Kamis, 27 November 2008

Nicholas Burton


Kesempatan Untuk Menderita


Ada seorang pedagang bernama Nicholas Burton, seorang warga kota London yang tinggal di kota St. Bartholomew. Suatu hari datanglah seorang "Yudas", artinya seorang yang kenal dengan para Inkuisitor Roma Katolik, yang berpura-pura ingin mengantarkan surat yang harus disampaikan langsung kepada Burton. Namun ketika ia bertemu dengannya, ia menciptakan cerita lain, bahwa ia mau mengantarkan sejenis barang ke London dengan perantaraannya, dan pada intinya mengulur waktu sampai seorang perwira Inkuisisi datang untuk menangkapnya.


Ketika Burton sadar bahwa mereka tidak mempunyai alasan apapun menurut hukum dunia maupun hukum Surga untuk menahannya, ia dengan lantang menantang mereka untuk menunjukkan apa kesalahannya. Namun ia tidak dijawab sedikitpun, bahkan mereka menyuruhnya untuk diam dan tidak berkata sepatah katapun. Maka mereka mengurungnya dalam penjara bersama para penjahat biasa selama 14 hari.


Selama hari-harinya ia di situ, ia memberitakan Firman Tuhan kepada para tahanan itu sesuai karunia yang ia miliki. Dan ia berhasil menyelamatkan beberapa dari mereka, sehingga mereka menyangkali iman dan tradisi-tradisi mereka yang salah.


Ketika hal ini diketahui oleh para Inkuisitor, mereka menjadi murka dan memindahkannya ke penjara yang lebih ketat, dimana mereka mulai menyiksanya sesuai kebiasaan mereka yang kejam. Ia disiksa sedemikian hingga akhirnya ia tidak dapat lagi berkata-kata atapun menulis dengan tangannya, sehingga ia tidak dapat memberitahukan siapa yang telah menyiksanya.


Pada tanggal 20 Desember 1560, ia dibawa ke Sevilla bersama orang-orang Kristen lainnya yang juga menolak untuk menyangkal iman mereka. Di sana ia diadili dan dinyatakan bersalah. Ia dikenakan jaket kanvas yang bergambar Iblis sedang menyiksa orang dalam api, dan juga di kepalanya topi dengan gambar serupa. Lidahnya ditarik keluar dengan dijepit kayu penjepit supaya ia tidak dapat bersaksi tentang imannya kepada semua orang.


Ia dan para tahanan lainya dibawa keluar kota dimana mereka dibakar hidup-hidup. Karena iman mereka yang teguh, nama Allah dimuliakan. Allah memberikan kesempatan bagi mereka untuk menderita bagiNya, suatu karunia yang langka. Di Surga kelak mereka akan menerima mahkota kehidupan dan juga kemuiaan yang jauh, jauh melebihi penderitaan mereka di bumi.

Read More ..

Rabu, 26 November 2008

Balthazar Hubmaer

Sahabat Yang Menjadi Penganiaya


Balthazar Hubmaer dilahirkan di Friedburg, Bavaria, pada tahun 1480. Walau ia belajar filosofi dan theologi di bawah Eck, antagonis Martin Luther, ia memeluk pandangan-pandangan Luther pada tahun 1522. Ia berhubungan baik dengan Zwingli dan membantunya dalam debat akbar melawan Gereja Katolik pada tahun 1523. Sesudahnya mereka menjadi sahabat yang dekat sekali.


Hubmaer, karena ia seorang peneliti Alkitab dan pengkhotbah yang berani, akhirnya menyadari bahwa Reformasi di Zurich tidak kembali ke model zaman para Rasul. Secara perlahan namun pasti, ia percaya kepada pandangan kaum Anabaptis, yang menyebabkan keretakan hubungannya dengan Zwingli. Dia membangun sebuah gereja Anabaptis dan membaptiskan lebih dari 300 orang yang dulu mengikutinya. Dia suka berkhotbah di tempat terbuka dan populasi di sekitarnya mayoritas menjadi Baptis.


Popularitas pengkhotbah ini dan keefektifan khotbahnya menarik perhatian para Reformer dan gereja Katolik. Dalam waktu singkat ia ditangkap dan dilemparkan ke dalam penjara bawah tanah bersama lebih dari 20 orang. Ia mencoba memohon kepada Zwingli, sahabat lamanya, kepada Kaisar, dan kepada Konsili, tetapi tanpa hasil. Kesehatannya terus merosot, istrinya juga dipenjarakan, tidak ada makanan selain roti dan air yang tidak dapat dimakan karena bau busuk mayat yang sangat menyengat. Satu-satunya harapan hanyalah pada kematian atau penyangkalan iman. Zwingli dan beberapa lainnya mengunjunginya untuk membujuknya menyangkali imannya, dan dengan menggunakan alat rak (alat yang dipakai untuk penyiksaan) dan juga karena kondisinya yang lemah ia setuju menyangkal beberapa poin imannya.


Di hadapan jemaat yang besar, setelah Zwingli berkhotbah mengutuk bidat-bidat Anabaptis, Hubmaer naik ke mimbar dan mulai membacakan penyangkalan imannya dengan suara yang lemah dan gemetar. Sambil ia terhuyung-huyung di amimbar, tiba-tiba ia berdiri tegak dengan kekuatan yang Allah berikan, dan berteriak hingga memenuhi katedral itu, "Baptisan bayi tidak berasal dari Allah, dan orang harus dibaptis oleh iman dalam Kristus!". Jemaat menjadi ribut, beberapa syok dan ada yang berteriak mendukungnya hingga ruangan itu bergema. Hubmaer diseret kembali ke penjaranya, dan di sana sekali lagi ia menuliskan pengakuan imannya.


Pada 10 Maret 1528, ia dituntun kepada kematiannya dengan hati yang tertancap dalam kebenaran yang telah ia temukan dalam Kristus Yesus dan FirmanNya. Sambil istrinya memberikannya semangat agar kuat dan setia, ia dibawa ke tumpukan kayu kering. Ia ditelanjangi dan rambut serta jenggotnya dilumuri belerang dan bubuk mesiu. Ia masih tetap berdoa untuk pengampunan bagi algojonya, dan ia berdoa menyerahkan rohnya kepada Tuhan. Api ditebarkan dan ketika rambut dan jenggotnya mulai terbakar, ia berteriak, "Oh, Yesus! Yesus!". Tiga hari kemudian istrinya menyusulnya di Surga, setelah dieksekusi dengan ditenggelamkan di sungai Danube.

Read More ..

mauritania: Timothy



supaya hati mereka terhibur dan mereka bersatu dalam kasih


(Kol 2:2)




mauritania : Timothy




"Tolong beritahu dia, Timotius!" Maura berteriak, memohon kepada suaminya. "Beritahu gubernur itu, dimana Alkitab disembunyikan dan kamu akan bebas! Saya tidak dapat tahan untuk menyaksikannya lagi. Timotius dan Maura, penduduk provinsi Kerajaan Romawi Mauritania, baru saja menikah beberapa minggu sebelum penangkapan mereka.



Maura menyaksikan dalam ketakutan ketika prajurit merusak mata suaminya dengan besi panas, mencoba untuk mematahkan tekadnya. Sekarang, dia tergantung terbalik dengan sebuah pemberat di sekeliling lehernya atas perintah dari gubernur Roma, Arrianus, Timothy menunggu penyumbat mulutnya dilepaskan. Awalnya dia merasakan ketakutan pada saat penangkapannya tetapi akhirnya berubah menjadi sebuah perasaan dari ketenangan ilahi.


Bukannya menyangkali imannya dan menyingkapkan lokasi dari kopian Alkitab milik gerejanya, seperti yang prajurit harapkan, Timothy menghardik istrinya. "Jangan biarkan cintamu untukku melebihi cintamu kepada Kristus," dia mendesak Maura, menegaskan kemauannya dan kebulatan tekasnya untuk mati bagi Sang Penebusnya. Melihat keberanian suaminya, Maura berketetapan hati untuk bertahan.



Arrianus, dalam kegeramannya terhadap penolakan Timothy, bertekad untuk menghancurkan keberanian baru Maura. Dia menjatuhinya siksaan Roma yang terberat. Walaupun demikian dia tidak dapat dihancurkan. Dia menolak untuk menyangkal Kristus.



Setelah mereka masing-masing menahan penderitaan yang tak dapat dikatakan, Timothy dan Maura disalibkan, berdampingan.




Yesus tidak mempercayakan misinya kepada orang-orang percaya secara terpisah - dia mendirikan sebuah keluarga rohani. Dia menggunakan kata-kata seperti 'saudara laki-laki' dan 'saudara perempuan' untuk menyampaikan ide bahwa dia tidak mengharapkan murid-murid-Nya bertahan seorang diri. Paulus melanjutkan misi Kristus dengan menyuruh orang-orang yang baru percaya untuk berkumpul bersama dalam gereja untuk bersekutu dan ibadah. Orang-orang Kristen membutuhkan satu sama lainnya - terutama dalam masa pencobaan. Ketika satu orang percaya bimbang, orang-orang percaya lainnya bersatu dalam dukungan dan dorongan. Inilah mengapa sebabnya dalam Perjanjian Baru mengganggap kewajiban hidup menjadi teladan sebagai sebuah keharusan dalam iman Kristiani. Teladan iman dan keberania seorang Kristen dapat memacu yang lain untuk meneladaninya dan menyatukan mereka. Sebaliknya ketika seseorang menyangkal karena beratnya penganiayaan, lebih mudah bagi yan g lain untuk menyerah juga.


Read More ..

Selasa, 25 November 2008

JEMAAT PURBA - 2


BAB II




JEMAAT (GEREJA) PURBA



Periode gereja purba (100-325 AD) sangat tidak jelas. Banyak bahan yang telah hilang; kebanyakan bahan yang tersisa telah ditambahi oleh para penulis dan penerjemah Kepausan Abad Pertengahan; dan kebanyakan telah diliputi kontroversi. Karena itu, peringatan harus diperhatikan sungguh-sungguh sebelum sampai pada kesimpulan yang tetap. Generalisasi terburu-buru terhadap kesalahan doktrinal yang meliputi seluruh Kekristenan dan gereja harus diterima dengan kewaspadaan yang tinggi. Tuduhan yang aneh dan mengerikan terhadap orang-orang Kristen mulai menjadi biasa. Kerahasiaan pertemuan kebaktian mereka dianggap kebencian yang disengaja karena tidak tahan menghadapi terang, bukan karena penyebab yang sebenarnya, yakni karena ketakutan terhadap penganiayaan. Orang-orang Yahudi khususnya getol membuat-buat dan menyebarkan kisah-kisah demikian. Dengan cara demikian, nama orang Kristen didiskreditkan.


Namun tentu saja pada masa-masa awal setelah kematian rasul Yohanes, orang-orang Kristen hidup sederhana dan rajin. Isaac Taylor, yang secara khusus menulis untuk menentang penilaian tahyul yang berlebihan pada masa patristik (zaman Bapak-bapak gereja purba), memberikan sebuah gambaran yang bagus atas kehidupan orang Kristen mula-mula. Ia mengatakan:



Saudara-saudara kita pada masa gereja mula-mula mengundang rasa hormat kita, misalnya kasih; karena semangat iman mereka yang mantap didalam hal-hal yang tidak terlihat dan kekal; kerapkali kesabaran mereka yang taat dibawah tekanan kesalahan yang paling menyedihkan; keberanian mereka mempertahankan pernyataan iman yang baik di hadapan filosofi yang bermuka masam, tirani sekuler, dan tahyul yang hebat; pemisahan mereka dari dunia dan penyangkalan diri yang menyakitkan; pelayanan mahal mereka yang tanpa pamrih dan sulit; kemurahan hati mereka dalam menyumbang, semuanya tidak bisa ditandingi; perhatian mereka yang seksama dan hormat kepada Alkitab; dan jasa yang satu ini, jika mereka tidak mempunyai jasa yang lain, adalah merupakan tingkat yang tertinggi, dan mereka patut dimuliakan dan hormat syukur dari gereja-gereja modern. Betapa sedikitnya pembaca Alkitab masa kini yang memikirkan apa yang harus dibayar orang-orang Kristen abad kedua dan ketiga hanya untuk menyelamatkan dan menyembunyikan harta karun suci tersebut dari kemarahan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan (Taylor, Ancient Christianity, I, 37).



Sebuah gambaran yang paling indah dan menyedihkan diberikan oleh penulis Epistola ad Diognetum pada masa awal abad kedua. Ia mengatakan:



Orang Kristen bukan berbeda dengan orang lain karena perbedaan negara, bahasa, maupun institusi-institusi sipilnya. Perbedaan itu adalah karena mereka tidak hanya tinggal di kota mereka sendiri, atau menggunakan suatu bahasa yang khas, maupun menjalani sebuah bentuk kehidupan yang luar biasa. Mereka tinggal di kota-kota Yunani atau di kota-kota barbar, seperti yang kemudian terjadi; mereka mengikuti cara berpakaian di negara itu, makanan, dan hal-hal kehidupan lainnya. Namun mereka tetap menampilkan perilaku paradoks yang sangat baik dan diakui. Mereka tinggal di tanah kelahiran mereka, namun seperti orang asing. Mereka mengambil bagian dalam segala hal sebagai warga negara; dan mereka menderita segala sesuatu sebagai orang yang asing. Setiap negara asing adalah tanah air bagi mereka, dan setiap tanah kelahiran merupakan tanah yang asing bagi mereka. Seperti orang lain, mereka menikah; mereka memiliki anak, namun mereka tidak mencampakkan keturunan mereka. Mereka memiliki makan bersama, namun bukan memiliki isteri bersama. Mereka adalah daging, namun tidak hidup berdasarkan daging. Mereka hidup di atas bumi, namun menjadi warga surgawi. Mereka taat kepada hukum yang ada, namun mengatasi hukum dengan hidup mereka. Mereka mengasihi semua orang, namun dianiaya oleh semua orang. Mereka tidak dikenal, namun mereka dikutuk. Mereka dibunuh namun diberi hidup. Mereka miskin namun membuat banyak orang menjadi kaya. Mereka kekurangan, namun didalam segala hal mereka berkelimpahan. Mereka dicemooh, namun dimuliakan didalam cemoohan. Mereka difitnah, namun dibenarkan. Mereka dikutuk, tetapi mereka memberkati. Mereka menerima caci-maki, namun mereka memberi hormat. Mereka berbuat baik, namun dihukum seperti orang yang berbuat jahat. Ketika dihukum, mereka bersukacita bagai dihidupkan. Oleh orang Yahudi mereka diserang seperti orang asing, dan dianiaya oleh orang Yunani; dan penyebab kebencian yang tak terkatakan oleh musuh-musuhnya. Singkatnya, jika Roh benar-benar ada didalam tubuh, maka orang Kristen ada di dunia. Roh tersebar melalui semua anggota tubuh, dan orang



Jemaat (Gereja) Purba



Kristen tersebar di seluruh kota dunia. Roh tinggal didalam tubuh, namun Ia bukan berasal dari tubuh; demikian juga orang Kristen tinggal di dunia, tetapi bukan berasal dari dunia. Roh, tidak kelihatan, terus berjaga-jaga didalam tubuh yang kelihatan; demikian juga orang Kristen terlihat hidup di dunia, karena kekudusan mereka tidak terlihat. Daging membenci dan melawan Roh, namun menderita karenanya hanya karena ia menolak kesenangan daging; dan tanpa alasan dunia membenci orang Kristen hanya karena mereka menolak kesenangannya. Roh mengasihi daging dan anggota yang membencinya; demikian juga orang Kristen mengasihi orang-orang yang membenci mereka. Roh menyertai tubuh, namun mempertahankan kesatuan bersama; sehingga orang Kristen tertawan di dunia seperti didalam penjara; namun mereka mengetahui dunia. Roh yang kekal tinggal didalam tubuh yang tidak kekal; demikian juga orang Kristen tinggal didalam dunia yang korup, tetapi mencari surga yang tak dapat menyeleweng. Roh baik sekali untuk membatasi makanan dan minuman; dan orang Kristen terus bertambah meski disiksa setiap hari. Bagian yang telah ditetapkan Allah bagi orang Kristen di dunia, tidak dapat direbut lagi dari mereka (Epistola ad Diognetum, bab 5 dan 6, hal. 69 sq. Otto. Lips., 1852).



Melalui seluruh masa ini tak diragukan bahwa banyak gereja yang tetap berdiri di atas kebenaran Perjanjian Baru. Semakin mereka bersungguh-sungguh setia kepada prinsip-prinsip Alkitab, semakin kecil kemungkinan sejarah yang mencatat tentang sikap mereka itu. Hanya para bidat dan hal-hal yang tidak wajar yang menarik perhatian dan dicatat didalam sejarah pada masa itu.


"Selama tiga abad pertama Tuhan menempatkan Kekristenan didalam keadaan yang sangat tidak menguntungkan yang memungkinkan mereka menunjukkan kekuatan moral dan memenangkan dunia hanya dengan persenjataan rohani. Sampai pada kekuasaan Constantine, ia malah tidak memiliki eksistensi legal didalam Kerajaan Romawi, bahkan pada awalnya ditolak sebagai sebuah sekte Yahudi, kemudian difitnah, dilarang, dianiaya sebagai sebuah pembaharuan yang berkhianat, dan siapa yang menerimanya akan ditangkap dan dihukum mati. Namun, ia bukan menawarkan belas kasihan yang rapuh, seperti yang dilakukan oleh Islam sesudahnya, yang mengarah kecenderungan hati untuk menyeleweng, tetapi menentang gagasan-gagasan mutakhir orang Yahudi dan orang-orang kafir, mereka demikian menuntut pertobatan dan percaya yang tidak bisa ditawar-tawar, penyangkalan diri dan penyangkalan terhadap dunia, yang menurut Tertullian lebih diutamakan dan dijauhi oleh kelompok baru itu dengan lebih mengasihi kehidupan daripada mengasihi kesenangan. Kekristenan yang berasal dari Yahudi itu, dan kemiskinan dan kesia-siaan mayoritas penganutnya melukai kesombongan Yunani dan Roma" (Schaff, History of the Christian Church, I, 148).


Meskipun kesulitan-kesulitan yang luar biasa tersebut, Kekristenan mengalami kemajuan. Rintangan-rintangan itu mendapat pertolongan didalam pemeliharaan Tuhan. Penganiayaan menyebabkan kemartiran, dan kemartiran menjadi daya tarik. Tertullian berseru kepada orang-orang kafir: "Segala kejahatan licik kalian tidak menyelesaikan apa-apa; semua itu hanya merupakan sebuah daya tarik kepada kelompok ini. Semakin kami dihancurkan, semakin bertambah jumlah kami. Darah orang Kristen merupakan benih mereka." Kesungguhan moral orang Kristen sungguh berbeda dengan penyelewengan yang sedang berlaku pada masa itu, dan sementara ia menolak pikiran yang sembrono dan yang menggiurkan, ia tidak pernah gagal mempengaruhi dengan kuat pikiran yang terdalam dan mulia. Kemajuan ini menyebar kedalam setiap bagian kerajaan. "Kami adalah kaum dari masa lalu," kata Tertullian, "namun kami telah mengisi setiap tempat milikmu - kota, pulau, kastil, desa, perkumpulan, ditengah-tengah perkemahanmu, suku-bangsamu, sekutumu, istana, senat, dan forum. Kami tinggalkan engkau di kuil-kuilmu saja. Engkau boleh menghitung musuh-musuhmu, namun didalam satu propinsi saja kami lebih besar jumlahnya."


Meskipun demikian, bahkan sebelum rasul terakhir meninggal, banyak bidat yang berbahaya dan menyedihkan yang tumbuh didalam gereja-gereja Kristen. Sebuah kecenderungan konstan yang meninggalkan kebenaran seperti yang dengan jelas dinyatakan di beberapa bagian didalam Alkitab. Kecenderungan terhadap Firman Tuhan tersebut telah dicatat oleh rasul Paulus, dan didalam beberapa Suratnya, ia menentang kesalahan tersebut. Tidak lama setelah kematian rasul terakhir, beberapa bidat yang berbahaya merangkak masuk kedalam gereja (jemaat), dan didukung oleh banyak orang yang terpelajar dan terhormat.




Jemaat (Gereja) Purba



Tidak dapat dipahami bahwa semua, atau bahkan kebanyakan kesalahan doktrinal yang ditemukan kemudian didalam sejarah Katolik Roma, ditemukan didalam periode ini. Bukan hal itu yang dimaksud. Misalnya, pemujaan terhadap Maria dan patung-patung (berhala), transubstansiasi, kesempurnaan Paus, dan Konsep Kesucian Maria (Immaculate Conception) semuanya muncul kemudian. Kecenderungan tersebut lebih mengecilkan tuntutan untuk bertobat dan iman, eksperimen agama, dan lebih menekankan kepada tanda-tanda dan simbol-simbol luar. Hal tersebut mengkhayalkan bahwa simbol luar dapat menggantikan kasih karunia didalam. Titik penyimpangan kemungkinan dapat terlihat jelas didalam ekspresi keselamatan melalui baptisan, dan kecenderungan beberapa gereja terhadap keuskupan, dan mengesampingan kesederhanaan demokratis.


Salah seorang yang paling awal mengangkat suara untuk menentang penyelewengan tersebut berasal dari Gembala dari Hermas (Shepherd of Hermas). Sang Gembala mengatakan:



Adat-istiadat telah menjadi duniawi; disiplin diperlonggar; Gereja bagaikan seorang wanita tua yang sakit-sakitan yang tidak mampu berdiri diatas kakinya sendiri; para pemimpin dan yang dipimpin sama-sama kendor, dan banyak diantaranya menyeleweng, iri hati, serakah, munafik, suka bertengkar, pemfitnah, penghujat, penghina wanita, mata-mata, pembelot, pemecah-belah. Para pengajar yang pantas masih kurang, namun banyak nabi-nabi palsu, sombong, yang berhasrat mengejar jabatan keuskupan/kepausan, dimana hal terpenting didalam kehidupan bukan diletakkan kepada kekudusan dan keadilan, namun kepada perselisihan untuk mendapatkan posisi komando tersebut. Kini hari kemurkaan sudah diambang pintu; penghukuman akan sangat mengerikan; Tuhan akan mengganjar setiap orang sesuai dengan perbuatannya masing-masing.



Salah satu kesalahan yang paling awal dan paling menyakitkan adalah dogma tentang baptisan yang menyelamatkan (baptismal regeneration). Kesalahan ini dalam suatu bentuk dan lainnya telah merusak kehidupan dan sejarah yang penuh warna dari semua masa Kekristenan. Hal tersebut bermula sejak awal dan virusnya dapat ditelusuri pada masa ini, bukan saja diantara para ritualis, namun juga didalam standar orang-orang Kristen alkitabiah. Tertullian terpengaruh untuk menentang baptisan bayi itu, dan dalam keadaan yang lain, hal tersebut menjadi asal yan menakutkan dari bidat tersebut.


Walau demikian, gereja-gereja tetap bebas dan independen. Pada waktu itu belum ada uskup-uskup metropolitan, serta jabatan dan otoritas seorang paus belum dikenal. Roma pada masa itu tidak memiliki otoritas besar didalam dunia Kristen. "Kepausan Roma", kata Kardinal Newman,"tidak mendapat perhatian besar pada seluruh masa penganiayaan. Lama sesudah itu, ia bukan satu-satunya pemegang otoritas. Tokoh besar dari Dunia Barat adalah St. Augustine; ia bukan seorang pengajar sempurna, namun membentuk intelektual Eropa" (John Henry Newman, Apologia pro Vita sua, 407, London, 1864). Dean Stanley menambahkan dengan tepat: "Telah ada para pejabat di keuskupan Konstantinopel, Aleksandria, dan Canterbury yang telah menciptakan banyak pengaruh didalam pemikiran Kekristenan dengan ucapan dibandingkan dengan paus manapun" (Stanley, Christian Institutions, 241, New York, 1881).


Namun ada sebuah kecenderungan yang menentang sentralisasi. Sebagaimana para gembala mengemban hak yang tidak dijamin kepadanya dengan Alkitab, beberapa gembala metropolitan menggunakan suatu otoritas yang tidak semestinya atas beberapa gereja yang lebih kecil. Kemudian gereja-gereja dari beberapa kota mencari dukungan dan perlindungan kepada para gembala dari kota-kota yang lebih besar. Akhirnya Roma, pusat politik dunia, menjadi pusat agama juga. Ketika itu, gembala di Roma menjadi Paus universal. Semua itu berkembang dengan lambat dan memerlukan berabad-abad untuk perwujudannya.


Gregorius Agung (AD. 590-604) merupakan "Paus pertama yang baik" dan bersama dengannya mulailah "perkembangan kepausan yang absolut" (Schaff, History of the Christian Church, I, 15). Pertumbuhan kepausan merupakan sebuah proses sejarah. Lama sebelum itu, para uskup di Roma telah membuat pernyataan-pernyataan arogan atas gereja-gereja yang lain. Hal ini khususnya dinyatakan oleh Leo I (AD. 440-461). Semua itu diakui oleh Hefele. Ia mengatakan:




Jemaat (Gereja) Purba



Namun hal tersebut jangan disalah-mengerti, karena para uskup Roma tidak menerapkan wewenang kepausan dengan sepenuhnya di setiap tempat di Barat; yaitu di beberapa propinsi, uskup-uskup sederhana ditahbiskan tanpa disertai kerjasamanya (Hefele, I, 383).



Garis Kepausan Abad Pertengahan yang absolut berawal pada masa Gregorius.


"Kekristenan di Roma," kata Gregorovius, "menyeleweng dalam waktu yang sangat singkat; dan hal ini tidak mengherankan, karena lahan dimana benih doktrinnya ditaburkan telah busuk dan paling tidak cocok dibandingkan dengan lahan lainnya untuk menghasilkan buah yang baik ... Karakter orang Roma tidak berubah seperti dahulu, karena baptisan tidak dapat mengubah semangat pada masa itu" (Gregorovius, Storia della citta di Roma nel Medio Evo, I, 155).


Gregorius menolak sebutan "Uskup Universal". "Aku tidak menjunjung hal itu sebagai sebuah kehormatan," katanya, "dimana hal tersebut membuat saudara-saudaraku kehilangan kehormatannya. Kehormatanku adalah kekuatan yang solid dari saudara-saudaraku... Namun tidak akan ada lagi hal ini: menyeleweng dari firman yang menyebabkan kesombongan dan melukai kasih (kemurahan)" (Gregory, Ep. 30, III, 933). Walaupun demikian, secara sepihak konsep jemaat yang independen dan lokal, dengan satu dan lain cara telah dicampakkan; dan banyak kalangan Kristen terpanggil untuk menderita oleh hirarkhi yang jahat dan kerapkali tidak mengenal Tuhan.


Baptisan atas orang-orang percaya terus dipertahankan didalam jemaat. Bukan mempertahankan khasiat yang dianggap eksis didalam baptisan, baptisan bayi berkembang dengan lambat. Bahkan setelah pertama kali muncul, ia ditentang oleh banyak kalangan, dan dalam jangka waktu yang panjang hal tersebut tidak dipraktekkan.


Para penulis yang dikenal sebagai Bapak-bapak Apostolik, Clement, Barnabas, Ignatius dan Gembala dari Hermas, semuanya menuntut iman sebagai bagian dari orang yang akan dibaptis. Clement tidak menyebut baptisan didalam Suratnya kepada jemaat Korintus; tetapi ia mendesak para orangtua untuk "membiarkan anak-anaknya mengambil bagian didalam pelatihan Kristen" (Migne, Patrologiae gr., I, 255).



B
arnabas mengatakan: "Tandai bagaimana Ia menggambarkan sekaligus, baik air maupun salib. Karena firman ini mengimplikasikan, diberkatilah mereka yang menempatkan kepercayaan mereka didalam salib, yang telah dibaptis didalam air; karena kataNya, mereka akan menerima upah bila tiba saatnya" (Migne, Patrologiae gr., II, 755).



I
gnatius didalam tulisannya kepada Polycarpus sebagai berikut: "Jadilah baptisanmu sebagai baju zirah, dan iman sebagai tombak, dan kasih sebagai ketopong, dan kesabaran sebagai persenjataan lengkap" (Ibid, V, 847). Perintah baptisan adalah sebagai peringatan yang tidak termasuk baptisan bayi.


Dan Gembala dari Hermas berbicara mengenai mereka yang "telah mendengarkan firman, dan ingin dibaptis didalam nama Tuhan" (Ibid, Patrologiae gr., II, 906).


Para Bapak Apostolik menuntut iman harus mendahului baptisan, oleh karena itu mereka tidak mengenal baptisan bayi. Dr. Charles W. Bennett, profesor Theologi Sejarah di Garrett Biblical Institute, Methodist, mengatakan: "Bapak-bapak Apostolik tidak memberikan keterangan yang positif sehubungan dengan praktek gereja pada masa mereka yang berkaitan dengan baptisan bayi" (Bennett, Christian Archaeology, 391, New York, 1889).


Setelah generasi kedua Bapak-bapak Apostolik, Justin Martyr, AD. 114-168, kadang-kadang dikutip sebagai pendukung baptisan bayi. Setelah menghubungkan dengan sifat-sifat jahat manusia dan kebiasaan buruk manusia, Justin menyatakan bahwa,





Jemaat (Gereja) Purba



agar kita tidak menjadi anak-anak yang terpaksa dan bodoh, melainkan dapat menjadi anak-anak yang dipilih dan yang mengerti, dan didalam baptisan bisa memperoleh pengampunan dosa yang dahulu pernah diperbuat, yang dinyatakan didalam dia yang memilih untuk dilahirkan kembali, dan telah menyesali dosa-dosanya, nama Allah Bapa dan Tuhan semesta alam; Ia yang menyucikan pribadi orang yang telah dibersihkan hanya dengan menyerukan namaNya saja (Migne, VI, 419).



Kini secara umum jelas diakui bahwa Justin hanya mengenal baptisan orang-orang dewasa, meskipun ia percaya baptisan itu menyelamatkan.


Perikop terkenal dari Iranaeus adalah sebagai berikut:



Karena Dia datang untuk menyelamatkan semua orang melalui diriNya, semua orang kukatakan, yang melalui Dia dilahirkan kembali didalam Tuhan - bayi-bayi, dengan demikian bayi-bayi disucikan; seorang anak bagi kanak-kanak, dengan demikian menyucikan mereka yang ada didalam usia ini, dalam waktu yang sama menjadi contoh bagi orang-orang muda, dan dengan demikian menyucikan mereka bagi Tuhan (Migne, VII, 783).



Perikop ini barangkali terlalu buru-buru. Namun sama sekali tidak ada bukti hal tersebut mengacu kepada baptisan. Dr. Karl R. Hagenbach, profesor di Universitas Basel selama 50 tahun, mengatakan bahwa perikop ini tidak "memberikan suatu bukti yang tegas. Ia hanya mengekspresikan gagasan yang indah bahwa Yesus adalah Penebus bagi segala usia; namun ia tidak mengatakan bahwa Ia menebus anak-anak dengan baptisan air" (Hagenbach, History of Doctrines, 200, New York, 1869).


Origen, 185-254 AD., dikutip sehubungan dengan baptisan bayi. Perkataannya adalah sebagai berikut:



Dalam pertimbangan ini, dapat ditambahkan, bahwa dapat ditanya mengapa, karena baptisan dari jemaat diberikan untuk pengampunan dosa, baptisan diberikan menurut ketaatan jemaat, bahkan juga anak-anak (parvulis); karena anugerah baptisan akan kelihatan berlebihan jika anak-anak tidak memerlukan pengampunan dan diikutsertakan (Migne, XII, 492).



Perasaan yang sama ditemukan dalam uraiannya mengenai Surat Roma.


Tulisan asli dalam bahasa Yunani Origen sudah tidak ada lagi, dan hanya tinggal perkataan Origen yang diterjemahkan oleh Rufinus dan Jerome didalam bahasa Latin. Terjemahan ini diketahui tidak dapat dipercaya, dan diakui bahwa gagasan pada masa berikutnya dengan bebas dimasukkan kedalam tulisan Origen. Anak-anak (parvulis) yang dimaksud tersebut bukanlah 'bayi', karena didalam tulisan yang sama, kata ini digunakan untuk menggambarkan Yesus pada usia 12 (Migne, XIII, 1849). Apa yang bisa dinyatakan adalah bahwa Origen merujuk kepada baptisan anak-anak, bukan bayi, sebagai sebuah tradisi apostolik. Hal tersebut tidak terlalu berbobot, jika mengingat bahwa Origen merujuk kepada sejumlah hal yang berasal dari tradisi apostolik yang bahkan sama sekali tidak pernah disebutkan didalam Alkitab.


Bukti jelas yang paling awal atas baptisan bayi ditemukan didalam tulisan Tertullian yang menentangnya ( 185 AD.). Bukti langsung pertama yang mendukung baptisan bayi ditemukan pada tulisan Cyprian, didalam Sidang di Carthage, di Afrika tahun 253 AD. Didalam tulisan kepada salah seorang bernama Fidus, Cyprian mengambil alasan bahwa bayi harus segera dibaptis setelah lahir (Epistle of Cyprian, LVIII, 2). Namun pendapat ini tidak berdasarkan Alkitab dan tidak diterima oleh kalangan Kristen.


Sidang jemaat mula-mula semuanya menolak baptisan bayi. Sidang di Elvira atau Grenada, 305 AD., mewajibkan penundaan baptisan selama 2 tahun (Hefele, History of the Councils, I, 155,Edinburgh, 1871). Sidang di Laodikia yang dilaksanakan pada tahun 360 AD., mensyaratkan mereka yang akan "dibaptis harus menghafalkan pengakuan iman didalam hati dan menyatakannya" (Hefele, II, 319). Sidang



Jemaat (Gereja) Purba



di Konstantinopel menetapkan bahwa calon yang akan dibaptis harus "tinggal suatu waktu yang lama didalam pelajaran Alkitab sebelum mereka menerima baptisan" (Ibid. II, 368). Dan Sidang di Carthage, tahun 398 AD. menetapkan bahwa "katekisasi harus dilakukan dan disiapkan untuk baptisan" (DuPin, Bibliotheque universelle, c. 4, 282).


Banyak orang Kristen yang sangat terkemuka, meski lahir dari orang tua Kristen, tidak dibaptis saat masih bayi. Jumlah kalangan ini sangat banyak, dan rinciannya demikian banyak, namun hanya bisa disebutkan sedikit saja. Daftar jumlah tersebut termasuk sejarawan ternama Eusebius, kaisar Constantine Agung, Ephrem Syrus, dan Agustinus Agung.


Basil Agung lahir pada tahun 329 AD. dalam sebuah keluarga kaya dan saleh, dimana nenek-moyangnya dikenal sebagai para martir. Ibu dan neneknya adalah orang Kristen dan 4 saudara laki-laki dan 5 saudara perempuannya merupakan orang Kristen terkenal. Ia dibaptis pada usia 26. Dalam sebuah perikop luar biasa, 380 AD., ia dengan terus terang menyatakan penyimpangan zaman-zaman itu. Ia mengatakan:



Apakah engkau keberatan dan mengembara serta menunda baptisan? Padahal sejak kecil engkau telah dikatekisasi didalam Firman, dan engkau belum juga mengenal kebenaran? Setelah demikian lama mempelajarinya, belumkah engkau mengetahuinya? Engkau adalah pengembara sepanjang hidupmu. Seorang peragu sampai tua. Kapan engkau akan menjadi seorang Kristen? Kapan akan kami melihat engkau menjadi bagian dari kami? Tahun lalu engkau menunggu sampai tahun ini; dan kini engkau berpikir untuk menanti sampai tahun berikutnya. Perhatikanlah, bahwa dengan mengatakan kepada diri sendiri engkau akan hidup lebih lama, maka engkau tidak sungguh-sungguh mendambakan pengharapanmu. Apakah engkau tahu perubahan apakah yang akan terjadi besok? (Migne, XXXI, 1514).



Semua ini menunjukkan bahwa orang Kristen mula-mula terus membaptis berdasarkan pengakuan iman; dan bahwa baptisan bayi tidak menghasilkan tempat pijakan yang permanen sampai berabad-abad setelah masa para rasul.


Baptisan bayi tidak berkembang secara mendadak. Augustine, Uskup dari Hippo-Regius, Afrika Utara (353-430 AD.) bukan orang pertama yang melaksanakannya; meskipun bukan dirinya saja yang membaptis bayi, namun ia merupakan pembela pertama dan yang paling kuat. Ia mengembangkan argumentasi theologis didalam pembelaannya. Sidang di Mela, Numidia, 416 AD., yang terdiri dari 15 anggota dan dibawah pimpinan Augustine, menetapkan:



Juga, merupakan hal yang menyenangkan bagi para uskup untuk memerintahkan bahwa terkutuklah barangsiapa yang menolak bahwa bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya untuk dibaptis atau mengatakan bahwa baptisan dilaksanakan untuk penghapusan atas dosa-dosa mereka sendiri, tetapi bukan karena dosa asal yang diturunkan dari Adam, dan ditebus dengan penyucian kelahiran kembali (Wall, The History of Infant Baptism, I, 205).



Ini merupakan sebuah fakta yang bernada nubuatan masa depan bahwa sidang pertama yang mendukung praktek baptisan bayi yang disertai kutukan terhadap mereka yang tidak setuju dengan keputusan sidang. Selanjutnya ketetapan itu menunjukkan adanya penentang baptisan bayi pada masa itu, dan bahwa ritual baptisan bayi bukan merupakan kebiasaan universal pada masa-masa itu.


Ketentuan yang pertama yang dijadikan sebagai rujukan untuk mendukung baptisan bayi di Eropa, ditetapkan oleh Sidang Spanyol di Gerunda, 517 AD. Sidang tersebut terdiri atas 7 orang yang menganut 10 ketentuan. Patokan yang mencakup butir yang berkenaan disini adalah Pasal V:



Namun mengenai anak-anak kecil yang baru lahir, dengan sukacita kami tentukan, bahwa jika, sebagaimana biasanya, mereka lemah dan tidak minum air susu ibunya, meskipun pada hari yang sama dimana mereka lahir (jika mereka dipersembahkan, jika mereka dibawa) mereka boleh dibaptis.




Jemaat (Gereja) Purba


Ketentuan itu merupakan instruksi katekisasi biasa yang mesti mendahului baptisan. Dalam kasus bayi sakit, karena ketakutan mereka akan terhilang karena mati sebelum dibaptis, maka mereka harus dibaptis selagi masih bayi. Tidak ada ketentuan yang dibuat untuk baptisan bayi yang kondisi kesehatannya baik. Juga terdapat keraguan apakah Sidang ini memang pernah dilangsungkan.


Charlemagne, 789 AD., mengeluarkan hukum pertama di Eropa untuk membaptis bayi. Ia terbelenggu perang yang sulit dihindarkan dengan orang Saxon, karena jenderalnya yang berani, Windekind, selalu mendapat sumber untuk mengalahkan rancangannya. Pada akhirnya sang kaisar berhasil menemukan sebuah cara yang mematahkan semangat Windekind, yakni dengan memisahkan pasukan darinya, dan hal ini benar-benar mengakhiri perang. Ini dilakukan dengan menhindarkan seluruh bangsa dari sebuah pilihan yang mengerikan; dibunuh oleh pasukan, atau menerima hidup dengan syarat mengaku sebagai orang Kristen dengan dibaptis; dan hukum-hukum yang keras masih tetap berlaku didalam kumpulan peraturan kerajaan ini, dimana mereka diharuskan, "dengan ancaman siksa kematian, untuk membaptis diri mereka, dan dengan denda yang berat untuk membaptis anak-anak mereka pada tahun kelahiran mereka".


Bahwa hal ini merupakan penafsiran yang benar dari sikap jemaat mula-mula bukanlah merupakan bayang-bayang keraguan. Semua sejarawan menguatkan pendirian ini. Beberapa orang yang sangat ahli dikutip disini.


Dr. Adolph Harnack dari Universitas Berlin menilai masa pasca apostolik demikian:



Tidak diperoleh petunjuk mengenai baptisan bayi pada masa itu; iman pribadi sajalah yang merupakan syarat yang diperlukan (Harnack, History of Dogma, I, 20 catatan 2).



Kemudian ia melanjutkan:



Ketidakjelasan menyeluruh terjadi sehubungan pelaksanaan baptisan anak yang dilakukan Jemaat, yang walaupun ia berasal dari gagasan bahwa upacara ini sangat diperlukan untuk keselamatan, namun bukan merupakan sebuah bukti bahwa pandangan tahyul mengenai Baptisan telah meningkat. Pada masa Irenaerus (II, 22, 4), dan Tertullian (de bapt. 18), pembaptisan anak telah menjadi sangat umum dan didasarkan kepada Mat. 19: 14. Kita tidak memiliki kesaksian apa-apa mengenai hal itu sejak awal mulanya( Ibid, II, 142).



Dan akhirnya ia menyimpulkan bahwa hal tersebut



dibangun pada abad kelima untuk pemakaian umum. Penyerapan tersebut berjalan paralel seiring dengan kehancuran kekafiran (Ibid, II, 142).



Prof. H.G. Wood dari Universitas Cambridge mengatakan:



Seperti yang dikatakan oleh Harnack, kita ada didalam "ketidakjelasan menyeluruh ketika Gereja menerima praktek tersebut". Rujukan baptisan anak abad ketiga yang jelas menafsirkannya dari sudut dosa asal, dan jika penerimaan praktek ini berdasarkan penafsiran ini, hampir boleh dipastikan ia merupakan perkembangan abad kedua yang lalu ... Rujukan kepada dosa asal didalam tulisan Clement dari Roma atau para penulis yang lebih awal dari Cyprian tidak dapat dipegang untuk mengimplikasikan sebuah pengetahuan tentang baptisan bayi. Selanjutnya, gagasan bayi perlu dibaptis demi pengampunan dosa adalah bertentangan dengan semua yang sudah diketahui oleh orang Kristen mula-mula mengenai masalah anak-anak ... Bahkan pada abad ketiga, baptisan bayi tidak bisa digambarkan sebagai kebiasaan Gereja. Bahwa Gereja mengizinkan orangtua membawa bayi-bayi mereka untuk dibaptis adalah jelas; bahwa adalah mungkin saja beberapa pengajar dan penatua yang mendorong mereka melakukan hal tersebut, meskipun tidak ada alasan untuk memperkirakan posisi Tertullian yang khas tersendiri. Tetapi baptisan bayi bukan diperintahkan pada masa itu, atau dimasukkan sebagai perintah didalam Gereja (Encyclopaedia of Religion and Ethics, II).





Jemaat (Gereja) Purba



Dr. F.C. Conybeare mengatakan bahwa "hal yang utama adalah bahwa orang harus dibaptis atas kehendak bebasnya sendiri". Lebih lanjut ia mengatakan:



Atas dasar tersebut adalah dibenarkan transisi sebuah baptisan yang dimulai sebagai sebuah perbuatan pentahbisan-diri yang tanpa disuruh-suruh menjadi sebuah opus operandum. Kita tidak mengetahui pasti berapa lama hal ini terjadi sebelum baptisan bayi menjadi biasa didalam Gereja Byzantium ... Perubahan terjadi lebih cepat didalam Kekristenan Latin dibandingkan dengan Kekristenan Yunani, dan didalam Kekristenan Armenia dan Georgia lebih lama lagi (Encyclopaedia Britannica, edisi ke-11, Bab tentang Baptisan).



Andre Lagarde mengatakan:



Sampai abad keenam, bayi-bayi hanya dibaptis ketika mereka ada didalam bahaya maut. Pada masa itu, praktek tersebut memperkenalkan pelaksanaan baptisan, meskipun mereka tidak sakit (Lagarde, Latin Church in the Middle Ages, 37).


Fakta-fakta ini semuanya menentang gagasan bahwa baptisan bayi merupakan praktek gereja-gereja purba. Ketika diperkenalkan, ia menghadapi perlawanan yang terbesar, dan hanya dibawah kutukan dan dengan todongan pedang, maka baptisan bayi dapat ditekankan kepada orang-orang Kristen yang tidak mau menerimanya; dan sikap intoleran mengikuti sejarahnya sampai kini.


Tentang bentuk baptisan yang dipraktekkan didalam gereja-gereja purba sedikitpun tidak ada keraguan. Dapat dipastikan bahwa cara selam merupakan ketentuan yang universal, dipelihara dengan baik oleh beberapa orang yang teraniaya.


Terdapat 6 gambaran terperinci atau ritual baptisan yang diturunkan kepada kita. Semuanya diketahui oleh gereja-gereja dan kesemuanya menggambarkan cara selam. Keenam gambaran tersebut dikenal dengan nama
Egyptian


Acts
(Gebhardt dan Harnack, Texts and Researches, VI, c.4 (28);
The


Canon Hipolyte
, abad ketiga (Hipolyte, Buku VII, (29);
The


Apostolic Constitutions or Canons,
dalam versi bahasa Yunani, Koptik, dan Latin, 350-400 AD.;
Cyril of Jerusalem
, 286 AD. (Migne XXXIII, 43);
Ambrose of Milan
, 397 AD.(Bunsen, Analecta, II, 465), dan
Dionysius Areopagita
, 450 AD. Ritual-ritual tersebut dipergunakan dengan luas didalam gereja-gereja dan menggambarkan praktek universal dengan cara selam.


Tentang praktek cara selam terdapat bukti di Afrika, Palestina, Mesir, Antiokhia dan Konstantinopel, serta di Kapadokia. Bagi orang Roma, kita memiliki kesaksian delapan ratus tahun tentang penggunaan cara selam. Tertullian menjadi saksi untuk abad kedua (Tertullian, De Bapt., c. 4); Leo Agung pada abad kelima (Fourth Letter to the Bishop of Sicily); Paus Pelagius pada abad keenam (Epist. Ad Gaudent); Theodulf dari Orleans pada abad kedelapan; dan pada abad kesebelas, orang-orang Roma menerapkan kepada subyek tersebut dengan selam "hanya dengan sekali" (Canisius, Lectiones Antiq., III, 281). Contoh-contoh ini menjawab cara yang digunakan orang Italia tersebut.


Ada juga kesaksian dari monumen Kristen mula-mula. Pada mulanya orang Kristen dibaptis di sungai-sungai dan mata air. Hal ini, menurut Walafrid Strabo, dilakukan dengan sangat sederhana (Migne, CXIV, 958). Kemudian oleh karena penganiayaan, orang-orang Kristen menyembunyikan diri; Catacombe-catacombe dilengkapi dengan banyak contoh tempat pembaptisan. Dr. Cote yang tinggal bertahun-tahun di Roma, dan dengan seksama meneliti masalah baptisan, mengatakan: "Pada masa kegelapan kekuasaan penganiayaan terhadap orang Kristen Roma purba, ditemukan tempat perlindungan yang dibuat tergesa-gesa di Catacombe-catacombe dimana mereka membangun tempat-tempat pembaptisan untuk melaksanakan upacara selam" (Cote, Archaelogy of Baptism, 151, London, 1876). Walaupun gambaran singkat mengenai tempat pembaptisan tidak bisa diuraikan disini, namun orang yang tidak dengan seksama mempelajari masalah tersebut akan terkejut dengan jumlah dan luasnya.




Jemaat (Gereja) Purba



Kemudian ketika kebebasan beragama Kristen dijamin, banyak gereja yang didirikan. Pada mulanya tempat pembaptisan merupakan sebuah struktur tersendiri, terpisah dengan tempat kebaktian; namun kemudian menjadi kebiasaan untuk menempatkan tempat baptisan didalam gereja itu sendiri. Tempat-tempat pembaptisan demikian didirikan hampir di seluruh negeri dimana agama Kristen tersebar. Hal ini terutama di Italia. Cote memberikan daftar yang tak kurang dari 66 tempat pembaptisan didalam negeri itu saja (Cote, Baptisteries, 110). Setidak-tidaknya sampai pada abad kedelapan dan kesembilan tempat pembaptisan terus digunakan sepenuhnya di Italia. Tempat-tempat pembaptisan dibangun di Italia paling tidak sampai abad keempatbelas, sementara cara selam diteruskan di Kathedral Milan sampai berakhirnya abad kedelapanbelas.


Tempat-tempat pembaptisan tersebut dihiasi dan tentu saja penuh dengan emblem, mosaik dan lukisan yang ditujukan untuk memperjelas bentuk baptisan. Apa yang disebut dengan Seni Kristen ditemukan didalam catacombe-catacombe, terdapat pada interior gereja dan pada perlengkapan mebel dan peralatan. Gambaran yang paling lama bukan bertanggal sebelum masa Kaisar Constantine (Parker, The Archaelogy of Rome, XII, 11, Oxford, 1877); banyak yang secara terus menerus diperbaiki, dan beberapa diantara yang paling terkenal terus berubah sedemikian rupa sehingga kehilangan karakter aslinya (Crowe dan Cavalcaselle, History of Painting in Italy, I, 22). Tidak diperoleh kesimpulan yang pasti dari sumber ini, namun pengajaran dari semua karya seni mula-mula itu mengindikasikan cara selam sebagai bentuk baptisan. Gambar-gambar tersebut menunjukkan pemandangan sungai, orang yang akan dibaptis berdiri didalam air, dan keadaan sekitarnya semua menunjukkan pelaksanaan baptisan yang primitif. Pendapat para profesor arkheologi dari universitas-universitas besar secara bulat menyatakan bahwa gambar-gambar kuno mengenai baptisan didalam catacombe-catacombe tersebut dan di tempat-tempat lainnya, menunjukkan ritual itu dilaksanakan dengan cara selam (Lihat Christian's Baptism in Sculpture and Art, Louisville, 1907).


Baptisan dengan cara curah merupakan perkembangan yang lamban. Kemungkinan penyebutan cara curah yang paling awal ditemukan didalam Teaching of the Twelve Apostles yang terkenal (Bryennios, Didacha ton Dodeka Apostolon, Konstantinopel, 1883), yang menurut berbagai pendapat dinyatakan sebagai berasal dari abad yang pertama dari tujuh abad lainnya.


Novatian (250 AD.) menyampaikan kasus pertama yang tercatat mengenai baptisan kilinis atau baptisan untuk orang sakit (clinic baptism). Ketika terbaring sakit, ia dicurahkan air yang sebanyak-banyaknya, namun baptisannya dengan jelas disebut sebagai "pembatasan" atau "pengganti" (Eusebius, The Church History, 289, New York, 1890). Pencurahan hanyalah sekedar merupakan pengganti selam. Perancis merupakan negeri pertama yang mengijinkan baptisan dengan cara pencurahan demi menikmati kesehatan penuh (Wall, The History of Infant Baptism, I, 576). Hukum pertama untuk baptisan percik diberlakukan dengan cara sebagai berikut: "Paus Stephen III, ketika dibawa dari Roma oleh Astulphus, Raja dari Lombards pada tahun 753, melarikan diri kepada Pepin, yang baru saja merampas tahta Perancis. Waktu tinggal disana, para biarawan Cressy di Brittany berkonsultasi dengannya, menanyakan apakah alkitabiah jika pada saat dibutuhkan, baptisan dilaksanakan dengan menuangkan air ke atas kepala bayi. Stephen menjawab bahwa hal tersebut alkitabiah" (Edinburgh Encyclopedia, III, 236). Namun sampai pada 1311 AD., Sidang di Ravenna menetapkan: "Baptisan harus dilaksanakan dengan tiga kali percik atau selam" (Labbe dan Cossart, Sacrosancta Concilia, II, B, 2, 1586, Paris, 1671). Segera setelah itu, pemercikan menjadi sebuah kebiasaan di Perancis.


Selama 13 abad pertama, cara selam merupakan praktek yang normal di kalangan Kristen. Kata Dollinger , "Baptisan dengan cara selam terus menjadi praktek yang umum Gereja sampai pada abad keempatbelas" (Dollinger, The History of the Church, II, 294, London, 1840-42). Cara selam dipraktekkan di beberapa bagian Jerman pada abad keenambelas. Di Inggris selam dipraktekkan selama 1.600 tahun.


Pada saat kelahiran Yesus, kebebasan beragama tidak dikenal di dunia. Bahkan negara-negara republik purba juga tidak pernah mengenalnya. Socrates dengan segala heroisme moralnya, tidak pernah




Jemaat (Gereja) Purba



membangkitkan asumsi tersebut, bahwa kefasikan akan dihukum dengan maut. Dalam pembelaannya dihadapan para para hakim, ia berkata:



Kewajibanku adalah meyakinkan anda, jika aku bisa; namun anda telah bersumpah untuk mengikuti pendirian sendiri didalam menghakimi sesuai hukum - bukan membuat hukum tunduk kepada kehendak anda. Dan itu adalah kewajiban anda untuk berbuat demikian. Karena itu, jangan memaksa aku tampil dengan tidak hormat dengan merujuk kepada diri sendiri dan tidak beriman dalam penghormatan kepada anda, khususnya ketika aku sendiri membantah tuduhan yang diajukan oleh Miletus, bahwa aku hidup tidak saleh (Grote, History of Greece, VIII, 656).



Semua negeri penyembah berhala setuju bahwa negara mempunyai hak untuk mengatur segala masalah yang berhubungan dengan agama; dan warganya harus tunduk.


Sejak semula orang Kristen mengakui dan mendukung kebebasan agama. Darah penganiayaan ditaruh didepan doktrin ini. Tertullian dengan tegas mengatakan kepada para penyembah berhala bahwa setiap orang memiliki hak azasi yang tidak dapat dihapus untuk menyembah Allah menurut kesadarannya sendiri. Kalimat-kalimatnya adalah sebagai berikut:



Namun, itu merupakan hak azasi manusia yang fundamental, sifat yang istimewa, bahwa setiap manusia seharusnya menyembah menurut keyakinan masing-masing; agama seseorang tidak boleh membahayakan maupun menolong orang lain. Pasti tidak ada bagian agama yang memaksa agama - dimana kehendak bebas dan bukan paksaan yang menuntun kita - bahkan pengorbanan diri merupakan syarat bagi yang rela. Engkau tidak bisa menyumbangkan ibadah yang sungguh-sungguh kepada dewa-dewamu dengan memaksa kami berkorban. Karena mereka tidak akan berkenan atas persembahan dari orang-orang yang tidak rela, kecuali mereka dijiwai oleh suatu semangat pertikaian, yang merupakan sesuatu yang sama sekali tidak mengenal Tuhan (Tertullian, ad Scapulam, c. 2).



Justin Martyr menegaskan pendapat yang serupa (Apol., I, c. 2, 4, 12), dan kemudian Lactantius mengatakan:



Agama tidak bisa dipaksa dengan kekuasaan; masalah tersebut harus diselesaikan dengan pembicaraan, bukan dengan serangan, sehingga kehendak dapat tersentuh. Penyiksaan dan kesalehan sangat berbeda; kebenaran juga tidak mungkin bersatu dengan kekerasan, atau keadilan dengan kekejaman. Tidak ada yang lebih penting selain kehendak bebas untuk beragama (Lactantius, Instit. div., V, 20).



Dr. Baur dalam menanggapi pernyataan tersebut, mengatakan:



Sungguh luar biasa bagaimana para Pembela Kristen tertua mempertahankan iman Kristen yang diarahkan untuk menegaskan pengajaran kebebasan iman Protestan dan kesadaran sebagai sifat yang melekat atas pengertian agama dalam menghadapi lawan-lawan penyembah berhala mereka (Baur, Gesch. Der Christl. Kirche, I, 428).



Hase mengatakan:



Dengan demikian gereja membuktikan, bahwa pada masa kekuasaan yang sewenang-wenang tanpa batas, para pencari kemerdekaan dan orang-orang kudus menanggung akibatnya mewakili masyarakat (Hase, Church History, bagian 117, hal. 161, edisi 7).



Hal ini hampir boleh dikatakan bukan sebuah pendirian doktrinal Protestan, namun lebih tepat dikatakan sebagai milik kaum Baptis. Kaum Protestan malah telah siap untuk menganiaya.





Jemaat (Gereja) Purba



Ketika Constantine setelah memenangkan pertempuran di Jembatan Milvian, Tiber, 27 Oktober 312 menjadi kaisar, ia mengeluarkan sebuah keputusan toleransi. Pengumuman resmi Milan yang terkenal itu dikeluarkan oleh Constantine dan Licinius. Karena pentingnya, maka hukum tersebut ditranskripsikan secara lengkap, sebagai berikut:



Karena sudah lama dirasakan bahwa kebebasan agama tidak bisa disangkal, namun sebaliknya harus dijamin berdasarkan pertimbangan dan keinginan setiap pribadi untuk melaksanakan kewajiban agamanya sesuai pilihannya masing-masing, kami telah memberikan perintah bahwa setiap orang, baik orang-orang Kristen maupun yang lainnya, harus memelihara iman sekte dan agamanya masing-masing. Namun karena didalam hukum yang direvisi ini, dimana kebebasan tersebut dijamin, banyak dan berbagai syarat kelihatan jelas ditambahkan, beberapa diantaranya kemungkinan terjadi setelah mengalami sedikit kemunduran ketaatan. Ketika aku, Constantine Augustus, dan aku, Licinus Augustus, datang dalam keadaan yang lebih menguntungkan ke Milan dan mempertimbangkan segala sesuatu mengenai kepentingan dan kemakmuran masyarakat, kami menetapkan antara lain, atau pertama-tama, membuat keputusan-keputusan demikian yang dilihat dari banyak segi adalah untuk kepentingan setiap orang; yakni seperti misalnya harus memelihara penghormatan dan kekudusan dihadapan Allah. Kami memutuskan untuk menjamin kebebasan orang-orang Kristen maupun siapa saja untuk mengikuti agama yang mereka pilih, bahwa apapun bentuk illah surgawi yang ada, itu adalah baik bagi kita dan semua orang yang hidup dibawah pemerintahan kita. Oleh karena itu, kami telah memutuskan, dengan alasan yang benar dan tulus, bahwa kebebasan tidak boleh ditolak oleh siapapun, untuk memilih dan mengikuti ketaatan agama orang-orang Kristen, namun sebaliknya bagi setiap orang, kebebasan diberikan untuk mencurahkan pikirannya kepada agama tersebut yang sesuai bagi dirinya, agar supaya Allah dapat dinyatakan kepada kita didalam segala sesuatu sesuai pemeliharaan dan kemurahanNya. Sudah seharusnya kami menuliskan bahwa ini merupakan sukacita kami, bahwa keadaan-keadaan yang sepenuhnya telah dihapuskan, yang terkandung didalam surat kami terdahulu mengenai orang-orang Kristen yang dikirim karena ketekunan anda semua, segala hal yang kelihatan sangat bengis dan bertentangan dengan kelembutan kami harus dihapuskan, dan bahwa kini setiap orang yang ingin mematuhi agama Kristen boleh melaksanakannya tanpa mengalami penganiayaan. Kami telah memutuskan untuk menyampaikan hal ini sepenuhnya merupakan hak anda, sehingga anda mengetahui bahwa kami telah menjamin kebebasan dan kemerdekaan penuh kepada orang-orang Kristen yang sama ini untuk menekuni agama mereka sendiri. Oleh karena hal tersebut telah dijamin dengan tanpa syarat kepada mereka, ketekunan anda memahami bahwa kebebasan juga dijamin bagi orang lain yang berkeinginan untuk mematuhi ibadah agama mereka sendiri; hal ini jelas sesuai dengan ketenteraman zaman kita, sehingga setiap orang harus memiliki kebebasan untuk memilih dan menyembah allah apa saja yang mereka sukai. Kami memutuskan agar kita tidak melihat lagi cara apapun untuk mendiskriminasikan menentang golongan agama apapun. Dan kami memutuskan masih dalam kaitan dengan orang Kristen, bahwa tempat-tempat mereka, dimana mereka dulunya biasa berkumpul, sehubungan dengan surat terdahulu yang dikirim karena ketekunan anda dimana perintah yang berbeda diberikan, jika terjadi bahwa ada orang yang telah membelinya, baik dengan perbendaharan kami maupun berasal dari siapa saja, maka harus dipulihkan kembali kepada orang Kristen yang dimaksud tanpa menuntut uang atau sejenisnya, dan tidak boleh ditunda atau ragu-ragu. Jika ada orang menerima tempat-tempat yang dimaksud sebagai hadiah, maka mereka harus mengembalikan secepat mungkin kepada orang Kristen yang sama; dengan pengertian yang sama bahwa jika mereka yang membeli tempat-tempat tersebut, atau mereka yang telah menerimanya, menuntut sesuatu pengganti, maka mereka dapat menyampaikannya kepada hakim di wilayah itu, sehingga keputusan dapat ditetapkan bagi mereka dengan pengampunan dari kami. Segala ini akan dijamin kepada masyarakat Kristen langsung demi kepentingan anda dan tanpa ditunda sedikitpun. Dan oleh karena orang Kristen yang dimaksud bukan saja dikenal memiliki tempat-tempat dimana mereka biasa berkumpul, namun juga tempat-tempat yang lain, yang bukan saja menjadi milik pribadi-pribadi diantara mereka, namun seluruh masyarakat secara keseluruhan, yaitu milik masyarakat Kristen, anda akan diberi kuasa bahwa semua itu, berdasarkan hukum yang telah kami nyatakan di atas, akan dikembalikan, tanpa ragu-ragu, kepada orang-orang Kristen yang dimaksud; yaitu kepada masyarakat dan jemaat mereka; ketentuan yang disebutkan di atas tentu saja harus ditaati, sehingga mereka yang mengembalikannya dengan tanpa syarat, seperti yang telah kami katakan sebelumnya, boleh mendapat anugerah dari kami. Didalam semua ini, demi kepentingan masyarakat Kristen yang disebutkan di depan, anda harus menggunakan ketekunan sepenuhnya, sehingga akhirnya kuasa kami dapat dipenuhi dengan segera, dan dalam hal ini juga, dengan grasi kami, keputusan dapat ditetapkan demi ketenteraman bersama dan umum. Karena dengan cara inilah, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Allah bermurah hati menuntun kita seperti yang telah kita alami dalam banyak hal, yang pasti akan terus berlangsung dari waktu ke waktu. Dan agar tujuan kemurahan ordinansi ini dapat diketahui semua, diharapkan apa yang telah kami tulis akan diterbitkan dimana-mana oleh anda dan disampaikan kepada semua orang, sehingga kemurahan ordinansi kita tidak akan diabaikan oleh siapapun (Eusebius, The Church History, X, 5).



Jemaat (Gereja) Purba



Tentang ketetapan ini Mason berkata:



Hal itu merupakan pengumuman yang paling pertama dari doktrin yang pada masa kini dianggap sebagai tanda dan prinsip kemasyarakatan, dasar dari kebebasan yang solid, karakteristik politik modern. Dengan kalimat yang bersemangat dan tajam ia menyatakan kemerdekaan kesadaran yang sempurna, pilihan agama yang tidak dapat dibendung (Mason, Persecution of Dioclesian, 327).



Sebuah agama yang dipaksakan sama sekali bukan merupakan agama. Sayangnya para penerus Constantine sejak masa Theodosius Agung (385-395) memaksakan agama Kristen dengan melarang agama lain; dan bukan itu saja, mereka juga memaksakan apa yang disebut orthodoksi dengan melarang setiap bentuk perbedaan pendapat, yang akan dihukum sebagai seorang penjahat yang menentang negara. Kebebasan yang absolut untuk beragama dan beribadah berdasarkan fakta yang logis adalah hal yang mustahil dalam sistim negara-gereja. Pemerintah kerajaan Roma terlalu absolut untuk membebaskan pengawasan terhadap agama, sehingga maklumat Constantine hanya berlangsung sementara saja. Selanjutnya, kekuasaan keuskupan bangkit masuk menyesuaikan diri dengan sistim monarkhi. Banyak uskup dan biarawan merupakan "orang yang berpakaian hitam, serakus gajah, dan yang tak terpuaskan hausnya, namun menyembunyikan sensualitas mereka dibawah kemuraman yang artifisial".


Tetesan darah pertama dengan tuduhan bidat yang tumpah dari seorang tokoh Kristen dilakukan oleh Maximus, 385 AD., di kota Treves, Spanyol. Perbuatan ini disetujui oleh para uskup, kecuali gereja-gereja Kristen, namun mereka gentar ketakutan.>




Buku-buku untuk bacaan dan rujukan lebih lanjut:


Fisher, 45-48.


Schaff, II, 198-306.


John T. Christian, Baptism in Sculpture and Art.


Northcote dan Brownlow (Roman Catholics), Roma Sotterranea, 3 volume.


Philip Schaff, The Teaching of the Twelve Apostles.



The Ante-Nicene Fathers, diedit oleh Roberts dan Donaldson.













Read More ..

Turki: Ercan Sengul

Turki: Ercan Sengul




Ketika Ercan Sengul menyerahkan hidupnya kepada Tuhan di negara Islam, Turki, beberapa menganggapnya sepertinya mengkhianati warisan dan negaranya. Ketika dia berkata bahwa dia akan melakukan apa pun demi Allah, dia benar-benar serius. Tetapi bagaimana sekarang?



Ercan duduk dalam sel penjara yang lembab dan gelap, dikelilingi oleh orang-orang yang satu sel dengannya. Dia ditangkap oleh polisi setempat yang berkata bahwa dia telah 'menghina Islam' dengan membagikan buku-buku dari sebuah percetakan Kristen.


Ercan berseru kepada Allah, meminta pertolongan. Dia tahu bahwa dia tidak bersalah dan tidak seharusnya dia berada di sini. "Kamu berkata bahwa kamu akan melakukan apa pun untukku," Allah berbisik di dalam hati Ercan. "Benarkah itu?"


Tersungkur dihadapan Allah, Ercan menangis dan beribadah. Dia memberitahu di dalam hatinya, "Saya benar-benar serius." Ercan mulai berkhotbah 3 jam setiap hari di penjara. Dia belajar bahwa Allah mengizinkannya dipenjarakan untuk memberikannya sebuah lading misi yang baru! Ercan berada di penjara selama 30 hari sampai saksi-saksi mengakui bahwa polisi memaksa mereka untuk menandatangani pernyataan, dan hakim menemukan tidak adanya bukti-bukti kejahatan.


Penangkapan tersebut telah memperluas kesaksian Ercan. Sejak pelepasannya banyak yang dulu adalah teman se-selnya telah mengunjungi gerejanya, menanyakan dia tentang Allah yang telah memberinya kedamaian dalam penjara. Ercan masih membagikan buku-buku Kristen dengan sukacita, karena ia tahu ia bisa saja ditangkap.




Kebanyakan orang Kristen mengakui bahwa penderitaan bukanlah yang dipikirkannya ketika merelakan diri dipakai oleh Tuhan. Tentu kita ingin hidup sesuai iman kita - tapi tidak sampai dianiaya. Kita mengerutu ketika tidak dipromosikan di tempat kerja atau dikucilkan dalam kegiatan-kegiatan sosial. Kita merasa dilecehkan. Dicurangi. Dirampok. Namun kita harus rela mencari Allah di dalam doa di tengah-tengah keputusasaan kita. Dan saat kita melakukannya, kita mendapatkan bahwa doa mengubah cara pandang kita. Kita mulai melihat kesempatan untuk bertumbuh. Kita menerima pengharapan. Kita menemukan janji di antara penderitaan. Akhirnya kita mulai menyadari bahwa situasi kita, betapa pun tidak adilnya, adalah bagian dari rencana Allah. Ketika kita berdoa meminta perspektif Allah dalam penganiayaan, kita menerima keberanian untuk taat berapa pun harganya.

Read More ..

Healing Epidemic (bagian 3)



Angin Timur Bertiup Ke Barat




Kampanye Kesembuhan Gaya-Okultisme John Wimber



Revolusi kesembuhan kharismatik kini telah melewati batas dimana hukum fundamental Kekristenan telah ditantang dan dicemooh - yaitu prinsip dimana pikiran harus dijaga sebagai indera yang disiplin dan rasional, yang secara sadar mengendalikan segala permasalahan kita, serta setiap persekutuan kita dengan Tuhan. Dengan memakai indera ini, kita harus menarik pengetahuan kebenaran rohani kita hanya dari Firman Allah saja. Kita bisa menyebut prinsip ini sebagai Hukum Akal Sehat - Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban [KJV: For God hath not given us the spirit of fear; but of power, and of love, and of a sound mind (secara literal, akal yang sehat, a safe mind - 2 Tim. 1: 7)]. Akal yang sehat (tertib) adalah akal sehat yang selalu mengendalikan pemikiran dan perbuatan kita, yang tidak memberi peluang kepada kita untuk kesurupan, penampakan atau kehilangan kendali akal sehat lainnya. Dengan indera yang terkendali ini, kita tidak akan berfantasi atau mengkhayalkan Allah berbicara kepada kita, namun kita berpegang teguh pada bentuk firman yang sehat (Alkitab) dengan akal sehat yang berpikir dan tepat.


Hukum inilah yang telah memelihara Kekristenan yang benar berbeda dari segala bentuk spiritisme pemberhalaan sepanjang abad. Bertahun-tahun mereka yang menggunakan bahasa lidah (yang kehilangan kendali suara) dengan sukarela telah mengabaikan indera rasional mereka, ketika mereka melakukan hal itu, namun literatur kharismatik terbitan terbaru malah mengagung-agungkan hal penghilangan total kendali pikiran rasional, meminta orang-orang percaya untuk membuka diri tanpa rintangan bagi kuasa-kuasa tak kelihatan dari alam spiritual untuk masuk. Visualisasi, fantasi, visi, dan komunikasi langsung dari Allah dan interaksi dengan roh-roh semuanya kini menjadi tujuan dan kesukaan mayoritas besar kharismatik di seluruh dunia, bersama-sama dengan hal-hal gaib, penglihatan di luar indera, kekuatan pikiran, kerasukan dan hipnotis massa - segala teknik kultus kesembuhan Timur. Zaman Reformasi mengembalikan pemikiran kepada umat, menghapuskan tahyul dan membangun pusat pemikiran rasional. Namun metode kharismatik baru mengembalikan kekacauan dan perhambaan spiritisme primitif.


Jika mencari kata okul (occult)di dalam semua kamus, kita akan menemukan definisinya sebagai - sesuatu yang tidak terlihat, di luar cakupan pengetahuan yang biasa; berkenaan dengan supranatural, kekuatan-kekuatan atau karunia-karunia mistik. Jika kita mencari kata pertenungan (clairvoyance) kita akan menemukan definisinya sebagai suatu kemampuan untuk melihat (secara mental) hal-hal atau kejadian-kejadian yang tidak bisa dilihat orang biasa. Semua ini terlarang bagi orang Kristen, termasuk teknik berhala, namun justru ini menjadi 'agama' kaum kharismatik masa kini. Ambil contoh usaha penyembuh Amerika John Wimber. Ia mengkampanyekan kepada orang Kristen agar menjalani perubahan persepsi atau transformasi pandangan yang besar-besaran, agar melepaskan diri dari Kekristenan historis, dan merapat dalam barisan dengan gagasan religius dari Timur. Ia mengeluh bahwa Kekristenan Barat dikuasai oleh pandangan ilmiah dan terpaku oleh pemikiran rasional yang salah.


Wimber menyatakan bahwa ini adalah murni masalah budaya, dengan menunjukkan di negara-negara Timur dan Afrika dapat dipastikan bahwa umat manusia bisa berinteraksi dengan alam roh, dan berhubungan dengan makhluk-makhluk di luar pikiran. Ia mendesak bahwa secara khusus rintangan tatanan budaya Barat telah menyebabkan orang Kristen dikuasai oleh alam pengertian. Untuk mendapat akses kuasa, John Wimber mengikuti Paul Yonggi Cho dalam mendesak kaum kharismatik untuk lebih membuka diri bagi 'kesenjangan-kesenjangan' lain. Mereka harus terbuka bagi mimpi, visi dan suara hati sebagai jalan masuk ke dalam dan membaca alam roh, terutama pesan-pesan dari Allah. Mereka harus melepaskan diri dari rantai yang melilit mereka yang dikarenakan oleh rintangan-rintangan Barat, budaya, ilmiah, empiris dan akal sehat, sehingga roh mereka menjadi merdeka untuk pindah ke dalam dimensi atau wilayah indera rohani. Mereka harus belajar untuk menikmati rasa dan perasaan di dalam lingkungan supranatural.


Tentu saja ini berbeda total dengan iman Kekristenan historis kita, dimana akal-sehat kita sepenuhnya berjalan seiring dengan alam rasional. Melalui anugerah Allah kita menerima wahyu Alkitab sebagai tuntunan yang sejati dan otoritatif, dan kita menerimanya ke dalam akal-sehat rasional kita. Kita sendiri tidak langsung berhubungan dengan para malaikat atau roh-roh, maupun menerima perintah-perintah otoritatif dari Allah di luar FirmanNya. Akal-sehat rasional kita tidak pernah dikesampingkan karena itu merupakan indera tertinggi dari manusia. Dengan akal-sehat dan melaluinya kita mengasihi Tuhan dan memegang FirmanNya, dan kita menerima buah dari perjalanan kita sementara kuasa Allah dicurahkan ke dalam kehidupan kita.


Sebagai orang percaya kita semua telah merasakan "dorongan" Roh, ketika Roh kebaikan dan kasih karuniaNya menghidupkan atau menajamkan pengertian kita. Kita semua telah menerima bantuan Roh yang lebih mencerdaskan kita dari yang seharusnya jika berada dalam situasi yang sulit. Kita semua telah dibantu untuk mengingat kewajiban atau tanggungjawab yang seharusnya kita lupakan, dan barangkali kita semua kadang-kadang 'dibuat' peka terhadap kebutuhan orang lain yang mendesak, yang jika diserahkan kepada kita, kita tidak akan peduli. Jelas kita semua mengenal "dorongan" yang lembut tersebut, walaupun kita tidak selalu menyadari uluran tangan Allah pada saat itu. Tetapi dorongan dan pengaruh demikian merupakan bantuan Roh Kudus yang tidak menonjol; hal-hal tersebut bukan merupakan komunikasi Kebenaran, ataupun petunjuk-petunjuk otoritatif.


Semua Kebenaran dan petunjuk otoritatif hanya datang dari Firman saja, dan setiap pemikiran asli kita secara mutlak harus sesuai dengan prinsip dan doktrin yang telah Allah berikan di dalam FirmanNya. Allah tidak pernah menyampaikan doktrin atau pengajaran otoritatif secara langsung ataupun memampukan kita untuk bisa masuk ke dalam informasi mengenai kehidupan atau keadaan orang lain dengan cara yang gaib. Kita perlu berwaspada tinggi terhadap fakta bahwa pengajaran kharismatik baru sangat berbeda dengan kaum Pentakostalis lama dua atau tiga dekade yang lalu. Kharismatik baru bukan bicara tentang seseorang yang kadang-kadang menerima 'kata-kata hikmat' dari Allah yang harus diuji dengan Alkitab. Mereka juga bukan bicara tentang seorang yang adakalanya menjadi nabi modern, yakni suatu kesalahan yang memang sudah terjadi. Mereka kini memaksakan bahwa setiap orang percaya harus mengusahakan taraf baru, profetik, dan supranatural ini - dan kaum evangelikal tradisional seharusnya terbangun oleh signifikansi yang mengejutkan ini.


Para pengajar gerakan pembaharuan kharismatik mengatakan bahwa seperti halnya dengan suku-suku primitif yang dianggap 'peka dengan roh-roh di dalam alam semesta', demikian juga orang Kristen harus peka dengan alam roh. Mereka menggunakan istilah animisme yang kental dan kita seharusnya terusik dan terperanjat untuk sadar sepenuhnya bahwa betapa pengajaran mereka telah berubah sangat fasik dan tidak alkitabiah. John Wimber menyatakan bahwa - 'sepanjang Perjanjian Baru terjadi interaksi yang terus menerus antara makhluk-makhluk alami dan supranatural (kunjungan para malaikat, mimpi, penampakan, nubuatan dsb.). Interaksi-interaksi tersebut merupakan salah satu cara Allah menyampaikan kehendak-kehendak dan petunjuk-petunjuk Allah kepada umatNya.' Ia berpendapat bahwa kesinambungan tersebut merupakan norma instruksi dan penuntun Kristen.


Setiap orang yang saat ini tidak menerima bahwa Allah berkomunikasi dengan umatNya dengan cara-cara tersebut dikutuk oleh pengajar-pengajar seperti Wimber sebagai memaksakan pandangan rasionalistik Barat terhadap Alkitab. Faktanya adalah bahwa para evangelikal tradisional percaya bahwa proses pewahyuan (dengan kehadiran karunia-karunia tanda) dibatasi pada masa Alkitab karena Kitab Suci sendiri mengatakannya demikian. Alkitablah yang membatasi wahyu dan mujizat-mujizat otentik kepada Yesus dan para rasulNya, yang menyebut para rasul tersebut sebagai tahapan dasar (fondasi) Jemaat.


Alkitablah yang memberikan daftar alasan yang sangat khusus kepada berbagai karunia yang diberikan - dimana semua alasan itu disempurnakan pada abad pertama setelah Kristus. Pada bagian berikut kita akan menyebutkan ayat-ayat Alkitab yang membuktikan, (1) sifat temporer (sementara) wahyu dan karunia-karunia tanda; dan (2) peran akal sehat rasional yang sangat diperlukan. Hal-hal tersebut merupakan masalah yang sangat penting, karena keduanya benar-benar akan mendiskualifikasi pemikiran kharismatik masa kini dan menangkal mereka dari kehidupan suatu jemaat Kristen yang benar. Kita juga akan meneliti argumentasi dasar 'alkitabiah' yang ditawarkan oleh para penyembuh kharismatik dalam mendukung metode mereka.


Pertama, terlebih dahulu perlu disampaikan bahwa para pengajar kesembuhan kharismatik tidak selalu mengumpulkan pemikiran dan metode mereka sendiri, karena mereka mengetahuinya ada di dalam Alkitab, tetapi oleh karena pengaruh yang lain seperti penampakan, mimpi, dan perkataan-perkataan yang - menurut mereka - Allah telah berbicara langsung ke dalam pikiran mereka. Ambil contoh seperti John Wimber, yang mampu menarik ribuan orang untuk datang ke seminar kesembuhan yang diselenggarakan di berbagai tempat di dunia. Bagaimana penyembuh ini bisa berubah dari sikapnya yang boleh dikatakan penganut theologi evangelikal orthodoks (walaupun sangat Arminian) menjadi seorang protagonis terkemuka dari kelompok kharismatik ekstrim? Kisah latar belakangnya tersedia di dalam rekaman kaset konferensinya dan di dalam dua buku yang diterbitkan baru-baru ini. (Penulis menemukan buku-buku itu sebenarnya kurang menggegerkan dibandingkan rekaman-rekaman kaset yang penuh dengan kekurangajaran, bahkan kata-kata hujatan dan lelucon-lelucon.)


John Wimber adalah seorang pemusik jazz yang bertobat dalam sebuah kebaktian rumah tangga pada tahun 1960-an. Pertobatannya kepada Kristus (yang digambarkan dalam sebuah rekaman kaset Signs and Wonders) sama sekali tidak kedengaran meyakinkan sebagai pengalaman dari seseorang, yang hatinya terbuka menyadari dosa-dosa pribadi dan kemudian menuju ke kemuliaan terang Injil. Ia menceritakan bagaimana dirinya menjadi Kristen sambil menangis histeris sebagai reaksi terhadap pertobatan isterinya. Menurut ceritanya sendiri, pengalaman rohaninya timbul karena kekacauan mental dan frustrasi emosional total!


Sejak awal ia adalah seorang penganut 'easy-believism' ('mudah percaya'), yang menyombongkan diri bahwa pada masa awal kehidupan Kekristenannya, ia membawa ratusan orang bagi Kristus. Dengan berlalunya waktu, ia menjadi gembala sebuah gereja injili orthodoks, namun akhirnya merasa kecewa dengan gaya pelayanannya yang tradisional dan mengambil sebuah pos pelayanan mengajar di seminari, termasuk mengunjungi gereja-gereja untuk berbicara tentang pertumbuhan gereja. Selama tiga sampai empat tahun berikutnya, ia 'sangat terkesan' dengan efek yang dihasilkan oleh karunia-karunia kesembuhan kharismatik dalam memicu pertumbuhan gereja di banyak negara Dunia Ketiga, dan mulai mengambil pandangan kharismatik dengan lebih serius. Mengakui tentang kekurangan yang serius di dalam kehidupan rohaninya sendiri selama bertahun-tahun, ia menulis:


'Pengaruh ini datang tepat pada waktunya... Selama bertahun-tahun saya telah menghabiskan waktu untuk memelihara hubungan dengan Allah - jarang berdoa dan tidak pernah membaca Alkitab dengan tekun. Saya betul-betul menyadari bahwa saya kurang mempunyai pengalaman pribadi dengan Allah seperti yang digambarkan di dalam Alkitab...'


Ia juga merasa sangat kecewa dengan gereja-gereja yang dikunjunginya, dan merasa bahwa usaha mereka kurang mencerminkan kegiatan yang alkitabiah, dan sementara sat itu ia mengalami krisis keluarga yang dihadapi salah seorang anaknya. 'Krisis pribadi ini menghadapkan saya kepada puncak kesabaran saya secara emosi dan rohani.' Akhirnya, ketika dalam sebuah penerbangan pesawat ke Detroit, ia mengalami gangguan emosional dan mulai menangis tak berdaya. Dengan perasaan hancur dan hina, ia berseru di dalam doa, 'O Tuhan, apa yang salah dalam diriku?' Ia mengeluh kepada Allah bahwa ia sangat letih, menderita tekanan darah tinggi dan sakit kepala yang tiada henti, dan ia juga telah lelah berbicara dengan orang. 'Untuk pertama kali dalam hampir empat tahun, saya membuka Alkitab dan membacanya.'


Namun bukan Alkitab yang mengubahnya kepada posisi kharismatik, tetapi lebih karena rasa kekecewaan dan ketidakpuasan dengan kehidupan dan pelayanannya. Mengingat apa yang diceritakan kepada kita mengenai kejatuhan yang amat berat, sebenarnya ada kesempatan baginya untuk menyenangkan Tuhan dalam konteks penginjilan 'tradisional'. Jika kita jatuh, seharusnya kita tidak mencoba memecahkan persoalan kita dengan meninggalkan Firman dan buru-buru lari ke suatu bentuk kultus atau 'isme' untuk memulai sebuah permulaan baru. Namun dalam keputusasaannya, John Wimber memilih solusi eksperimen kharismatik yang radikal.


Sebuah pengaruh yang amat penting atas John Wimber adalah fakta bahwa isterinya telah menjadi seorang kharismatik yang antusias, dan meninggalkannya sendiri. Sebelum bergabung dengan isterinya, isterinya ingin tahu apakah Wimber mau memiliki karunia kesembuhan. Suatu malam, ketika Wimber sedang tidur, isterinya memegang tangannya, dan menaruh tangan suaminya ke atas pundaknya yang kena rematik dan berdoa, 'OK, Tuhan, sekarang lakukanlah!' Suatu gelombang panas tiba-tiba menjalar ke pundaknya dan John Wimber terbangun, tangannya sendiri panas dan terasa gatal. Sejak saat itu isterinya ternyata telah sembuh.


Pengaruh meyakinkan yang mengubah posisi Wimber menjadi kharismatik adalah keyakinannya bahwa Allah mulai berbicara kepadanya dengan memberi perintah secara langsung. Ia berkata: 'Tengah malam saya terbangun: Allah berbicara kepada hati saya. Ia berkata, "John, Aku telah melihat pekerjaan-mu, dan sekarang Aku akan menunjukkan pekerjaan-Ku." '


Suatu hari seorang wanita berkata bahwa ia membawa sebuah perintah dari Allah untuk dirinya, dan ketika ia setuju untuk mendengarkannya, wanita itu hanya bisa menangis, tersedu-sedan selama setengah jam. Akhirnya John Wimber menjadi marah dan berkata, 'Dengar ibu, gembalamu mengatakan bahwa anda membawa firman dari Allah untuk saya - apa-apaan ini?' Wanita tersebut menjawab - 'Itulah!' Dengan kata lain, Allah menangis untuk John Wimber. Wanita itu melanjutkan, 'Allah ingin tahu kapan anda akan menggunakan otoritas-mu.' Wimber memandang wanita itu dengan tak percaya dan mendesak - 'Apa maksudmu?' Namun wanita itu tidak dapat menguraikan makna pesan yang dibawanya, ia hanya bisa berkata, 'Saya tidak memahami pesan itu, saya hanya menyampaikannya!'


Namun, melalui komunikasi langsung Allah dengan dirinya, seperti melalui mimpi, penampakan dan macam-macam komunikasi aneh lain yang baru digambarkan, Wimber menyimpulkan bahwa Allah ingin ia menggunakan otoritasnya untuk mengusir setan dan penyakit dari dalam diri manusia. Ia mengatakan bahwa dalam sembilan belas kesempatan Allah bicara kepadanya melalui 'mimpi, penampakan, nubuatan, bahasa roh dan Alkitab' - Alkitab selalu menjadi urutan terakhir dalam daftar yang sangat penting itu. Sama sekali tak terpikir oleh John Wimber bahwa orang yang membuat pernyataan dogmatik mendapat pesan dari Allah sebenarnya menempatkan diri dalam posisi sebagai Allah. Mereka mendewakan khayalan mereka, sehingga khayalan itu menjadi allah mereka sendiri. Para nabi dan rasul masa lalu secara unik didukung dan diteguhkan oleh Allah, namun mujizat-mujizat besar dan tak terbantahkan apa yang telah dilakukan oleh berbagai 'nabi' yang memberi pesan otoritatif kepada John Wimber?


Demikian pula, ia sedikitpun tidak kuatir dengan 'pesan-pesan' yang langsung diterimanya itu. Ia tak pernah peduli apakah imajinasinya itu terlalu berlebihan. Dari satu masalah ke masalah pokok lainnya, bukan Alkitab yang dijadikan patokan jawaban, namun suara Tuhan yang ada di dalam pikirannya. Suatu ketika John Wimber kebingungan dengan penyembuhan orang lumpuh oleh Tuhan Yesus, namun ia memecahkan masalahnya dengan sungguh-sungguh bertanya kepada Tuhan, dan menerima jawaban langsung dan otoritatif - sehingga mengabaikan perlunya studi atau penjelasan! Ia merasa Allah memberinya jawaban: 'Orang-orang Kristen dipanggil untuk menyembuhkan orang sakit dengan cara yang sama seperti mereka dipanggil untuk menginjil... seperti juga aku memberikan otoritas untuk mengajarkan Injil tentang pengampunan... aku memberikan otoritas untuk menyembuhkan orang sakit.'


Wimber berkata bahwa Allah memerintahkannya untuk mulai mendengarkan suaraNya. Tidak lama kemudian ia memberitahu - 'Aku mulai mendengar suaraNya sepanjang hari.' Suatu kali John Wimber dihadapkan dan tergerak oleh petunjuk ini, hampir setiap khotbah yang diajarkannya adalah mengenai kesembuhan illahi, dan dalam waktu singkat, ia mengatakan, 'Allah bicara kepadaku tentang panggilan altar untuk mendoakan orang sakit setiap selesai khotbah.' Selama berminggu-minggu tak seorangpun disembuhkan dan ia menjadi sangat sedih, dan memutuskan meninggalkan semua masalah kesembuhan. 'Kemudian Allah dengan jelas bicara kepadaku. Ia berkata, "Ajarkan FirmanKu atau keluar."' Ia mulai mempelajari cara Yesus berbicara ketika Ia menyembuhkan. Ia juga membaca buku-buku seperti Healing (Kesembuhan) tulisan Francis MacNutt. (Pater MacNutt adalah seorang imam Katolik, bukan seorang Kristen injili. Buku-bukunya dibagi-bagikan dalam seminar-seminar John Wimber.)


Setelah empat bulan gagal, ia sangat putus asa, sehingga dalam sebuah pertemuan ia menjatuhkan dirinya ke lantai dan menyerukan protesnya kepada Allah dengan berkata, 'Engkau menyuruh kami mengajarkan apa yang dikatakan kitab-kitabMu, tetapi engkau tidak mendukung perbuatan kami. Disini kami; kami sedang melakukan yang terbaik yang kami mampu - dan tidak terjadi apa-apa... ini tidak adil!' Namun pada saat itu ia diundang untuk mengunjungi seorang anggota jemaat yang terbaring di ranjang karena demam berat. Ia sangat terperanjat, ketika ia 'berkomat-kamit sebuah doa tanpa iman' orang itu langsung sembuh. Ia meninggalkan rumah tersebut dengan sukacita besar, penuh luapan kegembiraan dan berseru kepada Allah, 'Kami telah dapatkan satu orang!'


Ia menceritakan bahwa dalam perjalanan pulang - 'Aku tersentak perasaan gembira oleh sebuah penampakan yang luar biasa.' Dalam penampakan ini, ia melihat sebuah awan besar yang berubah menjadi sarang lebah yang meneteskan madu dari langit. Di bawahnya orang beramai-ramai mengumpulkan tetesan tersebut. Kemudian Allah berkata, 'Inilah kasih karuniaKu, John...ada kelimpahan bagi semua orang. Jangan lagi memohonKu untuk kesembuhan. Masalahnya bukan pada tujuanKu, John. Itu tergantung yang di bawah itu.' Penampakan ini mengajarkannya agar beriman untuk menantikan dan memperoleh kesembuhan bagi orang, bukan sekedar meminta dan mengharapkannya.


Para penyembuh berpengaruh seperti Paul Yonggi Cho dan John Wimber, seperti juga pemimpin-pemimpin kharismatik lainnya, mengambil gagasannya melalui pengaruh di luar Alkitab. Mereka kemudian hanya kembali ke Alkitab untuk mendapatkan dukungan bagi gagasan mereka - sebuah teknik yang hampir selalu membawa malapetaka, karena kita tahu betapa mudahnya membaca suatu pandangan yang telah dibentuk sebelumnya ke dalam Alkitab.


John Wimber kini mengejar pelayanan kesembuhan berskala dunia dengan menyelenggarakan kebaktian besar-besaran. Biasanya ia didampingi oleh tim inti yang terdiri dari rekan-rekan pengerja, dan mereka bersama-sama menerima 'kata-kata hikmat' dimana mereka 'melihat' sakit-penyakit berbagai orang yang hadir dalam pertemuan, sebelum mendoakan kesembuhan bagi mereka.[1] Gaya Wimber sangat tidak terhormat, meski hal ini kini menjadi hal yang semakin biasa di dalam gelombang baru para penyembuh kharismatik. Ia 'memanggil Roh Kudus turun' dan mempermainkanNya dengan bahasa yang kurang hormat, tidak sopan, kurang khidmat dan tidak takjub. Banyak orang yang ingin disembuhkan itu dibawa masuk ke dalam suasana terhipnotis tidak sadar, yang dianggap berasal dari kuasa Roh.


Salah satu aspek paling serius (dan menghujat) dari para pengajar seperti Wimber adalah mereka siap dan sengaja mengurangi peran Tuhan Yesus Kristus dengan mati-matian mencari penggalan yang berisi dukungan alkitabiah atas apa yang mereka lakukan. Dalam pertemuan-pertemuan kesembuhannya, Wimber berulang kali menyangkal keillahian Kristus yang benar dan esensial, ketika ia menyatakan pelayanan Kristus sebagai pola bagi pekerjaannya sendiri. Dengan cara yang sangat eksplisit ia menyangkal karakter illahi Tuhan, mengurangi kuasa dan kemuliaanNya dan sebenarnya menurunkan Dia ke dalam level manusia biasa. Menurut Wimber, Kristus tidak memiliki kuasa pribadi untuk membaca pikiran atau mengetahui peristiwa-peristiwa yang akan terjadi.


Alasan mengapa John Wimber (seperti juga dengan para penyembuh kharismatik lainnya) meninggalkan Kristus yang merupakan obyek pengakuan iman historis adalah bahwa ia ingin menjadikan Kristus sebagai contoh, bukan hanya untuk penyembuhan, namun juga untuk tujuan menerima 'kata-kata pengetahuan' - yakni kesan (pengaruh) dan perintah langsung dari Allah. Jelas Kristus yang dikenal dalam tradisi Kekristenan tidak bisa ditegakkan sebagai contoh dalam hal demikian, karena Dia mengetahui segala sesuatu dari segala masa. Ketika Yesus meratapi Yerusalem, Ia mengetahui persis apa yang akan menimpa kota itu pada tahun 70 AD. Ketika Ia berangkat ke sebuah kota, Ia tahu persis apa yang akan terjadi jika Ia tiba disitu. Ia tahu siapa yang akan disembuhkan, dan siapa yang akan percaya kepadaNya. Karena karakter keillahianNya, Kristus tidak memerlukan 'kata-kata pengetahuan', jadi Ia tidak bisa digembar-gemborkan sebagai pola atau contoh untuk hal-hal demikian.


Namun, Wimber mengosongkan sifat-sifat keillahian Tuhan Yesus Kristus - terutama pengetahuanNya atas hal-hal yang akan terjadi (foreknowledge) - sehingga membuatNya sangat tergantung kepada Bapa, baik untuk mendapatkan informasi maupun perintah yang berkenaan dengan pekerjaanNya hari demi hari. Wimber mengatakan bahwa lama sekali ia tidak memahami kenapa Yesus tidak menyembuhkan seorangpun yang menunggu di kolam Bethesda, namun, katanya, Allah tiba-tiba memberikan kunci kepadanya untuk memahami kata-kata tertentu Kristus. Ia menyatakan, 'Ketika suatu hari saya sedang membaca Injil Yohanes, Tuhan berbicara kepada saya melalui teks yang mengatakan, "Aku hanya melakukan apa yang Aku lihat Bapa lakukan." Jika Yesus hanya melakukan apa yang Ia lihat Bapa lakukan, itu berarti Ia tidak pernah mengambil inisiatif. Ia selalu bergerak di bawah pengurapan, dipimpin dan dituntun oleh Bapa. Ia hanya melakukan perintah Bapa ... Ia selalu di bawah kendali Bapa ... Apa saja yang dilakukanNya, Ia melakukannya persis seperti petunjuk dan pimpinan yang Bapa berikan kepadaNya.'[2]


John Wimber terus-menerus menekankan keillahian Yesus yang 'terbatas' ini sambil berusaha keras membuatNya menjadi seorang pribadi yang dapat dijadikan contoh pembenaran di dalam segala hal, termasuk menerima intuisi (gerak hati) dari Allah, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan kesembuhan. Jika Yesus dapat diturunkan tingkatannya menjadi sekedar manusia biasa, maka jelas kita sepenuhnya dapat menggunakan metode-metode rohaniNya, sehingga kita dapat juga melakukan hal-hal yang serupa.


Wimber sering menonjolkan perikop Yesus bertemu dengan Zakheus di dalam Lukas 19, terutama tentang Yesus melihat ke atas pohon ara dan memanggil nama Zakheus.[3] Ia bertanya, 'Bagaimana Ia bisa tahu nama Zakheus? Mungkin kita akan mengatakan - "Ya, Ia itu Yesus! Ia adalah Anak Allah." Tetapi saya ingin anda memperhatikan bahwa orang yang sama yang mengetahui nama Zakheus ini tidak mengetahui sudah berapa lama anak yang kerasukan roh jahat itu berada dalam keadaan tersebut. Pribadi sama yang mengetahui sesuatu itu tidak setiap saat maha tahu. Yesus bekerja dengan sifat keillahian sekaligus kemanusiaanNya dan dari waktu ke waktu pengetahuanNya terbatas, karena Yesus bekerja di dalam Roh, dari Roh dan oleh karunia-karunia Roh. Saya percaya apa yang kita lihat ini [memanggil nama Zakheus] merupakan sebuah karunia Roh. Yesus melihat ke atas dan berkata, "Hmm, siapakah orang itu?" Dan Bapa berkata, "Itu adalah Zakheus. Suruh ia turun!"' Menurut John Wimber, Yesus diharuskan bekerja dengan Roh seperti juga kita, dan Ia menjadi contoh sempurna tentang penerimaan intuisi illahi dan 'kata-kata pengetahuan'. Yesus tidak bisa mengetahui dan melakukan sesuatu tanpa penerangan dan dorongan yang diberikan oleh Bapa kepadanya, melalui Roh.


Masa kini, kata Wimber, kita harus hidup dan berjalan dalam hubungan dengan Tuhan yang identik ini. Sebagai contoh, misalnya ketika kita memasuki sebuah restoran atau pesawat udara, kita harus siap untuk menerima pengetahuan mengenai orang-orang yang sama sekali belum kita kenal. Jika kita berjalan


seperti Yesus, tiba-tiba kita akan mengetahui dosa seseorang, atau penyakit yang lain, dan Tuhan akan menyuruh kita bersaksi kepada yang satu, dan menyembuhkan yang lainnya. Pengajaran dan buku John Wimber penuh dengan anekdot yang menyatakan pengalaman-pengalaman demikian. Jadilah sama seperti Kristus - dorongnya! Dengan menggunakan rahasia rohaniNya yang disebut kata-kata pengetahuan dan pengertian dari Roh Kudus, maka anda akan mengerjakan pekerjaan yang sama seperti yang dikerjakanNya. Jadikanlah Kristus sebagai model dalam hal-hal tersebut. Segala sesuatu yang dapat dilakukanNya, kita juga harus melakukannya. Bagaimanapun juga, Kristus begitu terbatas karena sifat kemanusiaanNya, sehingga Ia tidak jauh berbeda dengan kita. Karena itu jika Ia, dengan pertolongan Roh, menyembuhkan dengan satu kata saja, mengapa kita tidak melakukan hal yang sama?


Dengan menurunkan kuasa illahi yang unik dan kemuliaan Kristus, John Wimber menyeret pekerjaan luar biasa Tuhan kepada level tingkatan kegagalan-tinggi kesembuhan psikologisnya. Jelas ia tidak tahu bahwa Kristus menyelesaikan segala sesuatu dengan lebih baik dibandingkan 'hasil kerja' lemah yang dinyatakan oleh para penyembah masa kini.


Wimber bahkan membenarkan kegagalannya dalam menyembuhkan dengan menegaskan bahwa Yesus juga mempunyai masalah yang sama! Ia melakukan penilaian yang menghujat terhadap penyembuhan Kristus atas seorang buta (Markus 8: 22-25). Wimber berkata bahwa Tuhan mengadakan penyembuhan ini dalam dua tahap, karena Ia gagal pada usaha yang pertama.[4]


Semua ini, tentu saja, adalah sebuah penyangkalan terang-terangan terhadap keunikan inkarnasi Anak Allah. John Wimber yang menafsir perikop tersebut dengan berbagai silat lidah dan ucapan yang menghina, sejak awal tidak memenuhi kriteria orthodoksi Kristen dan benar-benar menempatkan dirinya di luar jalur-utama Kekristenan dan berada di dalam kultus, yang dengan suatu cara dan cara lainnya telah menurunkan keillahian Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus.


Adalah prinsip dasar bagi iman Kristen yang alkitabiah bahwa sifat illahi Kristus menyatu sedemikian rupa di dalam sifat kemanusiaanNya, sehingga baik sifat manusia maupun sifat illahiNya, tidak boleh ada yang diubah, dikurangi, atau dikompromikan dengan cara apapun. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Kristus adalah - gambar Allah yang tidak kelihatan... Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia... sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan... Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan Keallahan (Kol. 1: 15 dan 19; 2: 3 dan 9). Mengingat ayat-ayat yang demikian kuat ini, bagaimana mungkin ada orang yang mempertahankan dan mengajarkan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh Kristus itu terbatas, sehingga Ia tergantung kepada pribadi-pribadi Tritunggal lainnya untuk mendapat keterangan dan petunjuk?


Tak terhitung pengajar kharismatik - dan terutama Wimber - yang telah menjadi musuh doktrin iman kita yang terpenting, bahwa inkarnasi Anak Allah, Juruselamat kita, merupakan - cahaya kemuliaan Allah [Bapa]dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firmanNya yang penuh kekuasaan (Ibrani 1: 3). Mereka menyangkal (sebagai akibatnya) bahwa - Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita (Yoh. 1: 14). Mereka menolak untuk percaya bahwa Kristus adalah penjelmaan segala pengetahuan dan hikmat Allah, yang tidak memerlukan dorongan dan pengetahuan dari luar diriNya. Mereka menolak kemuliaan dan sifat-sifat illahi Kristus.


Ketika Kristus berkata bahwa Ia tidak berbuat apa-apa dari diriNya sendiri, namun berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepadaNya (Yoh. 8: 28). Ia menekankan fakta bahwa Ia adalah Allah dan Ia bertindak sebagai salah satu pribadi Tritunggal yang kekal. Ia juga meminta perhatian tentang keharmonisan dan kesatuan kekal yang ada di antara Bapa dan Anak. Ia tidak mengatakan bahwa Ia tidak punya pengetahuan, karena Ia sendiri adalah Firman Allah yang telah menjadi manusia! Ia mengetahui segala sesuatu, dan dengan kuasa yang melekat di dalam diriNya sendiri, kapan saja Ia dapat membaca pikiran orang-orang yang ada di sekitarnya. Murid-murid menyadari hal tersebut ketika mereka berseru - Sekarang kami tahu, bahwa Engkau mengetahui segala sesuatu dan tidak perlu orang bertanya kepadaMu (Yoh. 16: 30). Mereka mendapatkan bahwa Ia mengetahui rasa ingin tahu mereka, bahkan sebelum mereka bertanya. Yoh. 6: 64 menegaskan bahwa Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia. Petrus berbicara tentang kuasa Kristus dan menyatakan bahwa ia dan rasul-rasul lainnya adalah - saksi mata dari kebesaranNya (2 Ptr. 1: 16) - yang secara literal berarti kehebatan, kekuatan besar, atau kuasa yang maha besar.


Kita bertanya - Berapa banyak orang Kristen muda yang telah terjangkit oleh theologi Wimber yang tidak terhormat dan menghujat dengan kesesatan dan pandangan yang merendahkan Kristus itu? Berapa banyak orang percaya sejati yang telah kehilangan konsep mengenai kuasa, kehormatan dan keagungan Kristus? Hanya ada satu Pribadi di dalam sejarah dunia yang memiliki hal-hal yang tercatat mengenai Dia, dan Pribadi itu adalah Kristus:




Ia bisa menyembuhkan orang kusta;



Mengenyangkan ribuan orang sekaligus;



Angin ribut dan gelombang dikendalikanNya;



Dengan satu kata Ia membangkitkan orang mati.


Kesempurnaan doktrin keillahian Kristus yang sangat mendasar dan sangat penting inidilukiskan oleh penulis besar puji-pujian, Josiah Conder:




Thou art the everlasting Word [Engkau adalah Firman yang kekal],



The Father's only Son [Anak tunggal Bapa];



God manifestly seen and heard [Yang dilihat dan didengarkan Allah],



And Heaven's beloved One [Dan Yang kekasih Surgawi]:




In Thee most perfectly expressed [Di dalam diriMu dinyatakan kesempurnaan tertinggi]



The Father's glories shine [kesemarakan kemuliaan Bapa];



Of the full Deity possessed [Kepenuhan milik Illahi],



Eternally divine [Dari Allah yang kekal]:




True image of the Infinite [Gambar sejati dari Yang Maha Kuasa],



Whose essence is concealed [Yang di dalamnya tersembunyi];



Brightness of uncreated light [Kecemerlangan terang yang tak terungkapkan];



The heart of God revealed [ Disitulah kehendak Allah dinyatakan]



Sebagai manusia yang telah ditebus, kita dipanggil untuk setia sampai mati kepada keillahian Kristus yang mulia. Karena itu kita terpaksa harus memperingatkan jemaat-jemaat Tuhan untuk menghindari para pengajar yang tanpa malu menyerang keunikan Juruselamat kita yang tiada duanya. Kami berpendapat bahwa pengajaran John Wimber adalah anti-Kristen karena pelecehannya terhadap Kristus, menghina dan mencampakkan keillahian dan kemuliaanNya agar bisa memperkenalkan Dia sebagai contoh 'manusiawi' untuk teknik kesembuhan yang dapat ditiru pada zaman kita ini.>















[1]Lihat deskripsi kampanye kesembuhan Wimber yang digambarkan dalam Bab 11 - Pandangan Medis Terhadap Kesembuhan Mujizat oleh Prof. Verna Wright.



[2]Kutipan diambil dari rekaman kaset 'resmi' dalam kebaktian kesembuhan "Signs and Wonders" ("Tanda- tanda dan Mujizat"). Kaset 1984/8164, No. 5, dikeluarkan oleh Vineyard Fellowship International, California, Amerika Serikat.



[3]Kaset "Signs and Wonders" 1984/8164, No. 2, dikeluarkan oleh Vineyard Fellowship International.



[4]Kaset "Signs and Wonders" 1984/8167, No. 5, dikeluarkan oleh Vineyard Fellowship International.

Read More ..

Supported By

Share Link

IFB KJV Directory