ia hanya perlu mengajarkannya. Sehingga dengan ajaran yang sehat, ia meyakinkan mereka yang menentangnya. Kata-kata tersebut sungguh amat mendakwa orang-orang yang telah memperkenalkan ajaran-ajaran (doktrin) yang ekstrim dan liar yang mereka nyatakan mereka terima dari penampakan, mimpi dan kerasukan, sementara fungsi akal-sehat mereka dibuang.


    Kata kerja Yunani phroneo (berpikir) merupakan kata lain yang mengindikasikan peran akal-sehat pengendali kehidupan kita. Kata itu 'mengimplikasikan kepentingan atau refleksi moral, bukan hanya sekedar pemikiran atau pendapat yang tidak berdasar' (Vine). Ia berbicara tentang akal-sehat (dan perasaan) langsung, bukan akal-sehat sebagai wadah pasif yang hanya menerima informasi dan kesan. Kata kerja phroneo sering digunakan Paulus ketika menasehatkan kita untuk menggunakan akal-sehat dengan aktif, hati-hati, terkendali terhadap hal-hal rohani. Dengan membatasi hanya pada satu contoh saja, kita memilih Kolose 3: 2 (terjemahan Bahasa Indonesia LAI) – Pikirkanlah [phroneo – akal-sehat/pikiran] perkara yang di atas, bukan yang di bumi. [KJV: Set your mind on things above, not on things on the earth]. NIV dan NASB sama-sama menerjemahkan makna tersebut dengan – akal-sehat/pikiran (mind), bukan dengan kata kasih (affection ), dan MLB mengartikannya dengan – 'gunakanlah akal-sehatmu' – gunakanlah merupakan kata operatif.1


    Pikiran (akal-sehat) orang-orang percaya harus selalu aktif dalam menilai dan melihat pengaruh-pengaruh yang terus menyerang, dan juga dalam menentukan dan menunjukkan perkataan dan perbuataan mereka. Ketetapan Perjanjian Baru bukanlah ketetapan yang membuang atau mengabaikan akal-sehat, namun ketetapan yang menyucikan , mengaktifkan dan menyehatkan akal-sehat.


 

  1. Kata Yang Selalu Mengingatkan


    Kata lain yang mengajarkan keutamaan akal-sehat yang rasional adalah nepho, biasanya diterjemahkan dengan sadar di dalam AV. Kata itu sesungguhnya berarti – bebas dari pengaruh alkohol – tetapi di dalam Perjanjian Baru jelas kata itu mempunyai makna kiasan, yang mengindikasikan bahwa akal-sehat harus jernih dan waspada, sehingga kita bisa mengetahui pencobaan atau pengajaran sesat. Di dalam 1 Tes. 5: 6 Paulus mengatakan – Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar [waspada]. Setiap orang setuju bahwa ini merupakan sebuah kiasan atas kata sadar, dan bahwa Paulus disini mendorong kita agar waspada dan sepenuhnya menguasai indera rasional kita.


    Dalam 1 Ptr. 1: 13 kata itu digunakan dalam hal yang sama dan juga di dalam 1 Ptr. 5: 8-9 – Sadarlah [waspada] dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh. Standar Alkitab yang kerapkali diulang adalah – jangan pernah mematikan indera rasional, pikiran dan ketajamannya.


     

  2. Kata-kata Mengenai Pikiran, Ketajaman dan Terarah


    Masih ada satu kata Yunani lagi untuk akal-sehat (pikiran) atau pengertian (pemahaman), yaitu dianoia, yang secara sangat khusus merujuk kepada penggunaan atau akal-sehat yang berpikir. Kata tersebut secara tepat berarti – suatu hasil pemikiran atau suatu pemikiran yang dalam. Istilah ini – akal-sehat yang berpikir – muncul dua kali dalam Surat Petrus. Di dalam 1 Ptr. 1: 13-14 kita baca: Sebab itu siapkanlah akal-budimu [AKAL-SEHAT YANG BERPIKIR] ... sebagai anak-anak yang taat ... Dalam 2 Ptr. 3: 1-2 kita baca: Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu aku berusaha menghidupkan pengertian yang murni [AKAL-SEHAT YANG BERPIKIR] oleh peringatan-peringatan, supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu.


    Petrus tidak mengatakan bahwa kita akan mendapat penampakan-penampakan atau kata-kata pengetahuan yang masuk ke dalam pikiran kita, tetapi bahwa pertumbuhan rohani kita tergantung kepada pembelajaran yang dalam atas firman yang diinspirasikan melalui nabi-nabi dan rasul-rasul Tuhan. Prinsipnya jelas – Allah berfirman di dalam Alkitab yang disalurkan melalui akal-budi rasional kita. Akal-sehat juga tetap bekerja di dalam segala persekutuan kita dengan Tuhan, karena Yohanes menyatakan – Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian [AKAL-SEHAT YANG BERPIKIR] kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar...(1 Yoh. 5: 20).


    Lukas mencatat bagaimana Tuhan memberikan instruksi kepada murid-muridNya sebelum terangkat ke surga: Lalu Ia membuka pikiran [nous – AKAL-SEHAT] mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci (Luk. 24: 45). Ini pernah menjadi pola untuk semua komunikasi Kebenaran illahi sebelum Perjanjian Baru sempurna. Kata untuk akal-sehat ini (nous) digambarkan Vine sebagai 'pusat kesadaran pemikiran, yang terdiri dari indera-indera penglihatan (persepsi) dan pengertian serta hal-hal yang berhubungan dengan perasaan, pertimbangan dan mengambil keputusan'. Paulus berkata – Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku [nous]; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku (1 Kor. 14: 15).


    Dari ayat-ayat tersebut kita mendapatkan bahwa kesadaran, indera rasional itu penting, karena roh (yaitu kehidupan rohani) di dalam orang percaya berfungsi dan menyatakan dirinya melalui indera ini. Jika akal-sehat rasional dimatikan, maka bukan lagi roh orang itu yang menyatakan dirinya, melainkan hanya emosinya saja.2


    Kata Yunani logizomai berarti berpendapat, memperkirakan, menghitung, atau menilai. Dalam 1 Kor. 13: 11 Paulus mengatakan – Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir [berpendapat] seperti kanak-kanak. Sekarang setelah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. Orang Kristen dewasa senantiasa hanya menaksir dan menilai dengan indera rasional berdasarkan sudut pandang Alkitab saja. Jika kita membiarkan diri terpikat oleh suasana yang dikobarkan di dalam pertemuan-pertemuan kharismatik (biasanya dengan menggunakan cara emosional dan musik), maka kita tidak tunduk kepada Allah, sehingga kita tidak bisa berpendapat atau menilai, dan hanya akan terseret bersama arus gagasan dan penonjolan yang tidak alkitabiah.


    Kata Yunani suniemi berarti mengerti/memahami. Kata ini digunakan sebagai kiasan di dalam Perjanjian Baru untuk melukiskan proses pemahaman/pengertian rohani. Jika orang memahami dan merasakan makna sebuah perumpamaan, maka kata ini digunakan. Misalnya, dalam Matius 13: 51 Yesus bertanya kepada murid-murid, Mengertikah [suniemi – mengerti/memahami] kamu semuanya itu?


    Paulus mengingatkan Timotius bahwa dengan mempelajari firman yang diinspirasikanlah (seperti Paulus sendiri), ia akan memenuhi persyaratan pemahaman ini di dalam segala sesuatu yang ingin ia ketahui. 2 Tim. 2: 7 tertulis – Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian [pemahaman] dalam segala sesuatu.3
    Timotius tidak dijanjikan sesuatu cara untuk memperoleh pengetahuan illahi selain dari mempergunakan akal-sehatnya untuk mempelajari tulisan yang diinspirasikan, yang baik bagi segala
    sesuatu. Dalam Kol. 2: 2 Paulus mengindikasikan bahwa kepastian itu mengalir dari pengertian yang mendalam terhadap Firman. Kaum kharismatik mencari

    kepastian dari tanda-tanda dan mujizat, serta pengalaman-pengalaman yang aneh, tetapi Paulus berkata – supaya hati mereka terhibur... sehingga mereka memperoleh segala kekayaan dan keyakinan pengertian [pemahaman]. Dalam Kol. 1: 9-10 ia berdoa untuk mereka – supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian [pemahaman] yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna... bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah...


     

Selalu Menguasai Diri


Perjanjian Baru penuh dengan peringatan untuk berpikir secara sehat, sehingga jelas tidak mungkin dikatakan kita menghakimi mereka secara sempit. Kita bisa mempertimbangkan Roma 12: 2 –
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Akal-budi yang sehat, benar, dan cerdas semuanya diperlukan untuk menilai dan memahami segala hal rohani dari Allah yang diperuntukkan bagi orang percaya.


Dalam Filipi 4: 7-9
akal-budi orang-orang percaya (demikian juga hati mereka) dipelihara oleh Allah sepanjang mereka mewaspadai dan siap sedia menguji segala sesuatu. Sehingga Paulus menasehatkan – jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semua itu. Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.


Peran indera rasional yang senantiasa sadar sekali lagi ditegaskan oleh Paulus di dalam 2 Kor. 10: 5, yaitu sebuah ayat yang sangat mengutuk pikiran tak terkendali yang bebas terbuka, yang merupakan ciri khas eksperimentasi kharismatik:
Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus.


Standar yang sama selalu berlaku bagi orang percaya sejati, seperti perkataan Daud di dalam Mazmur 32: 9 – Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak ia tidak akan mendekati engkau. Disini kata berakal berarti – membedakan atau memilah didalam pikiran; cekatan dalam berpikir; hati-hati dan bijak.


Allah yang sejati tidak memberikan kita roh (yakni watak atau sikap) ketakutan – melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (2 Tim 1: 7). Dalam ayat ini kata Yunani untuk ketertiban [sound mind] adalah sophronismos yang berarti penguasaan diri atau pikiran (akal-sehat) yang tertib (disiplin). Ketiga watak atau sikap tersebut semuanya penting dan berharga bagi kita sebagai orang percaya – kekuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menyempurnakan hal-hal besar di dalam namaNya; kapasitas kasih dan ketertiban yang mengendalikan dan mengatur segala pikiran dan perbuatan kita. Watak dan sikap yang dihasilkan oleh metode kesembuhan kharismatik masa kini adalah suatu watak pengabaian dan petualangan rohani yang sungguh bertentangan dengan roh ketertiban yang diperintahkan Alkitab. Menimbang dan menguji dengan pikiran rasional dan pikiran yang diterangi sebagai satu-satunya otoritas, namun dengan mengabaikan Kitab Suci, para penyembuh kharismatik itu telah menempatkan diri ke dalam kekuasaan suatu pengaruh lain, yang berkisar dari imajinasi murni manusia sampai kepada pengaruh roh jahat.


 

Dijadikan Sesuai Rupa Dan Gambar Allah


Alasan utama Alkitab menekankan untuk memelihara penguasaan rasional (akal-sehat), karena akal-sehat merupakan indera yang berada diatas segala-galanya yang membedakan umat manusia sebagai makhluk yang diciptakan sesuai gambar Allah. Status kita sebagai pengemban rupa dan gambar Allah diungkapkan di dalam Kej. 1: 26 – Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ... seluruh... di bumi. Anugerah akal-budi merupakan indera yang tertinggi

dan paling mulia – yakni kemampuan untuk berpikir, membedakan dan menimbang segala sesuatu secara rasional, bijaksana, logis, dan teratur. Memang, ketika manusia pertama kali diciptakan, ia adalah pengemban rupa dan gambar Allah yang lebih mulia dibandingkan sekarang. Jelas kita telah kehilangan kekudusan orisinil dan hubungan harmonis rohani yang unik dengan Allah. Di taman Eden nenek-moyang pertama kita dapat mendengar langsung suara Allah, dan berbicara denganNya seperti kita kini berbicara satu dengan lainnya. Namun gambar dan rupa itu kini telah sangat ternoda karena Kejatuhan, namun umat manusia masih mencerminkan Sang Pencipta yang memiliki kesadaran moral, jiwa yang kekal, dan indera akal-budi serta pikiran rasional.


Tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah dan menyenangkan Dia selamanya, dan kita harus memuliakan Dia sebagai pengemban rupa dan gambarNya, bukan sebagai binatang yang kasar. Allah tidak memanggil kerajaan binatang untuk menyerukan namaNya, menghargai sifat-sifatNya dan melayani Dia dengan segenap hati dan pikiran mereka. Ia hanya memanggil pengemban rupa dan gambarNya untuk pekerjaan istimewa dan mulia ini. Ia memanggil mereka yang memiliki indera rasional dan pikiran, dan yang mau menggunakannya untuk membina pernyataan syukur, kasih dan pujian yang tulus.


Manusia, laki-laki maupun wanita yang jauh dari Allah kerapkali berusaha menekan anugerah alami tertinggi ini dan melarikan diri sementara ke dalam alam dasar, emosi hewani. Mabuk berat membuka kesempatan untuk mematikan rasa dan menumpulkan perasaan yang lebih tinggi, sehingga keinginan-keinginan yang lebih rendah dapat muncul. Kemabukan merupakan suatu pengabaian akal-sehat jangka pendek; sebuah pelepasan status pengemban rupa dan gambar Allah; sebuah hasrat untuk membuang – setidaknya untuk sesaat – indera akal-sehat. Sehubungan dengan fenomena kemabukan itu, kita harus menghimbau orang-orang yang mendukung gagasan kharismatik untuk mempertimbangkan apa yang sedang mereka lakukan. Maksud dan tujuan yang paling utama dari kemabukan tanpa sadar ditanggung oleh kaum kharismatik ketika mereka mengabaikan penguasaan akal-sehat mereka dan meluncurkan diri mereka seperti peselancar di atas gelombang emosi, ekstasi, ocehan yang tidak disadari, kesan-kesan sembarangan, penampakan, halusinasi, pesan-pesan di dalam kepala, fantasi fiksi, dan seterusnya.


Kegiatan rohani yang asli sangat bertentangan dengan kemabukan, seperti yang diindikasikan oleh Paulus di dalam Efesus 5: 18 – Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa napsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh. Dipenuhi Roh tidak menyebabkan suatu kemungkinan, atau bentuk kemabukan emosional yang bebas alkohol! Tidak ada peluang bagi pengertian yang lebih tinggi (akal-sehat dan pikiran) menjadi tumpul atau redup, sehingga rupa dan gambar illahi di dalam diri kita ditekan atau dilangkahi. Hal ini sangat bertentangan, karena oleh berkat Roh, akal-budi kita dianugerahkan intelijensi yang jauh lebih besar untuk memahami lebarnya dan panjangnya dan dalamnya dan tingginya, dan untuk mengenal kasih Kristus melalui pengetahuan. Pujian kita adalah bagi segala yang lebih bernilai, karena ia datang dari orang-orang yang menguasai pikirannya; yang secara sadar dan berakal-budi mengarahkan perasaan penyembahan yang dirasakan dengan tulus dan mendalam kepada Allah dan Raja mereka.


Karena akal-budi merupakan rupa dan gambar illahi di dalam diri kita, maka akal-budi memegang peran utama dan aktif di dalam segala permasalahan kita sepanjang waktu. Tuhan Yesus Kristus menyatakan: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu (Mat. 22: 37). Kita tidak boleh lagi mematikan aktivitas pemikiran dan penguasaan akal-budi kita, demikian juga kasih dari dalam hati kita. Perbuatan tersebut merupakan suatu pemberontakan yang membuat kita membenci Tuhan. Karena kita adalah pengemban rupa dan gambar illahi, bukan binatang, maka kita boleh mengabaikan indera rasional atau membiarkan diri kita kehilangan kontak dengan kenyataan. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang menghalangi kegiatan indera yang berharga ini. Kita tidak boleh membuat indera tersebut menjadi tidak sensitif dengan minum, dalam keadaan tidak sadar, dengan sengaja menyerahkan diri kepada bahasa lidah (glossolalia), atau dengan suatu cara apapun.



Kita tidak boleh mematikan indera rasional dengan tujuan untuk mengalami perjalanan emosional (meski hal ini secara salah dinamakan penyembahan) atau membiarkan diri kita 'dilambungkan' oleh musik rock Gospel, atau menelan bulat-bulat cerita yang dilebih-lebihkan oleh para pengerja-mujizat kharismatik masa kini. Lambat-laun jutaan manusia akan terbujuk untuk menyingkirkan indera akal-budinya dan menelan kebohongan dongeng yang berasal dari Romawi abad pertengahan, dan kecenderungan yang sama ini kini muncul kembali ditengah-tengah evangelisme kharismatik.


 

Akal-sehat (Pikiran) Merupakan Organ Ketaatan


Keutamaan vital akal-budi rasional juga sangat jelas dilihat dari fakta bahwa ia merupakan organ tubuh yang kita gunakan untuk mendengar, mengerti dan menaati kehendak Allah seperti yang diungkapkan di dalam Alkitab. Ketika akal-budi diperbaharui dan diterangi (illuminated) oleh Roh Kudus pada saat pertobatan, kita dimampukan untuk menerima Firman Allah dan untuk memahaminya dengan iman. Kemudian – kata Berkhof – 'Dengan menggunakan akal-sehat manusia yang terpelihara, manusia berusaha sedapat mungkin mempelajari Firman Allah, di bawah tuntunan Roh Kudus, sehingga menghasilkan pengetahuan tentang Allah yang semakin bertambah.'


Alkitab adalah satu-satunya Firman Allah; ia merupakan wahyu yang sempurna dan sudah cukup untuk segala kebutuhan rohani. Allah menganugerahkan semua Kebenaran itu kepada generasi para rasul (Yoh. 14: 26 dan 16: 13-15). Alkitab yang sempurna sepenuhnya memperlengkapi umat Allah, sehingga tidak ada doktrin atau perintah yang belum kita terima yang tidak ada di dalam Kitab Suci (2 Tim. 3: 16-17).


Alkitab ini harus dipelajari dengan tekun dengan akal-budi rasional kita, karena ini merupakan satu-satunya cara dimana Kristus berbicara kepada kita secara otoritatif sampai Ia datang kembali. Memang benar bahwa ada sejumlah cara yang terjadi sekali-sekali dan merupakan pengecualian yang digunakan Allah untuk menyentuh hati umatNya, namun penuntun dan pengajaran otoritatif hanya datang dari FirmanNya. Seperti yang telah kita jelaskan di tempat lain, Roh Kudus kerapkali mendorong kesadaran kita dan menyentak ingatan kita, menggerakkan kita untuk mengakui dosa kita atau melaksanakan kewajiban yang terabaikan. Dalam kelembutanNya Ia akan menolong kita berpikir jernih dan secara alkitabiah melewati masa-masa yang sulit, namun Ia tidak akan memberikan kita wahyu yang melangkahi proses pembelajaran FirmanNya.


Ketika kita melayani Allah, Ia bisa menjadi Penulis tak kelihatan atas pelbagai gagasan yang kita jadikan penuntun untuk melaksanakan sesuatu dengan lebih efektif. Karena itu, jika akal-budi jika menjadi subur dan produktif , jelas kita akan menaikkan segala kemuliaan kepadaNya. Tetapi oleh karena kita bisa membedakan mana yang merupakan aktivitas yang didorong oleh Allah kedalam akal-budi kita dan mana yang merupakan imajinasi kita sendiri, maka tidak boleh ada gagasan yang otoritatif, dan kita tidak boleh mengatakan, 'Tuhan, katakan kepadaku, sehingga aku akan melakukannya.' Segala hasil pemikiran kita harus dengan rendah hati dibawa ke dalam prinsip-prinsip penuntun tertinggi yang diberikan di dalam Alkitab seperti yang telah diperintahkan
Allah.


Orang yang membiarkan diri bebas disetir oleh mimpi siang hari (yang menyatakan) menjadi suara Allah, merupakan suatu tindakan pelanggaran berat terhadap hukum tentang akal-sehat yang benar. Bagaimana mereka bisa yakin bahwa 'pesan-pesan' yang mereka terima itu bukannya hasil imajinasi mereka sendiri? Ada yang mendapat penampakan yang terperinci, namun bagaimana mereka tahu bahwa itu bukan halusinasi? Allah yang mahakuasa telah berfirman bahwa Ia tidak akan menempatkan laki-laki maupun perempuan ke dalam keadaan tidak mengetahui apakah pikiran dan mimpi mereka dari surga atau apakah semua itu hanya sekedar hasil pemikiran yang sembarangan. Ia sengaja menyatakan bahwa Ia hanya akan berbicara doktrin dan perintah-perintah otoritatif dengan FirmanNya, dan Ia telah memerintahkan agar kita menguasai akal-budi kita sendiri ketika kita belajar.


Allah yang menciptakan anugerah akal-budi, memuliakannya, memperbaharuinya, meneguhkannya, dan Ia telah memerintahkan kita untuk memelihara agar indera ini tetap waspada, dalam penguasaan, dan hanya mematuhi kepada pengajaran Alkitab. Karena itu, jika ada suatu metode kesembuhan baru lahir di dalam pikiran seseorang yang mengatakan bahwa Allah memerintahkannya di dalam sebuah penampakan, atau di dalam suatu 'perkataan pengetahuan', maka kecurigaan kita harus bangkit. Apakah Allah, pada akhirnya, gagal menggenapkan Alkitab? Apakah metode itu dikemukakan di dalam Alkitab? Penyembuh yang dipersoalkan itu mungkin kelihatannya mendapatkan hasil yang mengesankan, dan fans yang rentan boleh saja mengatakan bahwa mereka merasakan kehadiran Roh Allah di dalam kebaktian-kebaktiannya, tetapi tugas utama akal-sehat rasional kita adalah bertanya – Apa kata Kitab Suci? Jika tidak konsisten dengan pengajaran Alkitab yang jernih dan jelas, maka itu bukanlah kehendak Allah. Paling banter hal itu akan menjadi sebuah kesalahan berat dari orang yang bermaksud baik yang ingin mengoreksi; paling jeleknya, hal tersebut akan merupakan rekayasa yang disengaja oleh seseorang yang bersifat keduniawian, meninggikan diri dan fasik.


Karena akal-budi merupakan organ untuk mendengar dan memahami kehendak Allah yang penting seperti yang diungkapkan di dalam Alkitab, maka ia harus selalu waspada pada saat kebaktian dan dalam penyembahan orang Kristen. Mematikan pengendalian rasional berarti memutuskan jalur komunikasi kita dengan kehendak Allah.


 

Akal-budi Merupakan Istana Iman


Akal-budi atau indera rasional juga sangat penting bagi kehidupan kekristenan kita, karena ia merupakan tempat atau istana
iman. Iman merupakan sesuatu yang kita dapatkan ketika, oleh kemurahan Allah, akal-budi sepenuhnya diyakinkan oleh firman Allah. Kita percaya kepada pengajaran itu, catatan tentang karya penebusan Kristus, dan janji Allah yang mulia. Oleh karena dengan akal-budi kita telah menerima janji, maka kita dapat menyandarkan iman kita kepadanya. Iman kita tergantung kepada indera akal-sehat yang diterangi oleh Allah dan diyakinkan oleh FirmanNya.Kata Perjanjian Baru untuk iman berarti – diyakinkan; percaya. Jelaslah bahwa kita hanya bisa diyakinkan atau percaya jika akal-sehat kita secara sadar berfungsi dan terbuka bagi Firman Allah. Karena itu mematikan akal-sehat berarti meruntuhkan iman.


Jika kita memadamkan ketajaman dan membuka akal-budi kita untuk cerita-cerita tidak alkitabiah dan kisah mujizat sehari-hari yang diragukan, apa yang akan menjadi perabotan di dalam istana iman? Apa yang akan mengisi kamar-kamar akal-budi? Apa yang akan
diyakinkan dan dipercayai? Akal-budi harus senantiasa dijaga pintu masuknya dan perbekalan yang masuk diseleksi secara hati-hati. Hanya Kebenaran Allah saja yang harus dimasukkan ke dalam kamar yang terbaik dan iman akan hidup dari perbekalan tersebut. Informasi-informasi lainnya bisa masuk ke dalam kamar serba-serbi dan perikop-perikop di dalam pikiran diberi label sebagai material yang akan diperiksa, diuji dan barangkali diingat, tetapi jangan dipercaya atau diterima sebagai perkataan yang otoritatif yang dikirim oleh Allah.


Dalam metode kesembuhan kharismatik modern, iman orang yang mencari kesembuhan tidak diletakkan di dalam Firman Allah, namun di dalam pernyataan dan tuntutan si penyembuhnya. Di dalam kebaktian kesembuhan, sang penyembuh yang terkenal tersebut mengatakan bahwa anda akan disembuhkan. Ia mengatakan bahwa ia selalu melaksanakan hal tersebut.
Dia (bukan Alkitab) yang menjaminkan kesembuhan anda. Selanjutnya ia akan menyatakan telah menerima firman langsung dari Allah mengenai diri anda yang mengatakan apa yang tidak beres dalam diri anda, dan hal itulah yang akan dipulihkan. Ia menyatakan diri memiliki kuasa khusus melalui karunia pribadi, sehingga orang-orang akan jatuh ke belakang (tumbang) ketika disentuh olehnya. Ketika kebaktian kesembuhan sedang berlangsung, orang-orang di seluruh ruangan berseru dan menyatakan bahwa mereka telah dipulihkan (disembuhkan). Barangkali anda yang pernah hadir dalam kebaktian demikian yakin bahwa keberatan dan perasaan kuatir anda harus dikesampingkan sebagai hal yang memalukan. Anda telah memungkinkan diri anda terbuka, rentan dan mudah terpengaruh oleh 'berkat' dengan mengesampingkan indera rasional anda, penjaga atas pintu akal-budi anda.


Akibat dari semua ini adalah akal-budi anda diisi dengan informasi tidak alkitabiah yang mendesak keyakinan anda – yakni informasi yang diciptakan oleh si penyembuh, pernyataan-
nya, janji-nya, kuasa-nya, yang semuanya diperkuat dengan 'kata-kata pengetahuan' yang kedengaran masuk akal yang dikatakannya. Sekarang iman anda disandarkan kepada apa? Pada saat anda mencari kesembuhan, iman anda akan bersandar kepada campuran tuntutan dan pernyataan liar yang sepenuhnya manusiawi; bukan yang bersandar pada Firman Allah. Karena akal-budi merupakan tempat bersemayamnya iman, kita tidak boleh berhenti menguji dengan Firman Allah terhadap setiap pengajaran atau gagasan yang menuntut pengakuan. Indera akal-budi tidak boleh dihentikan, seperti yang diajukan oleh kharismatik, karena jika itu terjadi, maka kita akan langsung rentan terhadap kesalahan manusiawi dan kelicikan setan.



 

Kedewasaan Harus Menjadi Tujuan Kita


Tujuan utama kehidupan kekristenan kita adalah menyesuaikan diri kepada Kristus. Dalam Efesus 4: 13 Paulus menyatakan tujuan ini sebagai berikut: sampai kita semua telah mencapai ... pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Kita berusaha memperdalam karakter kita, bertumbuh di dalam kasih-karunia, bertambah-tambah kasih dan pengetahuan, dan juga ketajaman dan pertimbangan. Kita harus sepenuhnya bertumbuh dari kanak-kanak rohani menuju kedewasaan rohani. Masih juga harus dikatakan bahwa cita-cita kharismatik adalah pengabaian kedewasaan dan kembali kepada kekanak-kanakan. Pola irama musik dan tarian; tepuk tangan, informalitas penuh sukacita, kadang-kadang lelucon tanpa malu-malu yang diiringi dengan permintaan rendahan yang berasal dari pikiran, semuanya merupakan ciri-ciri perilaku yang menyenangkan anak-anak kecil, namun cenderung mempermalukan orang dewasa.


Orang dewasa merasa tidak enak bukan karena mereka tidak mau membiarkan Roh Kudus menguasai hidupnya (seperti yang dinyatakan oleh kharismatik), tetapi karena mereka merasa bahwa cara demikian bertentangan dengan dengan kedewasaan rohani.


Ketika kita berusaha semakin dekat kepada Kristus, dan menjadi serupa denganNya, kita harus bertanya – apakah Ia berperilaku seenaknya? Apakah Ia mendorong orang untuk menari dan meloncat-loncat dan berguling-guling di lantai (seperti yang dilakukan beberapa penyembuh masa kini) sebelum Ia menyembuhkan mereka? Apakah Ia menggunakan kegiatan jasmaniah yang tidak malu-malu dalam doaNya kepada Bapa? Apakah Ia membiarkan orang-orang percaya tidak sadar diri atau mendorong mereka berteriak keras mendadak, menjerit, atau mengoceh tidak karuan? Kita harus meneladani Tuhan kita. Kita sedang dalam perjalanan menuju kedewasaan Kristen. Kita diperintahkan untuk menggunakan akal-budi dewasa kita dan jangan berperilaku seperti kanak-kanak, yang kadang-kadang menggunakan pikiran mereka dan kadang-kadang tidak. Perbuatan kita harus senantiasa terkendali, tulus, peka dan berharga di hadapan Tuhan kita.


Anak-anak senang berpura-pura dan bermain bohong-bohongan. Mereka suka dongeng dan kejutan. Mereka mudah dibohongi, terbuka, percaya, dan mudah disesatkan. Tugas kita dalam perjalanan menuju ke kedewasaan Kristen dapat dilihat dengan jelas di dalam perkataan Paulus – Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu (1 Kor. 13: 11). Betapa banyaknya orang percaya yang membiarkan diri terseret kedalam pemikiran kharismatik dengan mendengarkan kisah-kisah tentang bagaimana orang yang katanya dipulihkan oleh seorang penyembuh 'berkarunia', tetapi mereka tidak bertanya – Apa kata Kitab Suci? Malangnya, hal ini merefleksikan perbedaan antara seorang kanak-kanak dengan seorang dewasa. Anak kecil terpesona dengan apa yang dilakukan tukang sulap, sebaliknya orang dewasa merasa hal-hal itu tidak selalu benar demikian, dan memakai dalil-dalil tertentu terhadap keadaan tersebut.


Kita bahkan mendengar para pelayan yang terseret ke dalam ikatan persaudaraan dan pertemuan kharismatik para gembala, dimana mereka telah mencampakkan mantel kedewasaan untuk bisa merasakan pernyataan bahwa perilaku tidak malu-malu akan melancarkan berkat Roh. Sungguh tragedi yang menyedihkan ketika sensasi emosional yang dipacu harus menggantikan tempat kuasa dan berkat asli dari Allah. Jalan menuju surga senantiasa menuju ke atas, bukan ke bawah, dan ini juga berlaku bagi kedewasaan perilaku, pengendalian rasional dan ketajaman seperti juga halnya tujuan-tujuan lain di dalam kehidupan Kristen. Paulus menekankan persoalan ini dengan mengatakan – Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. ... tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu! (1 Kor. 14: 20).


Dengan mengabaikan kewajiban kedewasaan rohani dan hukum tentang akal-budi yang benar, para pengajar kharismatik telah 'mencemplungkan' ribuan orang percaya ke dalam dasar kubangan yang kekanak-kanakan dan kepercayaan tahyul yang sebenarnya telah diangkat ke atas oleh kekristenan yang sejati. Dengan kesembuhan (yang belum tentu benar) sebagai 'bahan jualan' utamanya, kharismania memundurkan proses pendewasaan, sehingga mengubah orang kembali menjadi kanak-kanak – yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Efesus 4: 14).>

Read More ..

Bab 9

Imajinasi

Gelombang Baru Kesembuhan Pikiran dan Ingatan


 


Di dalam buku-buku kesembuhan baru yang membanjir, berbagai penulis kharismatik telah terlanda untuk mengikuti kepopuleran 'Yonggi Cho' yang memvisualisasikan doa menjadi kenyataan. Salah seorang penulis, David A. Seamands, misalnya, menulis di dalam bukunya "Healing of Memories" (Memulihkan
Ingatan), 'Iman telah dipanggil sebagai suatu bentuk imajinasi kudus. Ini berarti kita berdoa menggunakan imajinasi kita untuk memvisualisasikan orang-orang yang disembuhkan dan dibebaskan dari rantai masa lalu yang menyakitkan; bahwa kita menggambarkan mereka diubah dan diperbaharui.'


Penulis-penulis seperti Seamands menganut gagasan yang tadinya dipertahankan oleh para psikiater sekuler, bahwa menguburkan atau menyembunyikan luka akan melumpuhkan orang, kecuali jika mereka mengeluarkannya satu per satu, memunculkannya agar terlihat, dan menyingkirkannya. Seamands dan yang lainnya melangkah terlalu jauh seperti mengatakan bahwa bahkan Allah juga tidak
bisa menyembuhkan perasaan dan ingatan yang sudah hancur, kecuali masalah sehari-hari ini diangkat dan si penderita dihadapkan langsung dengan ingatan yang sakit itu. Metode itu 'dikristenkan' dengan cara memperkenalkan Tuhan yang telah bangkit
ke dalam permasalahan masa lalu si penderita melalui imajinasi.


Pertama si penderita atau orang yang tertekan itu diminta untuk mengenang masa kanak-kanaknya yang menyedihkan. Kemudian, dengan memakai imajinasi, si penderita harus mereka-ulang kejadian itu dan masuk ke dalamnya sekali lagi, memandangnya kembali sebagai seorang kanak-kanak. Begitu terbawa di dalam semangat fantasi, sang 'kanak-kanak' kemudian didorong untuk mengimajinasikan Yesus di dalam kejadian itu. Sang Juruselamat dapat disesuaikan dengan imajinasi pikiran apapun yang diingini si penderita, tetapi Ia harus diimajinasikan dengan rincian yang realistis, yang mengucapkan kata-kata penghiburan dan jaminan. Selanjutnya si pasien (sebagai seorang kanak-kanak) harus mengucapkan kata-kata yang memaafkan orang tua, atau siapa saja yang menyebabkan luka masa kecilnya, sehingga dengan demikian menyingkirkan penyebab tekanan dari semua permasalahannya.


Pasien atau kadang-kadang sering disebut 'orang yang berkonsultasi (counselles)', kerapkali sungguh-sungguh menyingkirkan permasalahannya karena mereka mengimajinasikan kejadian-kejadian yang menakjubkan, mendengarkan tokoh-tokoh imajinasinya mengatakan hal-hal yang luar biasa. Para penyembuh-ingatan kharismatik Katolik Roma (yang sangat diterima dan diakui oleh kaum kharismatik injili) menggunakan teknik-teknik yang serupa, tetapi umumnya menggantikan Yesus dengan Maria sebagai figur yang menyembuhkan dan yang memberi penghiburan di dalam fantasi pertemuan si 'kanak-kanak'. Penjualan buku pendukung teknik penyembuhan-pikiran yang sangat besar jumlahnya tersebut semestinya sangat memprihatinkan orang-orang Kristen orthodoks alkitabiah, karena fantasi merupakan suatu khayalan yang dibangkitkan dari dalam diri, yang menghancurkan ketetapan alkitabiah bahwa akal sehat rasional harus tetap menjadi kendali pikiran kita.


Visualisasi Kristus jelas merupakan pelanggaran serius terhadap perintah kedua dari Sepuluh Perintah Tuhan, karena ia termasuk menyulap sebuah imajinasi pikiran terperinci terhadap Allah yang agung yang telah bangkit. Perintah tersebut berbunyi – Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, ... Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya. Kita tidak boleh membuat atau menggambar Allah yang tidak terbatas dan mulia pada kayu, batu, atau dengan fantasi pikiran, dengan suatu pandangan yang menggantikan realitas rohani ini. Adalah salah dan dosa menciptakan Kristus menurut visualisasi kita sendiri, dan membuatNya mengatakan kata-kata yang kita ingin Dia katakan, 'mengemongi' dan

'mengeloni' kita, dan seterusnya. Orang-orang yang mengajarkan hal-hal ini yang dengan sengaja menentang wahyu kehendak Allah, berdosa besar menghujat dan mengabaikan otoritas Allah.


Kita memiliki seorang Juruselamat, yang mempunyai bentuk bayangan yang mudah divisualisasikan. Bukanlah dosa mempunyai bayangan yang umum tentang bentuk kemanusiaan Tuhan. Sebab memang adalah fakta bahwa Juruselamat mengenakan tubuh kedagingan manusia, dan terangkat ke Surga dengan tubuh kemuliaan, dan itu merupakan suatu dorongan dan bantuan bagi kita untuk melakukan pendekatan terhadapNya. Tetapi mengenakan konsep bayangan (terhadap diri Tuhan Yesus) tersebut dalam bentuk mata coklat, rambut coklat, kulit yang terang atau gelap, bahan pakaian tertentu, atau ekspresi wajah yang khusus menurut selera dan keinginan kita adalah menyingkirkan jauh-jauh kewaspadaan yang hakiki tentang kemanusiaanNya yang mulia ke dalam alam fiksi dan fantasi.


Kita harus menyembah di dalam
Roh
dan
kebenaran. Bagaimana mungkin gambaran di pikiran menjadi suatu kebenaran jika telah kita rekayasa? Bagaimana kita bisa tahu rupa Juruselamat itu seperti apa? Bagaimana kita bisa mengetahui ekspresi yang ditunjukkanNya? Barangkali kita telah berdosa dan Juruselamat kita sedang bermuka masam terhadap kita, bukan tersenyum. Penting untuk mengetahui bahwa orang-orang yang diberi konsultasi oleh para penyembuh ingatan semuanya berhadapan dengan Juruselamat yang tersenyum, yang tidak pernah bermuka masam, memarahi, menghukum, memperingati atau memberi perintah. Mereka merekayasa sendiri seorang Juruselamat yang akan menghibur, menyenangkan, memuji serta melayani mereka, mereka bukannya tunduk kepada sang Juruselamat yang dinyatakan di dalam Alkitab.


Juruselamat yang telah bangkit yang menampakkan diri kepada Paulus untuk meneguhkan persyaratan sebagai seorang rasul – yaitu orang yang telah melihat Tuhan. Namun Paulus memberitahukan kita bahwa dia adalah orang yang terakhir yang melihat Tuhan yang telah bangkit (sebelum Dia datang kembali). Paulus bagaikan anak yang lahir sebelum waktunya, sebagai rasul terakhir. Bagi kita ketentuannya adalah bahwa secara eksklusif pendekatan kepada Allah adalah dengan
iman, dan penyembahan di dalam
roh. Kita mengenal Kristus seperti yang dikatakan di dalam Kitab Suci, dan kita tidak boleh menambahkan atau mengurangi sesuatu apapun terhadap wahyu itu. Kita mengenal Kristus karena sifat-sifat dan karakter yang diungkapkan di dalam Alkitab, bukan dengan imajinasi terhadapNya.


Kita memahami Kristus berdasarkan rencana dan maksud-maksud yang Ia ungkapkan di dalam FirmanNya, dan kita mengasihiNya karena janjiNya yang indah. Paulus berdoa untuk orang Efesus – sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu. Ini adalah cara untuk mengetahui dan mendapatkan betapa lebarnya dan panjangnya dan dalamnya dan tingginya kasih Kristus melalui pengetahuan. Iman Kristen bukan berpaling dari Firman sebagai sumber dari segala pengetahuan tentang Allah, dan bukan untuk mencari tahu Kristus dan kuasaNya melalui 'imagineering' ('imajinasi') [istilah yang digunakan oleh jargon baru]. Kristus hasil rekayasa yang berkata-kata dengan perkataan rekayasa adalah Kristus palsu; yakni Kristus ciptaan; Kristus buatan yang diyakini, bahkan lebih buruk lagi – Kristus yang dipertontonkan. Ia adalah ilusi (khayalan) yang sengaja dimunculkan dari ketidaktaatan kepada Firman dan kesengajaan penghujatan yang mengabaikan Allah yang maha kuasa dengan kendali manusia.


Melihat keseriusan kesalahan pengajaran ini dan kepopulerannya yang melambung tinggi, bab ini akan mengevaluasi secara lebih dekat apa yang dikatakan dan dilakukan oleh beberapa penulis kesembuhan pikiran yang populer itu. Rita Bennett mewakili kelompok ini. Karena kepopulerannya di kalangan kharismatik melalui tulisan hasil kerjasama dengan suaminya Dennis Bennett, The Holy Spirit and You ('Roh Kudus dan Anda'), pada tahun 1982 ia menerbitkan sebuah buku berjudul Emotionally Free ('Kelepasan Emosional'), yang telah dicetak ulang berkali-kali.


Rita Bennett mengawali 'kesembuhan/pemulihan dari dalam/ inner healing' (atau kesembuhan melalui fantasi) pada tahun 1977, pasien pertamanya adalah seorang wanita separuh baya yang dikatakan sedang dalam keadaan di ambang kerusakan syaraf. Wanita ini diberi nama 'Meg' di dalam buku itu. Mengetahui Meg mengalami masa kecil yang tidak bahagia, Mrs. Bennett memintanya berkonsentrasi kepada 'penderitaan' tertentu pada masa kanak-kanaknya. Pada usia 3 tahun Meg merasa diabaikan dan

ditolak ketika orangtuanya sedang bertengkar seru. Mrs. Bennett mendorongnya memvisualisasikan Yesus di dalam kejadian itu, dan mengimajinasikanNya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Setelah beberapa menit Meg menyatakan bahwa ia dapat melihat Yesus dengan gamblang. Ia masih anak-anak, dan Yesus membungkuk dan merangkulnya, berkata, 'Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku tidak akan pernah mengabaikanmu.'


Pengalaman imajinernya membuatnya menangis dan berseru bahwa ia kini merasa lebih enak – 'begitu terlindung'. Rita Bennett mengenang bahwa ia 'membiarkan dirinya tenggelam di dalam kehangatan penghiburan kasih Yesus.' Selanjutnya ia mendorong Meg untuk masuk kembali ke dalam fantasinya sebagai anak yang berusia tiga tahun untuk mengatakan kepada orang tuanya bahwa ia akan memaafkan mereka karena menolaknya.


Mrs. Bennett menceritakan sebuah kasus yang serupa mengenai seorang anak muda bernama Jim, yang mengalami kegelisahan, frustrasi, kemarahan dan penolakan. Dibawah 'tuntunan Roh Kudus' Jim mengingat penolakan yang dirasakannya ketika masih menjadi anak sekolah. Karena tidak bisa membaca, suatu hari di dalam sebuah ujian ia sama sekali tidak tahu apa-apa, dan ia menangis, sehingga gurunya membuatnya menjadi bahan ejekan. Rita Bennett memakai ingatan ini dan meminta Jim memvisualisasi latar belakang tersebut, dan ia melakukannya, dengan memasukkan Yesus di dalam gambaran di pikirannya. Langsung suara Jim menjadi lebih semangat dan berseru, 'Ia sedang berjongkok di samping saya!'

'Apa yang Ia katakan kepadamu?', tanya Mrs. Bennett.

'Ia mengatakan bahwa kasihNya akan menolongku belajar dan membantuku untuk menerima diriku. Ia berkata bahwa Ia juga akan memampukanku untuk memaafkan guruku.'


Meneruskan cara 'visualisasi'nya, Jim berbicara kepada gurunya dan menunjukkan maafnya, sehingga 'ia terbebas' dari tekanan ikatan kuasa permusuhan di dalam dirinya.


Rita Bennett mempertahankan bahwa bahkan orang-orang Kristen sekalipun yang sungguh-sungguh mencoba hidup untuk Tuhan bisa saja terpaku dan mengetahui sama sekali tidak ada gunanya berdoa, karena adanya 'masalah yang tersembunyi' di dalam mereka. Masalah tersebut bisa saja berupa luka-luka atau problem masa lalu yang tersimpan di dalam jiwa – 'sehingga bahkan Roh Kudus sendiri tidak mampu menyentuhnya'. Ia memaksakan bahwa Allah tidak bisa menolong atau memulihkan sampai 'si penderita' mengeluarkan masalah-masalah itu ke permukaan, mengingatnya, dan kemudian 'melepaskannya' kepada Tuhan di dalam sebuah pertemuan visualisasi.


Darimanakah Mrs. Bennett menemukan hal itu di dalam Alkitab? Jawabannya adalah tidak dimana-mana! Secara tidak langsung ia menghadapi sesuatu dengan penjelasan-penjelasan ilmiah palsu yang rumit. Penjelasan theologis terdekat yang kita peroleh adalah sebuah kutipan sentimen mengejutkan dari Watchman Nee, yang mengatakan bahwa baik Allah maupun iblis tidak bisa berbuat sesuatu di dalam kehidupan kita tanpa terlebih dahulu memperoleh izin kita. Mrs. Bennett mengembangkan gagasan ini menjadi bahwa Allah tidak bisa memulihkan kelemahan emosional kita kecuali jika kita dapat menemukan penyebabnya dan dengan sukarela melepaskan sikap buruk yang menekan.


Pertanyaan tentang apakah hal-hal tersebut diajarkan di dalam Alkitab ditolak secara halus, bahwa ketika Yesus hadir secara jasmaniah, Ia tidak perlu divisualisasikan ke dalam keadaan si penderita. Penjelasan ini sulit diterima, karena kitab-kitab Perjanjian Baru tidak berbicara apapun mengenai hal itu mulai dari Kisah Para Rasul sampai Wahyu yang mencatat tahun-tahun pembentukan jemaat (dan pelayanan kepada jemaat) setelah pengangkatan Tuhan.


Di dalam sebuah 'pemulihan' yang diadakan melalui konsultasi Rita Bennett, si penderitanya bertentangan dengan Kristus dan tidak siap menerima disebutkannya nama Yesus. Mrs. Bennett sebaliknya juga setuju untuk tidak membicarakan 'Orang itu'. Sekali lagi, permasalahan si penderita diperkirakan

berakar di dalam sebuah peristiwa yang terjadi ketika ia berusia tiga tahun, dan sebagaimana mestinya ia diminta untuk memvisualisasikan 'Orang itu' bersama-sama dengannya. Tak lama kemudian ia berkata, 'Okey, ya, saya melihat Dia. Ia memakai sebuah jubah yang ditenun dari serat-serat alam, dan oh! – Ia berjongkok persis di sisi jalan dan menatap langsung ke mata saya dan berkata – "Kamu tidak jahat!" Ia merangkul saya dan saya merasa sangat dikasihi dan diterima!'


Akibat pertemuan imajiner dengan Kristus ini – termasuk 'pesan' dariNya yang sangat bertentangan dengan apa yang dikatakan Kristus di dalam Alkitab – pasien yang memusuhi ini dianggap telah menjadi seorang Kristen. Menurut Rita Bennett, inilah manifestasi (pernyataan) terperinci diriNya ke dalam imajinasi seperti yang dimaksud Yesus ketika mengatakan – Barangsiapa memegang perintahKu dan melakukannya... Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diriKu kepadanya (Yoh. 14: 21). Dengan ciri khas penggunaan ayat Alkitab yang dangkal tersebut, ia tidak bisa memahami bahwa di dalam ayat ini Tuhan berbicara tentang bagaimana Ia menyatakan diriNya, bukan tentang bagaimana orang-orang bisa memerintahkan Dia dengan seenaknya (dan menurut selera mereka) di dalam imajinasi mereka.


Metode fantasi yang membuat Rita Bennett menyembuhkan seseorang yang ketakutan menunggang kuda dengan menuntun orang itu memvisualisasikan masa kanak-kanaknya ketika ia jatuh dari kuda. 'Kami ingin ia membiarkan Yesus masuk ke dalam kejadian yang menyebabkan dirinya takut dengan kuda. Kami berpegangan tangan... Susie mengenang kembali pengalaman itu dan berkata, "Ya, aku melihat Yesus... Ketika aku jatuh dari kuda, Ia mengangkatku kembali, dan sekarang Ia sedang berjalan disampingku. Yesus kelihatan bersukacita." Kemudian kami berdoa dan memerintahkan kuasa-kuasa perusak yang mempengaruhi hidupnya untuk pergi.'


Dari penulis ini kita dapatkan bahwa Yesus harus dibukakan jalan untuk memulihkan pengalaman ingatan masa lalu (pre-memory), yaitu pengalaman-pengalaman menyakitkan yang terjadi terlalu dini untuk diingat di dalam kehidupan. Untuk itu kita bahkan harus memvisualisasikannya kembali ke dalam rahim ibu kita! Bisa jadi kita menderita permasalahan yang serius karena tidak mendapatkan kehangatan dan kasih sayang yang cukup beberapa saat ketika dilahirkan! Pengalaman yang hilang ini perlu diimajinasikan, sehingga kita dapat melihat Yesus di dalam keadaan itu dan mengucapkan perkataan maaf kepada orang tua kita. Kita juga bisa memohon kepada Tuhan untuk menolong kita memvisualisasikan bagaimana rupa dan perilaku orang tua kita sebelum kita dilahirkan. Mrs. Bennett mengatakan, jika kita tidak bisa menerima mereka dalam keadaan yang sekarang, kita dapat menerima mereka sebagaimana
adanya mereka dahulu!


Ayat-ayat Alkitab yang ditawarkan Mrs. Bennet untuk menjustifikasi semua kekonyolan yang berbahaya ini hanyalah menunjukkan bahwa betapa kecilnya respek yang dimiliki oleh para penulis kesembuhan kharismatik tersebut makna ayat-ayat Alkitab yang sangat jelas. Berikut ini adalah beberapa contoh ayat yang dianggap mendukung visualisasi seseorang ketika masih janin di dalam rahim. Mrs. Bennett sangat senang dengan ayat-ayat ini. Ia mengatakan, 'Ketika saya menyelidiki Alkitab, saya sangat bersukacita mendapatkan bahwa betapa banyaknya ayat mengenai hal kelahiran dan masa-masa sebelum kelahiran. Jelas Allah ingin kita mengetahui apa yang dipikirkanNya.'


Mazmur 22: 10 – Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku.


Yesaya 49: 1 – Dengarkanlah aku, hai pulau-pulau, perhatikanlah, hai bangsa-bangsa yang jauh! Tuhan telah memanggil aku sejak dari kandungan, telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku.


Efesus 1: 4 – Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya.


Yohanes 10: 3 – Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya keluar.


Pembaca manapun juga akan dapat menilai bahwa ayat-ayat ini tidak mendukung apapun kepada gagasan yang dinyatakan di dalam buku-buku seperti itu. Namun penggunaan mereka semuanya tipikal, sehingga Kitab Suci terus dipelintir dan disalahgunakan di dalam buku-buku kesembuhan masa kini ini.


Mrs. Bennett, seperti juga eksponen metode 'imajiner' lainnya, kelihatannya percaya bahwa kebanyakan masalah perasaan (emosional) disebabkan oleh luka-luka yang disebabkan orang lain. Permasalahan tidak
pernah dilihat sebagai dosa pribadi seperti kesombongan, ketamakan, ingin menguasai, egoisme dan rasa ingin menonjolkan diri sendiri. Satu-satunya yang pernah diakui oleh pasiennya adalah dosa menentang diri mereka sendiri (seperti tidak mau memaafkan dan terlalu kasar terhadap diri sendiri), serta tidak bisa memaafkan orang lain. Biasanya tidak dimintakan pengakuan dosa lainnya; hal ini mengindikasikan pandangan tidak alkitabiah kondisi manusiawi si penulis.


Teknik penyembuhan pikiran dan ingatan Rita Bennett tentu saja bukan orisinil miliknya. Para pendukung gagasan tersebut masa kini sangat bersandar kepada almarhum Agnes Sanford, seorang penyembuh terkenal yang buku-bukunya terjual dengan jumlah luar biasa sejak tahun 1940-an. Theologi Mrs. Sanford, istri seorang hamba Tuhan Episkopal Amerika, sama sekali tidak injili. Buku-bukunya penuh dengan perasaan yang kadang-kadang berbau mistik, kadang-kadang Katolik, kadang-kadang animistis, kadang-kadang Freudian (berbau pandangan Sigmund Freud), dan hanya kadang-kadang samar-samar berbau injili.


Mrs. Sanford memiliki keahlian menulis yang hebat dan metode yang sangat menarik dalam menceritakan anekdot-anekdot kesembuhan. Dengan gampang kita bisa melihat betapa banyaknya orang yang menyimpulkan bahwa buku-bukunya adalah bacaan yang memikat. Namun pemikiran yang dikembangkan di dalam buku-buku tersebut sama
sekali bukan berasal dari Alkitab, tetapi mengalir langsung dari imajinasi Mrs. Sanford yang subur. Berikut adalah salah satu contoh yang ditiru oleh Bennett, Seamands dan banyak lagi yang lain dari pentolan penyembuh modern ini. Agnes Sanford menceritakan sebuah kisah tentang seseorang yang kakak-kakak lelakinya meninggalkan rumah untuk menjadi sukarelawan perang ketika ia masih kanak-kanak. Ia yakin kakak-kakaknya tidak akan kembali dan karena itu hatinya akan hancur karena kesepian. Namun ternyata kakak-kakaknya sungguh-sungguh kembali dan kebahagiaan keluarga didapatkan kembali, tetapi pertumbuhan anak muda tersebut tetap tertekan dan tidak tentram karena ingatannya masih belum dipulihkan.


Mrs. Sanford mengajarkan anak muda yang tertekan ini untuk memvisualisasikan pengalaman masa lalu itu dan memproyeksikan Yesus ke dalam kejadian itu. Ia segera dapat melihat dirinya sebagai seorang anak, tersandar sedih di gerbang luar rumahnya, sebuah topi biru di kepalanya, dengan Yesus disampingnya. Ketika ia melihat Yesus di dalam kejadian itu, terjadilah sebuah 'mujizat'. Pancaran keputusasaan yang ada di dalam ingatannya hilang, dan ia terbebas dari kesengsaraannya.


Mrs. Sanford secara terbuka menyatakan bahwa metode kesembuhan ingatannya adalah sama seperti yang dicapai dengan 'psikologi yang mendalam', padahal teknik yang disebut terakhir ini menyebabkan pasien mengenang kembali masa lalu selama berbulan-bulan, kerapkali disertai dengan sakit dan tangis, sedangkan teknik Mrs. Sanford termasuk singkat dan sakit pasti hilang.


Agnes Sanford menyatakan bahwa pengetahuan yang mendalam terhadap orang-orang yang menderita dikaruniakan kepadanya oleh Roh Kudus beserta dengan kuasa kesembuhan dan kuasa kreatif. Ia mengatakan bahwa dengan menggunakan imajinasinya ia mendapatkan dirinya bisa 'mengendalikan dari jauh' perilaku anak-anaknya semasa mereka masih kecil, menjauhkan kemarahan, dan seterusnya. Ia menjelaskan bahwa kuasa-kuasa kesembuhannya lebih luas lagi dari semua ini.


Suatu kali ketika ia sedang menumpang kereta api, sebuah batu menghantam jendela dan menyebabkan seorang anak muda yang duduk berseberangan luka berat di keningnya dan jatuh pingsan ke lantai. Darah menyembur deras keluar sehingga membasahi lorong dan menguatirkan semua orang. Karena kegemparan itu, kereta api berhenti dan penjaga menelpon dari pinggir rel meminta bantuan ambulance.

Mrs. Sanford menceritakan bagaimana ia mulai berdoa, dan dengan keras memvisualisasikan kesembuhan kening anak muda tersebut: 'Saya memakai doa dengan kuasa imajinasi, melihat luka itu disembuhkan.' Kurang dari sepuluh menit pria itu sadar, dan dalam jam itu juga luka yang tadinya menganga telah berubah menjadi suatu garis putih seperti goresan yang berusia tiga minggu. Agnes Sanford mengangkat hal ini sebagai contoh penggunaan karunia kreatif yang dimiliki manusia, yaitu suatu karunia nyata yang menggunakan kekuatan imajinasi dengan pertolongan Roh Kudus.


Namun karunia kreatif yang memampukan kita untuk memvisualisasikan kesembuhan ini sama sekali bertentangan dengan doa yang diajarkan Alkitab, yaitu bahwa doa itu sepenuhnya tergantung kepada kuasa Allah yang akan menjawabnya, disertai dengan kesiapan untuk menerima kehendak dan maksudNya yang tertinggi di dalam masalah tersebut. Doa bukanlah seni untuk memanipulasi apa yang terjadi dengan kekuatan kehendak atau imajinasi. Doa juga bukan sejenis panggung mental dimana kita dapat memvisualisasikan Juruselamat dan menggerakkanNya di layar seperti boneka yang ada talinya.


Wawasan berikutnya tentang gagasan aneh Agnes Stanford (terutama penggunaan Kitab Sucinya) dapat dilihat di dalam aplikasinya terhadap nasehat Paulus – Hiduplah sebagai anak-anak terang. Mrs. Sanford mengatakan bahwa kita harus hidup sebagai orang yang diberikan beban energi yang hidup dan bergerak seperti terang, yang 'intensitas getarannya terlalu tinggi dan panjang-lebar gelombangnya terlalu halus untuk dilihat oleh mata manusia'.


Melalui doa kita dapat memacu energi ini menjadi sebuah kekuatan kreatif, dan inilah yang sering dirasakan seperti suatu panas atau getaran ketika seorang penyembuh menumpangkan tangan ke atas orang yang menderita. Mrs. Sanford membayangkan bahwa suatu saat ilmu pengetahuan bisa menemukan getaran yang saat ini bahkan sudah dapat digunakan orang Kristen. Menurut dia, energi tersebut adalah kekuatan kita; penggunaannya dirujuk oleh Paulus sebagai berjalan di dalam terang; dan ia tak lain dan tak bukan adalah kekuatan rohani yang Allah tiupkan kepada manusia pada saat penciptaan. Kami memasukkan informasi ini, karena hal tersebut menunjukkan adanya campur-aduk pemikiran gaya kultus yang melahirkan teknik kesembuhan pikiran (dan ingatan) yang kini dengan antusias dipegang oleh demikian banyak penulis kesembuhan kharismatik.


David A. Seamands, seorang mantan misionari Methodis, telah dikenal sebagai penulis lain pendukung teknik-teknik tersebut yang bukunya dibaca luas. Ia telah menerbitkan dua buku terlaris – Healing for Damaged Emotions ('Pemulihan/Kesembuhan Perasaan yang Hancur') dan Healing of Memories ('Pemulihan/Kesembuhan Kenangan'). Mr. Seamands mengulang gagasan yang tidak asing – kita menderita penyakit emosional yang tidak bisa disembuhkan Allah kecuali kita menemukan kenangan terkubur yang menyebabkannya. Konsultan pemulihan harus memohon tuntunan, sehingga para penderita bisa mengingat kembali kejadian-kejadian yang mengganggu, kemudian mengisi kejadian itu dengan menggunakan imajinasi mereka – yakni visualisasi.


Seperti Mrs. Bennett, Seamands membangun gagasannya berdasarkan anekdot dan kisah-kisah menarik tentang kemampuan ingatan, bukan dengan mendirikan dasar dari Kitab Suci. Tentu saja David Seamands menyatakan bahwa metodenya adalah alkitabiah. Di dalam bab berjudul – Biblical Foundations for Memory Healing ('Dasar-dasar Alkitabiah Pemulihan/Kesembuhan Ingatan') di dalam buku Healing of Memories, Seamands menyatakan adalah sangat penting untuk memahami bahwa metode-metode tersebut memiliki 'dasar-dasar yang kuat' di dalam Alkitab. Namun ia langsung mendapat kritikan pedas dari orang-orang yang menolak metodenya, karena hal-hal tersebut tidak diuraikan di dalam Alkitab. Ia mengatakan, 'Jika kita menerapkan pertimbangan itu ke dalam segala hal, kita bisa menjadi fanatik dan bahkan menjadi sangat berbahaya – (misalnya) memakai pakaian tanpa kancing; tidak mengendarai mobil; tidak menggunakan piano... menolak menggunakan penisilin untuk anak yang sakit...'


Dengan kata lain, Mr. Seamands mengatakan kita tidak boleh melarang sesuatu hanya karena hal tersebut tidak ada di dalam Alkitab, dan hal tersebut termasuk teknik-teknik kesembuhannya yang ganjil.

Tentu saja mobil, piano dan penisilin tidak dikenal pada masa Alkitab, meskipun transportasi, alat musik dan obat-obatan lainnya dikenal, dan semua itu secara umum diterima di dalam uraian alkitabiah. Namun, metode-metode kesembuhan yang didukung oleh Seamands dan yang lainnya bukan merupakan produk teknologi modern. Jika hal-hal tersebut memang absah (legitimate), tanpa ragu-ragu pasti hal-hal tersebut didukung Alkitab.


Dalam kaitan tersebut, seluruh bab mengenai 'Dasar-dasar Alkitabiah' hanya berhasil mengangkat tidak lebih dari empat perikop Alkitab, dan perikop-perikop itu tak sedikitpun menjustifikasi teknik-teknik tersebut. Salah satunya adalah 1 Kor. 13: 11, dimana Paulus berbicara tentang menyingkirkan hal-hal yang kekanak-kanakan. Ayat ini dipelintir paksa keluar dari konteksnya, sehingga Paulus dibuat seakan-akan mengatakan ingin dibebaskan dari ingatan masa kanak-kanak yang membuatnya diperbudak! Penggunaan perikop untuk menjustifikasi visualisasi dan fantasi demikian bukan saja konyol, namun harus dikecam sebagai ketidakjujuran rohani dan intelektual yang disengaja.


Ayat lain dari Seamands adalah Ibrani 13: 8, yang berbunyi – Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan selama-lamanya. Seamands berargumentasi bahwa karena Yesus Tuhan atas waktu, maka Ia akan dengan sukacita memasuki permainan visualisasi kita dan untuk memulihkan luka-luka masa lalu kita. Seharusnya jelas bagi semua pembaca yang tidak berprasangka, bahwa ayat ini sama sekali bukan menggambarkan atau menjustifikasi visualisasi atau fantasi Yesus menjadi kenyataan, dan siapa saja yang menggunakan teks demikian untuk membenarkan teknik-teknik tersebut, tidak bisa diakui sebagai orang yang sungguh-sungguh mengasihi pengajaran Alkitab.


Sesungguhnya melalui proses diagnosis itu, Seamands telah menyeret para pasiennya masuk lebih jauh ke dalam permasalahan dan mendorong mereka semakin asyik dengan phobia (rasa ketakutan) dan permasalahan melalui buku-buku petunjuk yang menenggelamkan mereka di dalam kasus sejarah manusia yang mempunyai masalah yang serupa. Ia memberikan rekomendasi bagi setiap orang yang ingin berkecimpung dengan otobiografi mengenai penyesalan yang dalam, rasa malu, rasa bersalah, problem rendah diri, depresi dan seterusnya. Jika masalah rumah-tangga yang berantakan, homoseksual atau penolakan pernikahan merupakan bacaan yang diinginkan, maka ia mempunyai nasehat alternatif yang kaya.


Melalui buku-buku petunjuk tersebut, orang-orang dibawa ke dalam keadaan bersandar pada diri-sendiri, introspektif dan mengasihani diri-sendiri. Setelah itu diharapkan mereka akan semakin mudah ditanya oleh si konsultan, ketika ia mempelajari ingatan itu untuk mengorek segala perilaku yang menyimpang atau kepahitan yang menurut imajinasinya dapat mempengaruhi mereka saat ini. Seamands menyatakan bahwa ketika ia menyelidiki kenangan yang menekan sang pasien, Roh Kudus mendorongnya, dan menempatkan ke dalam pikirannya kesulitan–kesulitan yang telah dilupakan oleh si penderita, dan membantunya memancing dan menjaring lebih banyak masalah lagi. Sebelum semua 'sakit' tersebut dibongkar dan muncul ke permukaan, maka pemulihan tidak pernah akan terjadi.


Tanpa merasa gentar, pemaksaan perasaan yang merupakan gangguan tidak tahu malu yang melibatkan ketenangan jiwa, Seamands mencoba untuk 'melubangi' perasaan-perasaan yang berada di bawah permukaan, atau 'perasaan-perasaan negatif'. Sambil bertanya, ia meneliti pasien dengan teliti demi apa yang disebutnya 'body language' ('bahasa tubuh') dari perasaan-perasaan yang penting – tangisan, keluh-kesah, kenyataan pahit, rasa malu, bintik-bintik di muka dan tertawa salah tingkah.


Begitu peristiwa dan kenangan yang menyakitkan teridentifikasi, maka orang yang berkonsultasi harus dibawa ke dalam perjalanan visualisasi masa lalu, mengenang kembali peristiwa-peristiwa menyakitkan melalui masa kanak-kanak, memfantasikan Yesus ke dalam situasi tersebut dan seterusnya. Para penderita didorong untuk berdoa seperti anak-anak kecil. Seamands membimbing pertemuan doa, dengan mengatakan, 'Sekarang, Tuhan Yesus, saya ingin membawa seorang anak kecil ke hadapanMu. Ia ingin berbicara kepadaMu mengenai sesuatu yang telah menyebabkan banyak penderitaan.' Seamands menceritakan bahwa orang-orang yang berkonsultasi kerapkali demikian dikuasai oleh pengalaman sehingga suara mereka – 'menjadi seperti anak-anak'. Orang-orang dewasa bisa menangis, 'Papa, jangan tinggalkan aku.'


Komentar paling sederhana yang dapat disampaikan mengenai gagasan tersebut adalah bahwa semua itu sama sekali tidak menunjukkan Firman Tuhan. Mereka benar-benar membuat rasul Paulus kelihatan seperti orang bodoh yang tidak ada harapan sebagai seorang yang menggembalakan jiwa-jiwa, karena ia sama sekali tidak menawarkan teknik-teknik yang begitu terperinci seperti yang digambarkan oleh Seamands dan yang lainnya. Imajiner (khayalan) bukan saja melanggar perintah yang kedua, namun melucuti kuasa Allah dengan memulihkan penderitaan emosional tanpa bantuan perawatan psikologis yang intensif yang dilaksanakan oleh seorang konsultan yang terlatih. Imajiner juga menawarkan pengampunan dan jaminan seperti kembang gula dengan mengabaikan kehendak Tuhan.


Hanya Anak Manusia yang mempunyai kuasa di bumi untuk mengampuni dosa, tetapi ciri-ciri utama dari teknik-teknik tersebut adalah kepura-puraan bahwa Yesus hadir pada saat keadaan si penderita menyakitkan, meskipun mereka tidak menyadarinya, bahwa Ia senantiasa ada di sisi mereka, dan bahwa mereka tidak perlu menguatirkan apapun, karena Ia akan memulihkan semua luka mereka dan memberi mereka kebahagiaan dan kehidupan yang sukses. Setiap orang yang mengasihi doktrin yang injil akan melihat, bahwa semua ini secara terang-terangan adalah anti-Injil.


Seamands sudah keterlaluan ketika mengatakan bahwa para konsultan dapat mengeluarkan pengampunan seperti imam. Ia mengatakan: 'Kita sebagai kaum Protestan telah bereaksi menentang penyalahgunaan pengakuan dosa dan keabsolutan pengampunan imamat Katolik Roma. Tindakan demikian memberikan kita hak istimewa keimamatan – yaitu menjadi asisten sementara dari Roh sebagai alatNya untuk memberikan pengampunan.' Seamands menyatakan bahwa Matius 18: 18-20 memberikan otoritas tentang hal ini (sebuah indikasi jelas mengenai kekurangan keyakinan evangelikalnya yang asli) dan mengatakan bahwa ia menyimpan elemen perjamuan kudus agar selalu tersedia untuk memberikan pengampunan.


Meskipun gagasan David Seamands berlapiskan gabungan kesalahan anti-Alkitab, namun sejumlah besar bukunya telah dicetak oleh badan penerbit evangelikal yang ternama, dan menyusup ke dalam gereja dimana-mana, terutama diterima dengan antusias oleh kalangan pelajar. Kita harus memperingatkan sifat tidak alkitabiah memalukan dari jenis gangguan ini kepada mereka yang memerlukan. Ia menghinakan Allah, karena menggeser kuasaNya memberkati orang-orang yang luka perasaannya, yang cukup hanya dengan bertobat dan berdoa; ia menghujat dengan visualisasi dan manipulasinya mengenai Anak Allah; caranya berbahaya karena memaksa orang untuk mementingkan diri yang kekanak-kanakan, subyektivisme dan emosionalisme; dan kelancangan jahat di dalam keimamatannya yang memberikan pengampunan dan jaminan.


Memang benar bahwa para gembala dan yang lain kadang-kadang berkewajiban untuk menjelaskan kepada orang percaya tentang dosa yang tidak mau memaafkan, dan sejumlah permasalahan serupa yang timbul dari 'luka' masa lampau. Tetapi cara penggembalaan yang alkitabiah memberikan tuntunan petunjuk, nasehat, dan jika perlu memberi peringatan kepada akal sehat para penderitanya, serta mendesak mereka untuk mencari pertolongan dan pengampunan Allah secara pribadi dan langsung


Apa yang salah dengan semua doa spontan langsung itu? Mengapa Allah tidak lagi menyembuhkan luka perasaan sebagai jawaban atas doa? Mengapa 1 Petrus 5: 7 tidak manjur lagi – Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara kamu? Mengapa alam fiksi khayalan, sandiwara peran dan kepura-puraan harus diberi tempat lebih tinggi daripada doa yang percaya? Dan mengapa Allah harus menunggu 2.000 tahun untuk mengungkapkan sebuah metode kesembuhan yang 'lebih baik' kepada Seamands dan kawan-kawannya?


Jawaban atas semua pertanyaan ini adalah bahwa gagasan-gagasan tersebut hanyalah ingin menggantikan iman yang sejati di dalam Tuhan dan gagasan tersebut disebarkan oleh orang-orang yang merasa diri pintar bahwa mereka lebih tahu daripada Alkitab. Kadangkala orang-orang percaya memang mengalami penderitaan emosional yang membutuhkan pertolongan yang sangat khusus, namun seorang gembala penasehat sama sekali tidak boleh berperan sebagai 'imam' atau psikiatris yang mampu menganalisis lebih dalam, mengaku mendapat inspirasi khusus dari Allah, memeriksa, bersandiwara, menuntun 'pasien' ke dalam alam khayal, mengarang kata-kata dari Kristus dan sebagainya. Hal ini harus dikutuk sebagai sesuatu yang di luar Alkitab (extra biblical) dan menghujat, dan semua orang percaya yang berpikir benar harus sepenuhnya menjauhkan diri dari buku-buku yang mendukung gagasan demikian.


Para penyembuh kharismatik yang menekankan imajiner tidak mendapat halangan yang berarti dalam memvisualisasikan Tuhan Yesus. Rev. Andy Arbuthnot, seorang mantan kepala bank dagang yang kini menjadi seorang pendeta Anglikan dan penyembuh yang berpraktek di Misi Kesembuhan London (London Healing Mission) menulis: 'Saya biasanya membayangkan Yesus sebagai seorang anak muda, dan barangkali hal pertama yang mengesankan saya adalah damai yang mengalir dariNya... Sementara kita memandang kepadaNya, mata kita beranjak ke mukaNya. KulitNya gelap ... RambutNya coklat tua, hampir berwarna hitam ...'


Jelas apa yang diinginkan Mr. Arbuthnot, ia juga berusaha untuk memasukkan sifat-sifat illahi seperti kekudusan, kasih, kuasa dan belas kasihan di dalam penampakannya, tetapi tujuan utamanya adalah mencoba mempesonakan dengan sensasi perasaan bahwa ia bersama Tuhan Yesus di dalam satu ruangan, dan ia ingin 'pasien'nya juga merasakan hal tersebut. Kebalikan dari pendekatan kepada Tuhan dengan iman dan percaya, gagasan tersebut sebenarnya mereinkarnasikan Dia melalui kekuatan imajinasi dan berusaha sedekat mungkin untuk merasakan dampak kehadiran fisikNya.


Metode Mr. Arbuthnot adalah bermeditasi berdasarkan kisah Injil untuk mencapai perasaan yang hampir total atas kehadiran Tuhan, namun ia rela menggunakan cara di luar kisah tersebut. Ia mengemukakan bahwa orang harus berulang-ulang membaca sebuah perikop, menutup Alkitabnya, kemudian dilanjutkan dengan mengimajinasikan kejadian tersebut. Ia memberi nasehat – 'Melangkahlah lebih jauh, dan isilah dengan berbagai hal, warna langit, jejak pasir yang dilewati, warna hijau abu-abu daun zaitun... gambarkan dengan keras... apa yang Yesus rasakan dalam perikop itu, gambarkan ekspresi wajahNya... nada suaraNya... sehingga memungkinkan untuk membentuk gambar Yesus di dalam pikiran seseorang... yakni yang secara tidak kelihatan di dalam imajinasi menjadi sesuatu yang nyata.'


Orang yang ingin dipulihkan ingatannya didorong untuk masuk ke dalam visualisasi Yesus yang dicambuk dan berdarah secara terperinci, 'dengan darah yang membeku... dan dengan lalat-lalat hitam yang mengitari seluruh tubuh yang hidup itu.' Ini akan membantu mereka menerima penyaliban sebagai kemenangan Allah atas segala kejahatan, kegelapan dan penderitaan. Kemudian para penderita harus mengimajinasi Yesus turun dari salib, bercahaya gilang-gemilang di dalam kemuliaan kebangkitan dan kuasa, dan pada saat itu Mr. Arbuthnot akan berkata kepada mereka, 'Sekarang letakkan tangan kananmu ke dalam hatimu; tujukan persis ke dalam hatimu dan keluarkan semua penderitaan, semua rasa sakit dan semua kesedihan yang ada disitu. Keluarkan dan lihatlah, seonggok kotoran hitam menjijikkan di tangan kanan anda, dan serahkanlah itu kepada Yesus.' Disebutkan bahwa para penderita mengatakan ketika mereka melakukan hal tersebut di dalam imajinasi mereka, semua dukacita dan kesedihan ingatan yang luka meleleh sampai akhirnya mencair ke tanah seperti tetesan air murni. Mereka mengatakan, 'Saya benar-benar merasa sakit dan kesedihan meninggalkan diri saya!'


Jika seseorang dianggap menderita karena terjadi sesuatu yang menyakitkan pada masa kecilnya, maka orang tersebut akan mengingat kembali kejadian masa kanak-kanak itu, dan (dalam keadaan melayang bersama di dalam imajinasi), Mr. Arbuthnot akan membimbing mereka kepada salib untuk membuka lebar kejadian itu, dan untuk merasakan Yesus turun dan memulihkan mereka.


Mr. Arbuthnot menceritakan betapa seringnya ia membimbing orang ke alam khayal rohani yang penuh kejadian ajaib. Ia akan berbicara kepada pasien sebagai berikut: 'Saya melihat engkau seperti seorang anak berusia tujuh tahun, sedang bangun dan berjalan mengelilingi meja menuju ke arah Yesus. Tidak, engkau bukan berjalan, engkau berlari. Engkau sedang berlari ke arah Yesus, dan saya bisa melihat engkau melompat, melompat ke pangkuanNya, dan saya melihat engkau terkekeh-kekeh kesenangan di

dalam rangkulan Yesus. Engkau kelihatan sangat sukacita... engkau merasa aman dalam rangkulan tangan kiriNya yang kuat di bahumu, dan ketika engkau bersandar di dadaNya, engkau merasakan kehangatan tubuhNya, engkau bisa merasakan detak jantungNya, engkau memandang ke wajahNya yang tersenyum... dan engkau benar-benar penuh dengan sukacita.'


Imajiner seperti ini telah menjadi sebuah teknik standar bagi banyak pengerja kharismatik, dan jika perlu, kita harus menanyakan sederetan pertanyaan biasa. Dimanakah ada tercatat bahwa Paulus atau rasul mana saja yang bekerja seperti itu? Bagaimana semua ini dicocokkan dengan perintah yang kedua?


Apakah teknik-teknik kesembuhan demikian dapat mempertahankan nilai-nilai yang sepenuhnya berdasarkan hubungan kita dengan Tuhan – ORANG BENAR AKAN HIDUP OLEH IMAN? Apakah jujur mengkhayalkan pertemuan fiktif yang terperinci dengan Juruselamat secara jasmaniah, lengkap dengan percakapan dan berangkulan? Bukankah ini suatu penghujatan menaruh perkataan di dalam mulut Tuhan, membuatNya mengatakan apa saja yang kita ingin Dia katakan? Tidakkah hal itu terlalu bahaya, berdosa dan kedagingan memaksa orang (khususnya mereka yang mungkin kesepian dan kehilangan kasih sayang fisik) untuk mengkhayalkan kontak fisik dengan Allah yang agung, yang dibayangkan memiliki sifat yang gagah, dengan kekuatan yang melindungi, wajah yang menarik, kehangatan tubuh dan seterusnya?


Tak diragukan lagi teknik-teknik ini selain tidak alkitabiah, juga menghujat dan kedagingan. Dengan keji mereka mengeksploitasi perasaan orang-orang yang rentan, dengan kejam menambahkan khayalan religius kepada orang-orang yang mengalami penderitaan neurotis, dan kemudian mengacaukan pikiran mereka tentang cara yang benar dan rohani sebagai pendekatan terhadap Kristus untuk mendapat berkatNya. Pada saat seseorang yang disebut pengerja Kristen menolak Alkitab sebagai satu-satunya penuntun, otoritas dan teladan bagi semua metode penggembalaan, dan lebih menyukai teknik-teknik imajiner kedagingan, orang demikian menjadi seorang penyebar fiksi dan khayalan kedagingan, dan merupakan seorang musuh dari Allah Yang Maha Kuasa.>


 


 


 


 


 


 


 


 




 

Read More ..

Supported By

Share Link

IFB KJV Directory